45 : Pesta Dansa

264 31 25
                                    

Peringatan : Part ini akan panjang, sebenarnya aku ingin membaginya dalam 2 part, tapi nggak jadi. Happy reading aja deh. Semoga nggak bosen :)

"Nay, kita duluan ke kantin, ya?"

Naya mengangguk ketika Dini berpamitan padanya. Akhir-akhir ini ia memang tak ingin pergi ke kantin, ia lebih memilih di kelas atau di perpustakaan untuk belajar persiapan ujian kenaikan kelas yang sudah hampir dekat. Awalnya teman-temannya tak ingin meninggalkannya sendirian dan meminta Naya untuk pergi ke kantin bersama mereka, tapi lama-lama ketiga temannya memahami keengganan Naya pergi ke kantin. Mereka tahu bahwa sebenarnya ada faktor lain yang membuat Naya tidak ingin memasuki kantin.

Naya memandang gantungan kunci pemberian Elang di tangannya dengan pandangan kosong. Pikirannya tercerabut ke mana-mana. Sudah seminggu lebih sejak cowok itu kembali bersekolah, tapi selama itu pula cowok itu selalu membuat hatinya remuk. Walaupun begitu, entah kenapa ia tak bisa membenci cowok itu. 

Banyak pertanyaan-pertanyaan yang ingin sekali ia ajukan kepada Elang. Ia masih tak habis pikir dengan sikap Elang yang berubah-ubah, kenapa cowok itu membuatnya seakan-akan terbang ke langit tertinggi tapi juga membuatnya tiba-tiba jatuh ke tanah dengan cara yang menyakitkan? Kenapa cowok itu memintanya menunggu hanya untuk disakiti? Kenapa cowok itu dekat dengan cewek lain hingga membuatnya cemburu? Kenapa cowok itu... Arrgh!! Naya mengacak-acak rambutnya dan menjatuhkan kepalanya ke meja.

Keyakinanku bener, nggak seharusnya aku jatuh ke pelukan seorang Arjuna, batinnya. Ia menggenggam gantungan kunci itu lebih erat.

"Nay, dicari, tuh."

Seorang teman sekelasnya menunjuk ke arah pintu kelas. Mata Naya membulat ketika melihat Ares melambaikan tangan ke arahnya.

Beberapa waktu kemudian, mereka sudah dalam perjalanan menuju kantin. Naya merasa tak enak menolak ajakan Ares untuk makan di kantin, cowok itu lama tak masuk sekolah, dan tiba-tiba menjemputnya di kelas. Sepertinya memang ia harus mengabaikan keengganannya ke kantin dan menerima ajakan Ares.

"Gimana kabarmu?"

"Baik, Kak. Kakak sendiri?" tanya Naya.

"Sangat baik, apalagi setelah ketemu kamu," ujar Ares sambil mengulas senyum.

Naya tertawa, "Emangnya Kakak ke mana, sih? Liburan, ya?"

"Eng... yah, begitulah. Ada kota kecil di Montana yang pemandangan alamnya indah banget, bebas polusi, dan bisa membuatku tenang kayak aku waktu denger suara kamu."

Naya terhenyak mendengar perkataan Ares, "Hah?"

Ares tertawa, kemudian mengacak rambut Naya, "Pokoknya, suasana di sana bisa bikin aku tenang. Aku jadi pengen ajak kamu ke sana suatu hari nanti."

"Hah?" Naya tertawa rikuh.

Bersamaan dengan itu, mereka sampai di kantin, Ares mengedarkan pandangan mencari meja yang kosong. Tatapannya menangkap sosok adiknya tak jauh dari tempatnya kini berada. Tangannya bergerak meraih dan menggenggam tangan Naya, "Tuh ada meja kosong."

Ia mengabaikan tatapan pengunjung kantin yang mengarah kepadanya, termasuk tatapan adiknya. Sedangkan di sampingnya, Naya hanya bisa terpaku melihat tangannya digenggam Ares. Merasa tak nyaman dengan tatapan sekitar, Naya hendak melepaskan genggaman itu, tapi Ares menggenggamnya lebih erat hingga mereka duduk di salah satu meja.

"Aku pesen makanan dulu, ya. Kamu pengen apa?" tanya Ares.

"Hah?" Naya bergerak rikuh, "aku... terserah Kakak aja."

"Oke." Ares beranjak dan meninggalkan meja.

Naya melihat ke sekeliling dan menyadari bahwa ia masih menjadi pusat perhatian. Tatapannya kemudian bertemu dengan seapasang netra yang juga sedang menatapnya. Selama beberapa detik tatapan mereka bertemu, tapi ia segera mengalihkan pandangannya.

Jewel In The King's HeartWhere stories live. Discover now