15 : Jadilah Seperti Piano

451 53 6
                                    

Naya berjalan gontai menyusuri lorong GKS lantai 3 menuju ruang klub musik. Hari ini ia mulai berlatih untuk persiapan konser Ares. Harusnya ia merasa senang, tapi ternyata ada masalah yang membebaninya.

Apa aku mundur aja? Duh, ngapain juga sih kak Elang ngancam-ngancam bakal nyabut beasiswa? Naya mengacak-acak rambut panjangnya dengan kesal. Di tengah kekalutannya, tiba-tiba ia mendengar alunan piano yang berasal dari ruang musik tak jauh darinya.

Naya memelankan langkah dan menikmati denting piano yang dimainkan seseorang itu. Apa yang main piano itu kak Ares? benaknya bertanya-tanya. Ketika beberapa waktu kemudian sampai di depan ruang musik yang pintunya menjeblak terbuka, Naya merasa takjub. Dilihatnya Ares yang sedang duduk di bangku piano dan memainkan piano berkaki 3 itu. Meskipun Ares duduk memunggungginya, ia yakin bahwa jari-jari Ares menari dengan lincah di atas tuts piano.

Baru kali ini aku denger langsung seseorang yang main piano, permainan pianonya bener-bener indah, batin Naya.

Selama beberapa waktu, mata Naya masih terpaku pada Ares yang sedang bermain piano. Ia tidak tahu lagu apa yang sedang dimainkan cowok itu, namun, kelembutan nada yang dihasilkannya berhasil membuat Naya menutup mata dan merasa tenang, kekalutan yang tadi menderanya seakan lenyap. Mata Naya terbuka perlahan ketika permainan piano itu terhenti dan ia melihat Ares yang tersenyum memandangnya. Naya terhenyak, ia merasa malu.

"Masuk aja, Nay!" Ares melambaikan tangannya dan praktis membuat Naya menurut. Naya mengedarkan pandangan ke ruang musik yang luas itu. Dindingnya berlapis peredam suara dan banyak alat-alat musik yang diletakkan dengan rapi, ada gitar, biola, cello, seruling. Di sudut ruangan Naya juga melihat sebuah almari kaca berisi piala-piala.

"Duduk aja di sini." Kata-kata Ares menyadarkan kekaguman Naya terhadap ruang musik yang baru pertama kali ia masuki. Naya melihat Ares yang duduk bergeser dan menepuk dudukan bangku piano di sampingnya, Naya tampak terkejut, Duduk di samping kak Ares? Sebangku berdua? Serius, nih? ujarnya dalam hati. Jantungnya bertalu-talu, berdetak cepat seperti pintu yang digedor-gedor, Naya menelan ludah dan menurut. Karena bangku piano pendek, mereka duduk sangat dekat, Naya tidak berani menatap Ares karena ia yakin kini pipinya sudah memerah. Tenang, Nay. Tenang.

"Apa kamu suka lagu yang kumainkan barusan?" tanya Ares tiba-tiba.

Naya menghela napas panjang dan memberanikan diri menatap Ares. Ia mengangguk, "Bagus banget, Kak. Menenangkan."

"Lagu itu tadi sebenarnya prelude, lagu pendek yang dibuat untuk mengawali nyanyian atau musik yang sebenarnya. Prelude Invention nomor lima belas karya Johann Sebastian Bach. Tadi kumainkan dengan tempo agak lambat."

Naya manggut-manggut skeptis, Wow, selera musiknya tinggi banget, aku nggak ngerti, batinnya.

"Jadi, tadi nggak nyasar, kan?"

Naya menggeleng, "Kan udah Kakak kasih tahu lewat WA."

Ares mengangguk pelan, "Oke, kita akan sering latihan di sini. Untuk sementara, kita berlatih berdua. Kalau nanti kamu udah menguasai lagunya, baru nanti latihan sama tim orkestra."

Naya menggaruk kepalanya yang tidak gatal, "Tapi aku nggak pernah nyanyi diiringi orkestra semacam itu, Kak. Aku nggak pernah nyanyi seperti di opera."

Ares tertawa, "Jangan bayangin yang sulit, nyanyi biasa saja, cuma nanti iringan musiknya lebih klasik. Lagipula, karena ini konser amal panti asuhan anak-anak, lagu-lagu yang harus kamu nyanyikan adalah soundtrack film animasi Disney." Ares mengeluarkan sebuah kertas dari sakunya, "Ini daftarnya, ada empat lagu."

Jewel In The King's HeartDonde viven las historias. Descúbrelo ahora