-3-

5.4K 894 41
                                    

Maaf untuk keadaan saat ini

.
Bangun dalam kondisi menyedihkan sudah biasa, mungkin dulu ia akan berteriak atau mencari Wira dan memaki pria itu namun berakhir nihil karena suaminya tidak akan menanggapi. Tangisnya saat itu tak dihiraukan karena itu, pagi cerah ini ketika Ria sadar tidak memanggil siapapun bangkit sendiri dengan tungkai kakinya melangkah ke dapur.

Jam di dinding menyatakan Wira Masih berada di kamar, mencuci muka di kamar mandi belakang menjadi pilihannya. Membuka pansel sebelum menyiapkan sarapan Ria membaca beberapa pesan masuk.

Sarapan pagi ini sebuah omelet dengan sepotong roti panggang, perutnya harus terisi karena dia butuh tenaga dan harus hidup kuat demi masa depannya juga anak-anak. Jika dulu ada sandaran, sekarang semuanya harus dilakukan sendiri seseorang yang seharusnya berdiri di samping mensupport kini punya alasan untuk wanita lain.

"Sam memblokir nomorku."

Ria tidak membenarkan sikap putranya dan dia tidak akan membela Sam di depan Wira.

"Apa yang membuatnya seperti itu?"

Menoleh sekali karena penasaran, harum parfum begitu menguar. Setelan santai di hari sibuk?

"Dia membawa hasil dari luar negeri?" sinis dengan raut tajam sorot Wira mengarah pada Ria. "Kamu yang memilih pendidikan mereka, lihat apa sekarang."

Jadi anak-anak harus sekolah di sini dan melihat kelakuan papanya setiap hari?

"Sam anak pertama, kalau bukan dia aku tidak bisa percaya pada Cakra."

Ria tidak tergiur lagi pada apapun yang dimiliki Wira, untuk anak-anaknya dia bisa membangun perusahaan sendiri sedikitpun tidak berharap pada pria itu. Terserah apa kata wali anak-anak, yang perlu dilakukannya adalah mempersiapkan segalanya sebelum kemungkinan terburuk.

"Aku akan segera membuat keputusan."

Alih-alih menanggapi soal itu Ria bertanya kegiatan Wira, satu hal yang sudah lama tidak diperhatikannya.

"Akhir-akhir ini pekerjaan Mas banyak?" bertanya tanpa menatap orangnya langsung karena Wira tidak akan suka jika Ria membalas tatapannya.

Berbeda seperti dulu. Ah, lupakan. Masa itu tidak patut dikenang karena Wira telah menjadikan rumah tangga mereka neraka untuknya.

"Ada perjalanan khusus." Wira enggan menjawab, ia tidak perlu mengatakan apa saja kesibukannya pada Ria.

Ria sudah mendengar jawabannya. Perjalanan khusus artinya beberapa hari ke depan ponselnya tidak aktif. Ria tidak mempermasalahkan karena mereka tidak pernah berkomunikasi lewat telepon.

Keluar dari rumah Wira tidak berpamitan, itu hal biasa bagi mereka akhir-akhir ini.

******

"Kenapa tidak bersama Wira?"

"Aku tidak bisa menghubunginya." Ria tidak bisa mengatakan perjalanan yang dilakukan Wira, bagaimana jika tidak ada jadwal perjalanan seperti yang dikatakan Wira?

Ibu mertuanya menyuruh seorang wanita yang diketahui Ria sebagai asistennya untuk menghubungi Wira.

Jika benar dia berangkat pagi tadi mungkin sekarang masih di pesawat dan tebakan Ria benar, asisten ibu mertua mengatakan nomor telepon Wira tidak aktif dan pria itu tidak berada di kantor.

"Ibu juga sudah mengirimkan pesan untuknya, kamu tidak tahu di mana dia?"

Ria menggeleng.

"Memanggil kalian ke sini karena ada hal penting yang ingin Ibu bicarakan."

Tidak jadi sebuah masalah jika ibu tidak akan mengatakannya, sesuatu yang bersinggungan dengan Wira tidak lagi menarik perhatian.

"Telepon Brata, minta tolong lacak keberadaan Wira." titah ibu mertua dilaksanakan asistennya.

"Ibu dengar Sam pulang, kenapa tidak datang menyapa?"

"Karena satu hal, Sam hanya tinggal beberapa hari. Tadi malam dia kembali ke sana."

"Dia pasti belajar dengan tekun, Cakra?"

"Sama."

Ria tidak ingin membuat mertuanya curiga pada rumah tangga mereka.

Asisten ibu mertua kembali dan membisikkan sesuatu, Ria melihat dengan tenang perubahan raut wajah ibu suaminya.

"Wira membeli hotel?"

Ria tidak tahu dan tidak terkejut. Apa yang kulakukan sekarang bukan lagi urusanmu. "Aku tidak tahu."

"Bagaimana bisa kau tidak tahu?" ibu terlihat marah. "Terakhir kali dia berada di hotel Grandpuri, dan baru saja Ibu mendapatkan kabar dia telah membeli hotel tersebut."

Mungkin dia membeli untuk wanita itu, Ria tidak berhak marah. "Maaf."

"Hubungi Wira! Suruh dia kembali secepatnya, aku tidak tahu dia melakukan perjalanan jauh."

Kemarahan itu tidak hanya tertuju pada Wira mungkin saja Ria akan kena imbasnya.

Diamku Di Atas DustamuDove le storie prendono vita. Scoprilo ora