23 : Hari Tersial

388 47 2
                                    

Bimo dan Adit memandangi Elang yang menatap jenuh es teh di depannya. Sedari pagi mereka harus melihat wajah 'badmood' Elang yang menyiratkan arti 'senggol bacok'. Pandangan Elang beralih ke arah seseorang yang baru memasuki kantin. Adit menyikut lengan Bimo, orang itulah yang membuat Elang 'badmood', orang yang menjadi rival Elang, Edo. Sekilas pandangan Elang dan Edo bertemu, Edo tersenyum miring, kemudian melenggang tenang tak mengacuhkan rivalnya itu. Elang tertawa pendek, ia sudah cukup muak mendengar pidato Edo di upacara pagi tadi sebagai ketua Osis yang baru, sekarang ia harus melihat wajah rivalnya itu di kantin, membuat selera makannya hilang.

Di sudut lain, Zizi, Tiara, dan teman-temannya menikmati makan siang mereka, tapi Zizi tak berniat sama sekali dengan makanan di hadapannya. Ia hanya mengaduk-aduk lemah soto yang sudah dingin sambil sesekali melirik ke arah bangku Elang. Tiara menyadarinya, "Marahan sama Elang?"

Zizi mengembuskan napas dengan kasar, "Tahulah! Pasti dia badmood gara-gara Edo kepilih jadi ketos yang baru. Daritadi aku jadi sasaran ucapannya yang nyakitin. Judes banget, tahu. Ya udah, mendingan biarin dia aja dulu."

"Hmm... wajar juga sih, dulu dia juga pernah terlibat masalah sampai berantem sama Edo, kan? Sekarang malah Edo yang jadi ketos, suka atau enggak, dia nanti bakal banyak hubungan sama Edo apalagi kalau menyangkut klub. Dia kandidat ketua klub bola, kan?"

"Nah, itu dia. Makanya sekarang dia badmood banget."

Tiara hanya menanggapi dengan kedikan bahu.

Di bangkunya, Elang melirik Adit dan Bimo yang sibuk bermain ponsel, membuatnya memutar bola mata. Ia hendak beranjak, tapi kemudian urung ketika melihat Naya memasuki kantin. Ia tersenyum miring, memikirkan sesuatu yang dapat dilakukan kepada gadis itu untuk menghiburnya. Pandangannya mengekor Naya dan teman-temannya itu sampai mereka melewati bangkunya, begitu Naya lewat di sampingnya, ia merentangkan kaki, menjegal Naya hingga gadis itu jatuh dan menumpahkan makanan yang dibawanya.

Adit dan Bimo terhenyak mendengar suara piring pecah yang disebabkan Elang. Hara dan Dini segera membantu Naya bangun. Naya menatap sebal orang yang sudah menjegalnya. Lagi-lagi ia menjadi pusat perhatian pengunjung kantin karena cowok itu.

"Apa lagi mau Kakak?"

Dini dan Hara berusaha menarik Naya menjauh, tapi Naya enggan. Ia benar-benar tak bisa mengerti, sampai kapan Elang membencinya?

Elang tersenyum miring, "Nggak ada. Cuma mau menghibur diri aja." Ia mengeraskan volume bicaranya. Beberapa pengunjung kantin tergelak mendengar jawaban Elang.

"Menghibur? Membuat seseorang terjatuh itu hiburan bagi Kakak?" Otaknya benar-benar sakit!

"Ya, lah! Apalagi kalau aku melakukan ini," Elang mengambil gelas es teh dan jus milik Adit lalu menumpahkannya ke kepala Naya. Dini dan Hara hanya bisa terpaku melihat temannya dipermalukan lagi. Adit menatap iba, sedangkan Bimo dan pengunjung yang lain menahan tawa. Elang tertawa puas. "Lihat, kan? Lebih seru lagi, kan?"

"Elang!"

Menoleh, tawanya sontak berhenti ketika melihat Ares sedang menatapnya tajam. Pengunjung kantin yang melihat kejadian itu terpaku, beberapa dari mereka tersenyum seakan melihat pertunjukan seru, termasuk Edo. Perang saudara nih.

Ares mendekati Naya, merangkul gadis itu. Naya menatap Ares, lagi-lagi cowok itu menolongnya. Ia tak suka terlihat lemah di depan cowok itu, tapi kenapa situasi seperti ini selalu terjadi. Tangannya mengepal, antara marah dan malu.

Pandangan kedua kakak beradik itu bersirobok, Ares merasa perbuatan Elang tak akan membuat hati adiknya itu merasa lega. Mempermalukan seseorang bukan jalan keluar untuk meredakan kegamangan, alih-alih merugikan orang lain. Ia merasa prihatin dan ingin Elang berhenti. Sedangkan Elang mengartikan tatapan Ares sebagai kemarahan, kakaknya itu tak pernah marah padanya, tapi kenapa hanya gara-gara seorang yang tak berarti apa-apa bisa membuat kakaknya itu marah.

Jewel In The King's HeartWhere stories live. Discover now