-16-

4.6K 693 110
                                    

Pengasingan bukan pilihan Wira, sudah ada bukti bahwa tidak ada yang bertahan jika sudah sampai ke tempat itu. Banyak kejadian selama melewati proses tersebut, sakitnya berkali-kali lipat, Wira tidak akan sanggup melewatinya karena itu dia kembali.

Terlambat atau tidak pria tersebut kini sedang bersujud di kaki wanita bergelar istri meminta maaf di hadapan orang tua mereka.

Tangis dalam permohonan tersebut tidak menyirat penyesalan atas perbuatannya melainkan ketakutan berada di pengasingan, namun Ria tidak berkutik tak menyambut maaf tak berarti itu.

"Putriku tidak menjawab."

Setelah ucapan papanya bisa dirasakan Ria rematan erat Wira di kedua betis, tahu pria itu tengah memohon tapi Ria tidak ingin bicara apapun.

"Mama Sam, kumohon." tangis ketakutan, harusnya pria itu lebih berani menghadapi hukuman atas kesalahannya.

"Aku salah, kumohon. Berikan aku kesempatan."

Ibu mertua tidak memohon karena waktunya sudah jauh terlewati, bertahun-tahun Wira mengkhianati menantunya.

"Ria," panggilan itu lembut terdengar di telinga orang-orang yang berada di ruangan itu tidak dengan Ria. Ia sedang berpikir kapan terakhir kali Wira menyebut namanya, tapi Ria tidak mengingatnya. Mungkin enam tahun yang lalu, entahlah.

Selama ini mereka tak lagi berbagi banyak hal layaknya suami-istri, perlahan nilai dalam rumah tangga mulai pudar tak ada lagi pondasi kuat semua disebabkan oleh Wira.

Mama Ria menangis antara kecewa, sakit hati dan sedih melihat rumah tangga putrinya. Anak dan menantunya saling mencintai, kenapa Wira berkhianat?

"Aku tidak tahu harus bicara apa." Ria melihat orang tuanya. "Jauh sebelum hari ini kami sudah membuat perjanjian, sampai mati aku akan hidup di atas perjanjian itu."

Tangan Wira yang tadi meremat kaki istrinya kini terhempas ke lantai, kalimat Ria yang diucapkan dengan tenang meruntuhkan semangat Wira. Dia tidak akan menyentuh dinginnya pengasingan karena tahu tidak akan bisa bertahan.

Perlahan kepala yang tadinya sempurna bersimpuh kini kembali tegak, mata memerah dengan raut putus asa ia menatap Ria. Tidak ada yang bisa membantunya sekarang kecuali wanita di hadapannya, tapi Wira tidak tahu seperti apa kata memohon itu.

"Bu," panggil Wira lirih. "Aku anak semata wayangmu."

"Lebih baik aku tidak punya anak." raut ibu juga tenang, tidak terhitung lagi nasehat yang diberikan pada putranya tapi berakhir seperti ini. Dulu ipar yang berulah kini anaknya sendiri. "Kurasa telah benar mendidikmu nyatanya tidak."

Wira bangun, kedua tangan di sisi tubuh tak terkepal sekali lagi melihat Ria yang sama sekali tidak memperhatikannya kemudian melihat ibu dan kedua mertuanya.

Ini detik terakhir kan? Baiklah, akan kurekam untuk terakhir kalinya.

Seseorang di sana, ia tidak meninggalkan apapun untuknya selain penderitaan. Karenanya kedua kaki Aundy terluka, tapi tidak ada lagi yang bisa dilakukan Wira. Ke manapun dia melangkah ibu akan menemukannya, kuasa telah dicabut hanya ada raga dan jiwa yang tersisa yang tak bisa menjamin keselamatannya sendiri.

******

Keputusan telah diambil tinggal menunggu waktu sebelum Wira diberangkatkan namun sebelum itu terjadi ada satu permintaan Ria.

Diamku Di Atas DustamuWhere stories live. Discover now