Cakra - 4

1.6K 328 18
                                    

 Mantan besan Ria dinyatakan hilang dan baru ditemukan tiga hari setelahnya dalam keadaan tidak bernyawa di sebuah mobil yang terparkir di sebuah area apartemen. Jenazah sudah dikafankan dan siap diberangkatkan ke mesjid terdekat untuk disholatkan. Terdengar kasak-kusuk dari pihak keluarga, cukup jelas bahkan masih bisa didengar saat menutup telinga.

Cakra datang sebagai pelayat tidak berani menegur mereka yang sedang berkembang anjing mengenai almarhumah, terlepas bagaimana kematian tragis mantan ibu mertua sang kakak sebagai sesama manusia mereka tidak berhak menghakimi apalagi membuat pernyataan sendiri.

Sejumlah polisi terlihat mengawal kediaman tersebut terdengar kabar bahwa sekarang petugas sedang mendalami motif pembunuhan yang menimpa ibu Jinan. 

"Lihatlah, di akhir hayatnya saja Jinan tidak pulang. Kebayang dong almarhumah memang sosok yang mengecewakan."

Lalu tanggapan lain bermunculan, Ria dan Wira juga Cakra hanya bisa diam mendengar ucapan tersebut.

"Menuruti hawa nafsu, padahal hanya punya anak satu doang setidaknya ketika meninggal ada dia di samping."

Mungkin hal wajar jika semua orang mempertanyakan ketidakhadiran Jinan karena yang meninggal adalah ibu kandungnya.

Kemudian suami pertama atau ayah Jinan tiba bersama istri keduanya untuk melihat almarhumah yang terakhir kalinya, mereka datang seperti tamu yang lain dan memilih duduk di deretan para tamu paling belakang. Karena tidak ingin menjadi pusat perhatian Wira dan Ria tidak menyapa laki-laki itu.

Apakah ini definisi akhir sebuah keluarga yang hancur lebur karena membiarkan ego masing-masing menang? Bahkan di akhir hayat tidak ada penghormatan terakhir hanya ada tatapan pilu dan sinis dari pelayat yang kebanyakan kerabat sendiri.

Tanpa mengabaikan proses semua kejadian bisa dijadikan pembelajaran bagi setiap orang, terutama bagi anak-anak muda yang sedang merencanakan pernikahan. Sebesar apapun masalah nanti jangan pernah lari tapi hadapi bersama dan cari jalan keluarnya.

******

Bisa dikatakan ini pertama kali Cakra peduli pada seseorang tanpa perasaan apapun. Dalam perjalanan pulang setelah melayat ia berpikir untuk menemui Jinan, dari pada mengabari via telepon akan lebih baik bertemu langsung.

Cakra sempat sangsi apakah tidak ada kerabat yang memberitahu wanita itu? Jenazah sudah dikebumikan tapi sosok Jinan tidak terlihat juga.

Berdiri di depan pintu apartemen Cakra menekan bel. Satu kali tidak ada respons, ia menekan yang kedua kalinya namun tetap sama. Saat tidak mendapatkan jawaban Cakra menghubungi Jinan dan ia baru tahu nomor wanita itu tidak bisa dihubungi.

Wanita itu tidak ada di tempat apakah Cakra harus mendatanginya ke kantor?

Cakra tampak bingung, atau dia harus menuruti saran Jaivan? Ia memutuskan mengikuti kata temannya tapi sekarang dia perlu memberitahu Jinan dulu musibah ini.

Baru saja berbalik matanya menangkap seseorang yang ditunggunya lima belas menit lalu.

"Ada apa?" tanya Jinan dengan tatapan dingin seperti biasa. 

"Boleh kita bicara di dalam?"

"Di sini saja." Jinan mulai memperlihatkan ketidaksukaannya pada mantan adik ipar. Jika beberapa hari yang lalu hanya kebetulan mereka bertemu lalu apakah salah kalau hari ini dia merasa Cakra datang dengan sengaja?

Dulu Cakra tidak pernah bicara dengan Jinan walaupun pernah tinggal di rumah yang sama sekedar sapa selamat pagi itu juga beberapa kali. Jadi Cakra tidak tahu keseluruhan sikap mantan kakak iparnya.

"Ada kabar buruk."

"Ouh." Jinan melanjutkan langkah hingga melewati posisi Cakra. "Ibuku?"

Cakra tertegun. "Kamu sudah tahu?"

"Pergilah." 

Sebelum wanita itu tenggelam di balik pintu Cakra segera mencegatnya. 

"Semua orang menanyakan ketidakhadiranmu."

Jinan tidak peduli, ia tidak merasa bahwa ini sebuah kabar duka. Menurut Jinan orang tuanya sudah lama mati, dia akan menganggap arwah jika kedua orang tua itu datang dan membuat masalah pada hidupnya.

Karena kenyataannya memang seperti itu. Mereka menghilang begitu saja dari hidupnya, pergi menyisakan kehancuran dan kehampaan jadi ketika mereka datang tidak pernah ada kabar bahagia kalau bukan masalah berarti tragedi. Jinan sudah kenyang dengan drama itu.

"Lepaskan."

"Aku tidak tahu ada masalah apa antara kamu dengan orang tuamu, tapi setidaknya berikan beliau penghormatan terakhir."

"Kamu sedang mengajariku?"

Dengan cepat Cakra menggeleng. "Aku tidak bermaksud seperti itu, hanya saja tampakkan dirimu di hari terakhirnya."

"Kamu sudah membuang waktuku."

Dalam hati Cakra bertanya, apakah kakaknya mengetahui hal besar yang pernah terjadi dalam hidup Jinan? Yang diketahui olehnya adalah Jinan tidak menyukai mama dan papanya, masa lalu seperti apa yang pernah menimpa wanita itu?

"Kamu tidak mau datang?" Jinan adalah anak semata wayang tapi yang hadir di pemakaman adalah kerabat bahkan ayah wanita itu tidak menunggu.

"Tidak."

Cakra mendengar jawaban tegas yang tidak bisa diganggu gugat tapi dia masih ingin berusaha agar Jinan mau datang setidaknya untuk terakhir kali.

"Datang saat semua orang sudah pulang. Katakan apa yang ingin kamu katakan di sana, berikan beliau penghormatan terakhir."

Cakra melepaskan cekalan tangan wanita itu, seumur hidup baru pertama kalinya melihat orang seperti itu. Bukan bibi atau tetangganya yang meninggal tapi wanita yang melahirkannya, apakah wajar respon seperti itu? Dia datang karena berpikir Jinan tidak tahu apa-apa, tapi lihatlah sekarang.

******

Cakra tidak ingin mengganggu keharmonisan dan kebahagiaan Sam dengan Nuha jadi dia akan menyimpan dan mencari tahu sendiri alasan Jinan bersikap seperti itu.

Ibu memberiku pilihan, kalau aku membawakan seorang lelaki maka aku tidak perlu menikah dengan pria pilihannya.

Cakra mematung membaca pesan dari Zuby. Ia pernah sangat menyukai gadis itu hingga tidak berani menyatakan perasaan karena takut akan terluka, dulu ingin mencari tahu diam-diam sikapnya tapi tidak pernah dilakukannya dan sekarang Cakra malah ingin mengetahui segala sesuatu tentang mantan kakak iparnya.

Zuby, gadis manis dan pemalu. Cakra sering menanyai gadis itu pada Nuha, setiap kali mendengar kabar tentangnya dia akan bahagia.

"Sudah jarang ke basecamp, sibuk di kantor?"

"Tidak, cuma ada satu hal yang sedang kulakukan." dan satu hal itu bila dikatakan pada orang lain mungkin mereka akan mengetahuinya gila. Bagaimana tidak, Cakra menyuruh seseorang mengikuti Jinan dan mencari tahu segala sesuatu tentang wanita itu.

Mungkin terdengar rendahan tapi dia merasa perlu mengetahui alasan dari semua sikap Jinan yang tidak masuk akal, bila diperlukan Cakra akan mendampingi sampai sikap wanita itu berubah. Dendam yang terlalu lama dipendam akan menjadi penyakit yang lama-lama akan menggerogoti tubuh dan kesadaran.

Harusnya dia memiliki teman dan tidak hidup sendiri seperti ini, dia butuh pendengar agar bisa meluahkan beban. 

Percayalah Cakra tidak melakukannya karena sebuah perasaan ini murni tentang nurani yang yang tidak bisa menolak sebuah pelajaran yang semestinya.

Kamu mengirimkan pesan padaku, apakah dengan kata lain aku laki-laki yang kamu maksud itu?

Jujur, ada ketidakrelaan melepaskan Zuby tapi Cakra tidak punya alasan menahan langkah gadis itu. Tidak ada janji manis ataupun bukti yang menyegerakan sebuah akad, Cakra belum memikirkan pernikahan.



Diamku Di Atas DustamuWhere stories live. Discover now