5 : Ketahuan

576 87 17
                                    

Naya berjalan gontai menuju gerbang sekolah. Ia memakai lagi maskernya berharap bisa menyembunyikan diri. Dini yang berada di sampingnya merasa khawatir. Ia terkejut saat Naya menceritakan kejadian di hotel hari Sabtu malam kemarin. Selama ini ia hanya mendengar gosip tentang bullying yang dilakukan Elang. Ia juga merasa takut kalau temannya itu jadi korban buli Elang dan melihatnya secara langsung.

"Udahlah, Nay. Jangan terlalu dipikirin. Nanti malah kamu sakit kalau banyak pikiran. Belum tentu juga kak Elang nglakuin ancamannya."

"Nggak mungkin, Din. Dia kelihatan marah banget," jawab Naya tanpa semangat.

"Jangan takut, Nay. Kita kan belum tahu gimana sifatnya kak Elang, kali aja dia nggak bakal mikirin kejadian kemarin lagi. Aku, Eli, sama Hara bakal selalu ada di sisimu, kok."

Naya memutar bola matanya, "Aku nggak takut sama kak Elang, Din. Aku lebih takut kalau berurusan sama kak Elang kayak gini, aku jadi nggak bisa sekolah di sini lagi. Kamu tahu banget kan kak Elang itu siapa?"

Dini jadi ikut khawatir, "Iya juga ya, Nay. Orang tuanya kan berkuasa di sini."

"Kalau aku dikeluarkan dari sini, aku bikin orang tuaku kecewa dan kerja keras mereka bakal sia-sia, Din. Duh, aku harus gimana?"

Dini ikut merasa prihatin, "Yah, yang penting sekarang kamu hati-hati aja, Nay. Semoga aja nggak terjadi sesuatu yang kita khawatirin. Lebih baik kamu fokus sama tes paduan suara nanti."

Naya mengangguk, "Makasih ya, Din."

Setengah hari di sekolah berlalu, tidak terjadi apapun kepada Naya. Lebih tepatnya, ketika ia melihat Elang dari kejauhan, ia langsung mengajak teman-temannya menghindar. Ketika jam istirahat kedua, seperti biasanya mereka makan siang dengan tenang, sampai suara umpatan terdengar di telinga mereka. Perhatian pengunjung kantin tertuju kepada sumber suara. Melihat siapa yang sedang jadi pusat perhatian, Naya cepat-cepat memakai kembali maskernya. Elang baru saja ditabrak oleh cowok berkacamata. Parahnya, cowok berkacamata itu menumpahkan kuah bakso di seragam Elang.

"Argh! Anjing! Panas, Bego!" Elang berjingkat dan mengibaskan seragamnya yang terkena kuah bakso. "Mata udah empat masih aja nabrak orang."

"Ma-ma-maaf, Kak." Si penabrak itu tampak takut. Ia gemetar. Naya melihat garis di ujung lengan jas yang berwarna hijau di seragam cowok itu, menunjukkan bahwa ia masih kelas X.

"Maaf, maaf. Memang dengan minta maaf bisa bikin seragam Elang bersih lagi?!" tegas Adit, teman Elang yang berada di samping.

Cowok itu hanya diam dan menunduk.

"Kalau ditanya jawab, woy! Mau cari gara-gara?" Bimo, teman Elang yang lain hendak mendekati cowok berkacamata itu, tapi Elang menahannya. Elang mengambil mangkok bakso di tangan cowok itu dan membalas menyiramnya dengan sisa kuah bakso di mangkok tersebut. Cowok itu berjingkat dan memekik kepanasan.

Elang menatap cowok itu dengan tajam, "Gimana? Panas kan rasanya? Rasain tuh!" Melihat hal itu, Naya dan teman-temannya sangat terkejut. Naya menelan ludahnya dengan susah payah.

"Makanya bego jangan dipelihara!" Adit menoyor kasar kepala cowok itu dengan jari telunjuknya. Elang tersenyum, adrenalinnya terpacu, ia merasa kesenangannya kembali lagi. Ia naik di atas meja di dekatnya, orang yang duduk di meja itu langsung pergi untuk menghindar, membawa piring makanannya dengan tergesa-gesa.

Pandangan Elang menyapu seluruh kantin, "Perhatian! Semua yang sekarang ini berada di kantin. Ambil aja makanan yang kalian suka sepuas kalian! Dia yang bakal traktir!" Elang menunjuk cowok kelas X itu. "Jadi, nanti nota pembeliannya serahin aja sama dia. Oke? Jangan sungkan-sungkan, ambil aja yang banyak."

Jewel In The King's HeartWhere stories live. Discover now