7 : Pertandingan Sepak Bola

546 69 11
                                    

Ponsel milik Naya bergetar setelah bel istirahat kedua tak lama berbunyi. Ia membuka pesan whatsapp dari seseorang. Nomor yang tidak terdaftar di kontak Naya, namun ia tahu siapa yang sudah mengiriminya pesan ini.

+6281xxxxxx : Pulang sekolah nanti. Lapangan sepak bola.

Pesan yang singkat tapi bagi Naya adalah pesan penuh ancaman. Jika ia tidak menurutinya, habislah sudah kesempatannya untuk menimba ilmu di sekolah ini.

"Okelah, peperangan udah dimulai. Aku akan menurutinya," gumamnya.

"Nay?" Dini menepuk pundak Naya. "Kamu nggak papa?"

Naya menggeleng, "Nggak, Din. Gimana bisa aku baik-baik aja? Rasanya aku pengen membanting sesuatu. Kalau aja dia bukan orang yang berpengaruh di sini, aku nggak akan sudi menurutinya. Dari kemarin, aku nggak bisa menghindari tatapan murid-murid lain, seakan mulai sekarang aku akan jadi tontonan mereka."

Dini dan Eli sejenak saling berpandangan, "Sabar ya, Nay. Semoga aja cepet berakhir. Jangan pikirin tentang pandangan orang-orang ke kamu," kata Eli.

Naya mengangguk, "Aku tahu. Aku nggak punya pilihan lain sekarang. Demi bisa sekolah di sini, aku harus menyelesaikan urusanku sama dia. Setelah nanti dia puas, aku akan bebas."

Sejenak suasana hening. Dini dan Eli tidak tahu lagi bagaimana menghibur Naya.

"Oh, iya. Nanti sepulang sekolah kamu pulang duluan aja ya, Din. Si pangeran manja itu akan memulai perang."

Dini merasa khawatir, "Yakin nggak mau kutungguin aja, Nay?"

Naya menggeleng, "Tenang aja."

"Oke. Kamu hati-hati, ya."

Naya tersenyum dan mengangguk.

----##-----

Naya menunggu Elang di bangku penonton yang terletak di tepi lapangan. Lapangan sepak bola yang terletak di belakang gedung kelas X itu masih sepi. Lapangan sepak bola cukup luas dan terdapat bangku penonton di pinggir lapangan. Lapangan itu juga sering digunakan siswa bermain kasti ketika pelajaran olahraga. Sekilas, ia memandang pohon di dekat sudut lapangan dan mengingat pertemuan pertamanya dengan Elang.

"Cih, nyebelin banget! Andai aja waktu itu aku nggak ketemu sama dia," keluh Naya.

"Sama siapa?" suara Elang tiba-tiba mengagetkan Naya. Naya tak sadar bahwa Elang, Bimo, dan Adit sudah berdiri di sampingnya. Ketiga cowok itu memakai jersey klub sepak bola berwarna putih dan memandangnya dengan aneh.

"Eng... bukan sapa-sapa." Naya tergagap.

Alis tebal Elang bertautan, "Terserahlah! Bentar lagi kita ada pertandingan persahabatan dengan klub dari Dymitri High School." Elang mengacak isi tasnya kemudian menyerahkan beberapa lembar uang kepada Naya. "Beli tiga minuman dingin dan roti, sana!"

Naya menerima uang itu dan mengangguk dengan malas. Ia beranjak.

"Dan kamu nggak boleh pulang sampai aku ijinkan. Awas kalau kau melanggar!" ancam Elang.

Mendengar itu, Naya mendesah keras. "Yaaa..." jawab Naya sekenanya, lalu mempercepat langkahnya menuju kantin.

Adit memperhatikan Naya sampai cewek itu menjauh, "Jadi, dia cewek yang udah membuatmu nggak bisa kabur hari itu?" tanyanya.

"Ya, semua karena dia."

"Tapi, kalau dilihat-lihat cantik juga. Dia punya lesung pipi yang manis," ujar Bimo. Mendengar itu, Elang melempar handuk yang dibawanya ke wajah Bimo.

Jewel In The King's HeartWhere stories live. Discover now