39 : Jawaban yang Dinanti

305 32 7
                                    

Ares memijat keningnya. Sepanjang pelajaran, ia tak bisa konsentrasi, pening di kepalanya tak berhenti menyiksa. Tentu saja, karena semalaman ia tidak bisa tidur nyenyak. Obat tidur tidak membantu banyak, bahkan rekaman suara Naya tidak bisa membuatnya tertidur nyenyak. Sudah 2 malam ia mengalami insomnia. Bayangan Naya yang terlihat akrab dengan Elang berputar-putar di kepalanya. Mungkinkah karena itu ia kembali terserang gangguan tidur? Ares bertanya-tanya.

"Res?"

Sentuhan di punggung membuatnya terhenyak. Ia bahkan tidak sadar bel istirahat sudah berbunyi.

"Nggak ke perpus?" tanya Faizal.

"Eng..." Ares menggeleng.

Faizal mengangguk. Ia paham, penolakan Ares berarti temannya itu tidak mau diganggu. Meskipun sudah lama berteman, Faizal selalu menghargai sifat Ares yang tertutup. "Oke," ujarnya sambil beranjak pergi.

Ares kembali memijat keningnya dengan siku bersandar di meja, tangannya yang bebas membolak-balikkan halaman buku pelajaran. Meskipun begitu, pikirannya melayang ke hal lain, Hari ini aku harus mendapatkan jawabanmu.

Di sisi lain, Ares tak sadar bahwa sedari tadi Tiara memperhatikannya. Gadis itu bertanya-tanya, Ares tak biasanya murung dan tidak aktif di kelas, bahkan sepertinya ia juga menolak ajakan Faizal. Ada apa denganmu?

-----##-----

Naya memperhatikan Elang dan timnya yang sedang melakukan pemanasan. Anggota klub sepak bola sebentar lagi akan melakukan pertandingan rutin. Pandangannya mengekori Elang yang menggiring bola melewati cone sport. Pikirannya melayang ke peristiwa pesta kembang api. Ia tak menyangka bahwa cowok playboy macam Elang bisa memanggang barbeque untuk teman-temannya. Dan membuatmu senang, Nay. Suara di benaknya tiba-tiba menyela. Naya menggelengkan kepala kuat-kuat. Duh, mikir apa, sih, aku?

Ia menghela napas panjang, jantungnya tiba-tiba berdebar cepat.

"Kau pasti kehilangan momen waktu pesta kembang api di festival sekolah, kan? Ayo, ikut pesta kembang api."

Kata-kata Elang terngiang di kepalanya. Apa dia beneran ngajak aku ke pesta kembang api karena dia tahu aku melewatkan festival sekolah?. Ingatannya kemudian berganti memutar peristiwa ketika Elang mengajarinya memanggang barbeque yang kemudian menarik tangannya dan mengajaknya bergabung dengan teman-teman cowok itu. Tak sadar ia menyunggingkan senyum.

"Ciee, senyum-senyum sendiri."

Naya terhenyak, ketika menoleh, ia melihat Hara yang menatapnya skeptis.

"Hara? Sejak kapan kamu di sini?" Naya bergerak rikuh dan mengalihkan pandangan ke arah lain.

Hara mengambil tempat di sebelah Naya, "Barusan, kok. Tadi kamu kupanggil tapi nggak denger, waktu kudekati ternyata lagi senyum-senyum-senyum sendiri. Mikirin siapa, hayo?" ujarnya sambil menyenggol lengan temannya itu.

"Hmm? Nggak ada, kok."

"Ah, masa?"

"Iya, beneran."

"Masa? Kirain lagi mikirin cowok yang udah ngajak kamu ke pesta barbeque."

Mata Naya membulat, "Kamu tahu dari mana tentang pesta barbeque itu?"

Bibir Hara mencebik ke bawah, "Jadi bener, ya, mikirin itu?"

"Ih, Hara. Ditanya kok nggak dijawab. Kamu tahu dari mana?"

"Dari kak Adit, lah. Kayaknya kak Elang suka sama kamu, deh, Nay."

"Hah?" Naya mengaitkan rambut ke belakang telinga dan bergerak rikuh, "nggak mungkin lah, Ra."

Jewel In The King's HeartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang