26 : Apa Ini Jebakan?

431 46 0
                                    

Gugup. Hanya itu yang Naya rasakan saat ini. Pandangannya menyapu anggota-anggota tim orkestra yang sudah siap dengan alat musik mereka masing-masing. Ia tahu bahwa penampilannya nanti akan diiringi musik orkestra. Tapi setelah melihat para pemain dengan cello, biola, saxophone, drum, dan alat musik lain secara langsung seperti ini, membuat ia sadar bahwa konser Ares yang katanya 'konser mini' itu baginya adalah konser yang sangat megah, apalagi ia sudah berada di atas panggung yang asli, bukan lagi di ruang musik.

Sebenarnya, ini bukan pertama kalinya ia menginjakkan kaki di aula sekolah. Ia sudah pernah masuk ke aula ketika acara penyambutan siswa baru. Tapi ini adalah pengalaman pertamanya berdiri secara langsung di atas panggung aula gedung 'Herakles', aula sekolah Saint Sirius. Kali ini ia harus berlatih dengan tim orkestra.

"Nay? Siap?" Suara Ares yang sudah siap di bangku piano itu membuatnya mengalihkan perhatian. Ia tersenyum samar dan mengangguk. Pandangannya kini diarahkan ke arah bangku penonton, meskipun bangku itu kosong dan tak ada yang melihat penampilannya saat ini, ia tetap saja merasa gugup.

Dirigen bersiap mengangkat baton, lalu mengayunkan tangan diikuti permainan piano Ares yang memainkan intro, kemudian disusul permainan tim orkestra. Permainan Ares dan tim orkestra bersatu menciptakan musik yang harmoni, yang kini menggema di seantero aula. Naya menghela napas, mencoba menikmati musik itu dan mulai bernyanyi.

Alunan lagu 'Let it Go' soundtrack film Frozen meluncur mulus dari suara jernihnya. Musik dan suaranya yang selaras memenuhi aula, menghasilkan pertunjukkan orkestra yang indah. Lama-lama rasa gugup yang tadi menjalarinya perlahan menghilang berganti dengan perasaan nyaman dan penuh penghayatan. Ia berjanji pada dirinya sendiri bahwa mulai sekarang akan menampilkan yang terbaik.

-----##-----

Sudah berlalu beberapa menit sejak latihan untuk konser Ares selesai. Terlihat anggota tim orkestra membereskan alat musik mereka masing-masing, beberapa dari mereka yang sudah selesai langsung meninggalkan aula. Naya masih berdiri termangu di tengah panggung, ia melihat Ares masih sibuk berdiskusi dengan sang dirigen. Ia terhenyak ketika merasakan seseorang menabrak bahunya dari belakang.

"Jadi, masih berani nampakin muka di sini?" Ayu menatap Naya dengan tajam.

"Kamu budeg atau pura-pura budeg, sih? Kemarin kan udah dikasih tahu," ujar Vira dengan tatapan tidak suka.

"Emang nggak tahu diri nih cewek. Kalau sampai konser Ares berantakan, kamu mau tanggung jawab?" timpal Arlin.

Naya memandangi mereka bergantian. Jadi mereka yang menyiramku di toilet? Ia tak mengenal mereka satupun dan tak ingin meladeni ejekan mereka.

"Dengar ya, kita nggak main-main. Kalau kamu nggak mundur dari konser ini, kita dari tim orkestra nggak akan dateng ke konser Ares. Kau tahu konsekuensinya, kan? Konser Ares nggak akan bisa dimulai dan boom!" Ayu tersenyum miring, "semua akan kacau karena ulahmu."

Ketiga kakak kelasnya itu kemudian berbalik dan pergi. Naya terpaku selama beberapa saat sampai Ares mengalihkan perhatiannya.

"Good job, Naya!" cowok itu menepuk pundaknya.

"Makasih."

"Kita latihan lagi besok. Ya udah kalau gitu aku antar pulang."

"Ah, nggak usah, Kak. Habis ini aku langsung ke kafe."

"Hmm, ya udah kalau gitu aku antar kamu ke kafe sekalian."

"Hah? Nggak us-"

Ares merangkul pundak Naya dan mendorongnya, "Udahlah, ayo kita berangkat."

-----##-----

Naya mengedarkan pandangan ke sekeliling, hanya ada hiruk pikuk pengunjung kantin seperti biasanya.

Jewel In The King's HeartWhere stories live. Discover now