30 : Pembuktian

469 48 8
                                    

"Kenapa aku tak bisa menghubungimu?" tanya Ares ketika Elang baru saja memasuki rumah.

Elang menatap kakaknya heran, "Ponselku memang mati. Baterainya abis. Apa kau di sini menungguku?"

"Hmm?" Beberapa jam yang lalu sepulang acara gladi bersih, ia hampir gila tak bisa menghubungi Naya ataupun adiknya. Ia tak kan bisa tidur sebelum mengetahui keadaan Naya, karena itulah ia memutuskan untuk menunggu adiknya di ruang tamu. Menyadari keheranan Elang, Ares menggaruk tengkuknya yang tak gatal, "Eng ... begitulah. Gimana dia? Kau sudah mengantarnya pulang?"

"Ya. Tumben kau belum tidur? Gimana gladi bersih tadi?"

"Ditunda beberapa menit, aku minta Tiara menggantikan Naya dan dia langsung setuju."

"Gimana tanggapan ayah?"

"Awalnya dia bertanya banyak tentang Naya, berharap aku cepat menyelesaikan masalah ini, dan nggak sampai membuat teman-temannya menunggu. Untunglah Tiara ada di sana, aku langsung meminta bantuannya dan ternyata dapat dukungan dari ayah dan pak Soeroso."

Elang menyeringai samar, hampir tak kentara, Memang itu skenarionya.

"Jadi ... gimana keadaan Naya? Dia kelihatan nggak sehat waktu di panggung, kau sudah membawanya ke dokter?"

"Hmm? Dokter?" Elang menggeleng, "dia kelihatan baik-baik aja."

"Kau udah mengantarnya ke asrama, kan?"

Sejenak Elang memperhatikan kakaknya itu, sedikit heran kenapa kakaknya banyak bertanya tentang gadis itu, "Ya, tenanglah, dia baik-baik aja dan aku udah mengantarnya pulang."

Ares mengangguk, "Oke, thanks, untung kau ada di sana. Ya sudah, kau makan saja dulu. Pak Dirman menyiapkan makanan untukmu." Ares beranjak hendak menuju kamarnya, namun, baru beberapa langkah, panggilan Elang menghentikan langkahnya.

"Ya?"

Elang termangu sejenak, ia ingin menceritakan kebenaran tentang gagalnya Naya untuk tampil di konser Ares, tapi entah kenapa tiba-tiba niat itu urung.

"Semoga konsermu berhasil." Akhirnya hanya kata-kata itu yang keluar dari mulutnya. Ares menanggapinya dengan senyum dan beranjak pergi menuju kamarnya. Sepeninggal Ares, Elang meraih ponselnya, sejenak menekan-nekan layarnya, kemudian menempelkan ponselnya ke telinga.

"Ada yang harus kau lakukan dan jangan sampai ada siapapun yang tahu."

-----##-----

"Nay?!" teriak Eli ketika sampai di kelas, raut muka khawatir terlihat jelas di wajahnya. Ia memeluk Naya. Semalam, grup whatsapp persahabatan mereka ramai membahas Naya yang gagal tampil di gladi resik konser Ares. "Kamu nggak papa, kan?"

"Nggak papa kok, El, tenang aja."

"Duh, Nay. Suaramu masih serak gini. Badanmu panas?" Eli menyentuh kening Naya yang langsung dijauhkan oleh sahabatnya itu.

"Aku nggak panas, El."

"Padahal aku udah gerak cepat ngasih kamu minuman jahe anget malam itu, tapi ternyata tetep nggak bisa balikin suara kamu. Maaf ya, Nay," ujar Dini.

"Aku nggak papa, Din. Tenang aja. Aku malah makasih banget kamu udah nolong aku malam kemarin."

"Tapi kamu tetep nggak bisa tampil di konser kak Ares."

Naya tersenyum simpul, "Bisa dapet tawaran tampil di konser itu aja aku udah ngerasa beruntung banget. Apalagi kenal dan latihan bareng sama kak Ares yang bener-bener nggak pernah kubayangin sebelumnya."

"Terus, konser kak Ares gimana, Nay?" tanya Eli.

"Katanya ada banyak penyanyi pengganti yang bisa gantiin aku kok, jadi nggak perlu khawatir sama konser kak Ares besok."

Jewel In The King's HeartWhere stories live. Discover now