41 : Keinginan

253 34 10
                                    

Part ini akan sangat panjang, semoga puas dan nggak bosen bacanya :)

Ares memasuki ruang kerja ayahnya dan mendapati Barata menatapnya dengan ekspresi yang sulit dibaca.

Barata bangkit dari tempat duduknya dan menghampiri anaknya. Ia menepuk pundak anaknya dan tersenyum, "Aku sudah mendengar hasil presentasimu. Kerja bagus," ucap Barata.

"Terimakasih, Ayah."

"Aku akan mengadakan pesta kecil di hotel Paradise dan mengajak Pak Soeroso bermain golf minggu depan. Kau harus ikut, ini baik untuk mempererat hubungan kita dengan Pak Soeroso."

Ares bergeming, masih mendengarkan ayahnya yang berbicara sambil mondar mandir. "Bulan depan, akan ada pesta besar untuk merayakan ulang tahun pernikahanku dan ibumu. Saat itu juga, aku akan mengumumkan pertunanganmu dengan Tiara."

Ares terhenyak, "Ayah, aku-"

"Keputusanku sudah bulat. Pesta itu adalah suasana yang tepat untuk mengumumkan pertunangan kalian sebelum kau kuliah di London. Tapi sepertinya, pak Soeroso juga akan mengirim Tiara kuliah di sana. Itu bagus, kalian jadi bisa lebih dekat."

"Ayah, soal pertunangan itu-"

Barata meraih pundak Ares, membuatnya berhadapan dengan anaknya itu, "Aku dan ibumu akan sangat bangga padamu kalau kau mau bertunangan dengan Tiara. Ingatlah, kau adalah pewaris utama perusahaan Gunadarma dan sudah menjadi tugasmu untuk membuat perusahaan keluarga kita semakin maju."

Tangan Ares mengepal, "Aku tidak ingin bertunangan dengan Tiara, Ayah."

          Mendengar kata-kata anaknya, Barata tertawa hiperbola

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Mendengar kata-kata anaknya, Barata tertawa hiperbola. "Apa katamu?"

"Aku-"

"Dasar bodoh! Apa kau tahu keuntungan yang bisa kita dapatkan kalau keluarga kita bersatu dengan pak Soeroso? Kau mau kita kehilangan keuntungan itu?"

"Bukan begi-"

"Kau tahu? Saat seusiamu, Ayah sudah ditunangkan dengan ibumu. Dari dulu, ambisi Ayah untuk memajukan perusahaan yang sudah dirintis kakekmu ini sangat besar. Kakekmu mendidik Ayah dengan keras, bahkan lebih keras ketika aku mendidikmu dan Elang. Kau tak akan bisa membayangkan bagaimana kakekmu dulu mengajari Ayah dengan keras. Kalau kau bisa sedikit saja punya ambisi seperti Ayah, kau pasti ingin yang terbaik untuk perusahaan kita, kan?"

Ares mengangguk perlahan, "Ya, Ayah, tapi-"

"Bagus. Itu artinya, kau tahu tanggung jawabmu."

Ares mempererat kepalan tangannya, ia memandang kosong ke arah ayahnya.

"Baiklah, cukup. Kau boleh keluar. Jangan lupa agenda kita dengan pak Soeroso minggu depan."

Jewel In The King's HeartWhere stories live. Discover now