20 : Kesepakatan

414 50 1
                                    

Naya berjalan dengan ceria menuju ruang klub sepak bola. Ia bersenandung lirih, senyum tak lepas dari wajahnya. Ketika memasuki ruangan, ia melihat Zizi yang duduk di lantai bersandar tembok, Elang berbaring dengan kepala bersandar di pangkuan Zizi. Sedangkan Adit dan Bimo sedang sibuk bermain games di ponsel mereka, sesekali mereka mengumpat dan saling menyalahkan.

Naya memasuki ruangan dengan kikuk, biasanya tak ada seorangpun ketika ia datang untuk membersihkan ruangan. Pandangan Elang mengekori gadis yang sedang sibuk mengambil kemoceng dan menyapukannya ke jendela itu. Mata Elang menyipit, ia membenci Naya setiap kali melihat gadis itu, gadis yang menganggap kesalahannya sepele tapi sangat fatal bagi Elang, gadis yang mendekati kakaknya hanya untuk dimanfaatkan. Elang tersenyum kecut melihat gadis itu tak pernah menunjukkan rasa penyesalan.

"Eh! Debu, bego!" Zizi berteriak kesal sambil menutupi hidungnya, terganggu karena Naya menyapukan kemoceng ke jendela di dekatnya.

"Kumal!" Elang bangkit dan menyuruh Naya mengikutinya dengan gerakan dagu, ia menghampiri lemari kayu di pojok ruangan dan membukanya. Terlihat tumpukan penuh berkas-berkas berantakan.

"Tata dan urutin berkas-berkas ini dari tahun terlama sampai yang baru."

Hah? Sebanyak ini? Naya menatap Elang tak suka. Sampai kapan, sih cowok psikopat ini ngerjain aku?

"Heh! Malah bengong? Cepet kerjain!" celetuk Zizi di belakangnya.

"Ayo cabut!" ujar Elang kepada Adit dan Bimo sebelum melenggang keluar. Naya memperhatikan keempat kakak kelasnya itu sampai menghilang dari pandangan. Ia mendesah panjang, kemudian mulai menata berkas-berkas itu.

"Gila! Aku disuruh ngurutin berkas-berkas ini? Bodo amat lah! Yang penting kelihatan rapi. Kalau aku nurutin cowok psiko itu, bisa-bisa aku nggak kerja hari ini."

-----##-----

Naya memasukkan tumpukan terakhir berkas-berkas ke dalam lemari. Ia mengusap keringat yang mengucur di dahinya dengan punggung tangan. Diliriknya jam tangan, ia tersenyum, "Untunglah udah selesai sebelum jam kerja."

Naya bergegas keluar dan melenggang santai melewati lorong GKS setelah mengunci pintu ruangan. Ia bersenandung lirih, pikirannya melayang ketika Ares mengajaknya berdansa, ia tersenyum kecil mengingat kejadian itu.

"Kumal!"

Naya menghentikan langkah ketika hampir sampai di pintu keluar GKS. Ia mengembuskan napas dengan kesal, hanya ada satu orang yang memanggilnya dengan sebutan itu. Ia berbalik dan melihat Elang menghampirinya.

"Kau masih aja keras kepala, ya?" sudut bibir Elang tertarik ke atas, "sampai kapan kau akan mengabaikan ancamanku?"

Naya memandang Elang dengan tatapan bertanya. Melihat ekspresi Naya, Elang tertawa mengejek, "Aku muak banget sama tampang sok polosmu itu. Kau pikir aku nggak tahu kau berlatih dengan kak Ares dan mengabaikan ancamanku kemarin?" Elang mendekatkan wajahnya ke arah Naya, tatapannya tajam, "dasar cewek bego!"

Naya balik menatapnya tajam. Ia benci mencium aroma musk yang menguar dari cowok itu. Ia mundur selangkah, "Kakak nggak berhak ngurusin urusanku."

"Aku udah bilang aku nggak peduli sama urusanmu. Tapi itu lain kalau kau melibatkan kak Ares. Kau pikir kau bisa memanfaatkan dia sesuka hatimu?"

Hah? Dia ngomong apa, sih? Memanfaatkan apanya? Naya tak tahu arah pembicaraan Elang.

"Kau pikir dengan mendekati kak Ares kau bisa lepas dariku? Nggak akan mempan, Mal. Ancamanku nggak pernah main-main, aku bisa tetap bikin kamu nggak nyaman di sini dan mencabut beasiswamu kapan aja kalau kau tetap mendekati kak Ares."

Jewel In The King's HeartHikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin