Cakra - 2

1.8K 308 22
                                    

Jangan lupa voment
Lagi butuh support kaliann🥺

Cakra tidak meminta Zuby menunggu dirinya siap sekarang pria itu mengajaknya berteman tanpa embel-embel teman tapi mesra, karena setiap hubungan lawan jenis itu jika melewati batas yang akan rugi adalah pihak wanita karena itu tidak mau terlihat seperti pria brengsek. Mungkin terdengar menyakitkan tapi ini lebih baik berkata jujur disaat orang lain salah paham pada kebaikannya.

Dia tidak bisa pura-pura tidak tahu pada perasaan Zuby, kakak iparnya sudah mengatakan kalau Zuby menyukainya, karena itu Cakra meminta mereka berteman saja. Menggantung perasaan anak gadis orang bukanlah sikap terpuji, jadi sudah cukup jelas jika memang gadis itu masih menyukainya berarti bukan salah adik Sam.

Cakra juga tidak berhak melarang Zubi data ke basecamp, dia tidak memutuskan silaturahmi dengan gadis itu jika memang berteman adalah pilihan terbaik apa salahnya?

Mengenai bisa atau tidaknya menempatkan diri itu tergantung pribadi masing-masing, Cakra tidak menjudge dari sikapnya itu sudah terlihat bahwa dia laki-laki yang tidak ingin mempermainkan wanita.

"Jadi kalau suka?" Imran salah satu laki-laki yang sudah berumah tangga melempar katanya padahal rekannya yang masih jomblo.

"Langsung tembak," jawab Kris.

"Kalau gue langsung lamar." Hendi tersenyum berarti karena ada seorang yang sudah mencuri hatinya di komunitas itu.

"Lo Cakra?"

"Maunya sih kenal dulu, tahu latar belakangnya setelah mantap baru di gas."

Keinginan semua laki-laki memang seperti itu inginnya proses yang normal, bertahap dan bersahaja tapi siapa yang tahu proses masa depan masing-masing orang perihal jodoh mulai dari mana mereka bertemu, orang seperti apa hingga bagaimana keluarganya itu masih menjadi misteri yang tidak akan terungkap sebelum dilewatinya.

"Iya, mengenal paling penting. Tidak sedikit pasangan suami istri yang ditimpa masalah kata tidak ingin tahu latar belakang, cukup wajah cantik dan sosok yang menarik. Padahal itu bukan patokan yang sebenarnya dalam berumah tangga."

Nasehat bijak dari Imran didengar oleh jombloan yang berada di komunitas itu, mungkin dari sekian banyak rekan-rekan yang ada di komunitas tersebut hanya Imran yang mengikutsertakan istri dalam kegiatan sehari-harinya padahal mereka sama-sama sibuk tapi bisa meluangkan waktu untuk tetap bersama. Pasangan yang bisa dijadikan panutan.

"Yang sering ke sini dengan rambut dikucir, itu pacarmu?"

Mendengar pertanyaan Kris, Cakra tersenyum. "Bukan, dia sepupu mba Nuha."

"Ouh." Kris tampak sumringah mendengar jawaban rekannya. "Karena gue jarang datang jadinya kurang tahu, tapi beneran bukan pacarmu?"

Cakra mengangguk.

"Cakra masih betah sendiri, nggak usah disinggung soal wanita. Cukup kawal dia agar tidak putar balik di tikungan."

Bukan hanya teman-temannya Cakra sendiri ikut tertawa mendengar perkataan Hendi, maksud terselubung dari kalimatnya yang terdengar lucu.

Sementara teman-temannya terus menggoda ada seseorang yang ingin dihubungi Cakra jarinya terus bergerak di layar ponsel tapi tiba-tiba berhenti di kontak yang diberi nama kakak ipar padahal bukan nomor itu yang ingin dicari.

Kontak yang diberi nama kakak ipar bukanlah Nuha melainkan mantan istri kakaknya, karena memang tidak merasa punya masalah Cakra tidak pernah menghapus nomor tersebut. Sepertinya sekarang dia perlu mengedit nama kontak tersebut.

Ex.

Oke, begitu saja. Lalu dia melewati nomor itu dan kembali mencari nomor yang ingin dihubunginya. Begitu panggilan tersambung Cakra menepi sejenak dari teman-temannya.

******

Sore itu Cakra pulang lebih awal karena salah satu rekannya tertabrak mobil dan masih berada di UGD, bisa dikatakan dia yang terlambat tahu karena baru membaca pesan di grup satu jam setelah kejadian.

Sudah ada yang bergerak ke rumah sakit untuk melihat keadaan juga mengurus kepentingan administrasi selama menunggu keluarga datang.

"Masih di ruang tindakan."

Cakra mengangguk, sudah ada Pijar dan beberapa teman yang lain.

"Kris sedang mengurus administrasi." Pijar juga sudah memberitahu bahwa orang tua Axel dihubungi.

"Apakah ada yang serius?"

"Sepertinya tulang kakinya patah."

Cakra meringis, Axel pasti sangat kesakitan.

"Kita juga harus menunggu orang tuanya datang, tidak apa-apa menginap sesekali di rumah sakit."

Cakra tidak keberatan begitu juga teman-teman yang lain, mereka akan mewakili rekan-rekan yang sudah menikah.

Karena ada Pijar yang menunggu di depan ruang tindakan Cakra akan keluar sebentar membeli beberapa kebutuhan mereka.

"Aku bisa pulang sekarang."

Cakra mengenal suara itu.

"Kondisi anda belum stabil, kami juga sedang mempersiapkan ruang rawat jadi mohon menunggu."

"Tidak perlu."

Karena tidak ingin penasaran Cakra menyingkap tirai yang masih tertutup ingin melihat benarkah di balik tirai itu ada seseorang yang dikenalnya?

"Mba Jinan?"

Jinan hanya menoleh sekilas ke arahnya lalu kembali pada perawat yang setia berdiri di sampingnya sejak beberapa saat lalu. Sepertinya wanita itu tidak begitu peduli pada keberadaan mantan adik iparnya.

"Kalau kamu keberatan melepaskan aku bisa mencabutnya sendiri."

Perawat kalah cepat dari Cakra, pria itu menahan lengan Jinan. "Bahaya kalau asal mencabut, bagaimana kalau banyak keluar darah?"

"Apa yang kamu lakukan?"

"Menahan tangan Mba, maaf." tapi Cakra tidak melepaskan cekalan tangannya dari lengan Jinan.

"Kalau boleh tahu apa yang terjadi?" Cakra tidak melihat adanya tanda luka.

Jinan tidak sakit keras jadi perawat tidak perlu memperlakukannya dengan istimewa.

"Beliau pingsan dan dibawa oleh seseorang ke sini, dari hasil pemeriksaan tensinya menurun sekarang kami sedang menunggu hasil lab lainnya."

"Aku tidak apa-apa, tolong percaya padaku," kata Jinan lagi pada perawat tersebut tanpa ada sedikitpun ada permohonan.

"Saya hanya perawat kalau memang anda ingin pulang akan saya panggilkan dokter yang menangani."

Lalu perawat itu pergi dari hadapan mereka.

"Temanku juga pernah mengalami hal yang sama, tensinya rendah dia juga penderita anemia. Karena sering mengabaikan penyakitnya itu, dia harus melakukan transfusi darah akhirnya jadi bolak-balik ke rumah sakit."

Jinan tidak menanggapi ia juga tidak penasaran kenapa mantan adik iparnya itu ada di rumah sakit.

"Lebih baik dengan saran perawat tadi, kita belum tahu sebelum hasil lab keluar."

Dan Jinan masih bungkam.

"Kalau boleh tahu apakah ini pertama kalinya Mba pingsan?"

"Eum."

"Saya dengar anda mau pulang?"

"Iya dok, saya sudah menghabiskan satu botol infus."

Dokter tidak ragu saat mengatakan, "Tapi anda harus menjalani perawatan intensif sekitar tiga sampai lima hari, lagi pula kita masih menunggu hasil lab."

Kalau tahu begini mending Jinan menghubungi sekretarisnya dari tadi.

"Baik dok, saya akan menjaganya."

Jinan terkejut mendengar pernyataan mantan adik iparnya, dia sendiri belum mengatakan apapun tapi Cakra sudah menanggapi ucapan dokter.

Aku di UGD, Mas di mana?

Seseorang sedang menunggu pesannya dibalas oleh Cakra.






Diamku Di Atas DustamuWhere stories live. Discover now