-21-

5.7K 565 24
                                    

Tidak tahu pada siapa harus bertanya pukul berapa sekarang, saat Wira bangun ia menemukan dirinya di ruangan yang sama namun tidak lagi dengan keadaan seperti tadi. Kira-kira berapa lama ia pingsan?

Lupakan, Wira bangkit melihat ke sekeliling, hanya keramik seperti beberapa saat lalu, terus ke mana makam tadi? Perutnya kembali bergejolak, ia tidak ingin muntah lagi di saat perutnya lapar apa yang akan dimuntahkan, ususnya? Mengerikan.

Pintu ruangan itu terbuka ketika Wira melihatnya segera ia keluar dari sana, niatnya melihat cerahnya langit sia-sia. Sedikitnya Wira sadar, berada di sini untuk menjalani hukuman jadi tidak ada celah untuk membuat rencana.

Nampan yang sama dengan menu yang berbeda juga diletakkan di meja depan kamarnya. Ketika mendekat, Wira melihat isi nampan tersebut. Tidak ada nasi, dan ia tidak tahu olahan apa dalam mangkuk tersebut. Ketika akan menyentuh ingatannya kembali pada menu kemarin, setelah memberinya makan mereka akan memuntahkan kembali? Tapi Wira lapar.

Matanya memerah, bagaimana kalau kali ini ada racun?

Sup yang pertama kali dicicipi olehnya sebelum menelan dengan cepat ia meludah karena luar biasa asin. Wira meraba gelas berisi air tapi saat menyentuh tenggorokan terasa menyakitkan ia seperti meminum air laut. Air matanya menitik, satu-satunya harapan mungkin es krim dalam cup mungil, dengan ujung sendok Wira mencolek dan ie melempar cup tersebut ke dinding selanjutnya nampan itu juga dibanting ke lantai.

Apa yang bisa dimakan kalau seperti ini, lambungnya sudah perih jangankan nasi sedikit air pun tidak diminumnya.

"Bagaimana, aku rasa kamu tidak menikmati makan siangmu."

Suara ini berbeda.

"Aku tidak perlu meminta maaf karena bukan aku yang memasaknya."

"Ria!" seperti ada harapan baru, Wira tahu itu suara istrinya ia amat mengenali suara itu. "Kamu datang untuk melihatku?" ini menyakitkan Wira ingin memberitahu Ria.

"Ini bukan sebagai bentuk kepedulian, tapi aku belum sempat mengucapkan selamat."

Wira berteriak lagi memanggil istrinya. "Katakan, selain pengasingan ini apa yang harus kulakukan?" pria itu tidak tahu jika Ria sama sekali tidak ada di sana, Wira juga tidak tahu jika ini adalah rekaman suara Ria.

"Tidak ada yang bisa memastikan bisa atau tidak kamu keluar dari sini. Semua tergantung padamu."

Apakah Ria sedang memberikan semangat pada pria itu, yang jelas Wira tidak menangkapnya.

"Aku tahu kamu tidak pernah mengkhawatirkanku atau anak-anak, jadi kami juga tidak akan membuang waktu untuk memikirkan keadaanmu."

Wira tertegun. Kapan terakhir kali ia memikirkan wanita itu, sayang dalam keadaan perut lapar dia tidak bisa berpikir.

"Aku----"

"Dia sudah selesai."

Suara itu telah berganti, kini suara yang mulai biasa didengarnya. 

"Selamat tinggal, harusnya kamu mengucapkan dua kata itu." 

Wira berlutut bukan untuk memohon tapi menangisi nasibnya. Banyak hal yang ingin dikatakannya pada Ria selama dia di sini, Ria harus mendengarkannya.

Diamku Di Atas DustamuWhere stories live. Discover now