-6-

5K 808 33
                                    

Sebaris dusta

Baik Ria dan Wira tidak pernah membicarakan kehamilan yang diinginkan ibu. Wira yang menganggur di rumah sibuk menghubungi wanitanya dan Ria seperti biasa berangkat kerja pagi dan baru pulang sore kadang malam jika lagi sibuk-sibuknya.

Tidak membicarakan bukan berarti tidak berpikir, beda hal dengan Wira laki-laki itu tidak sedikitpun memikirkan permintaan ibunya.

"Kamu bisa mengadopsinya jika bukan beliau ibu mertuamu."

Ria mengatakan pada temanya bahwa dia ingin memiliki bayi tanpa harus berhubungan dengan pria manapun.

"Ke luar negeri saja."

"Kamu menyuruhku berzina."

"Tidak sekasar itu." Joana memberitahu idenya. "inseminasi dari pria lain."

"Lebih baik tidak."

"Nyatanya kamu tidak bisa menolak."

Ria membenarkan.

"Akali suamimu."

"Jangan sebut namanya." cukup Sam dan Cakra benih yang berasal darinya. "Semoga anak-anakku tidak sebrengsek dia."

"Tidak ada cara lain." Joana menghubungi seseorang setelah itu memberikan kartu nama pada rekannya.

"Dia bisa membantumu."

Satu-satunya yang bisa dilakukan Ria adalah mengulur waktu selama memikirkan keputusan yang baik. Ini menyangkut sebuah nyawa, mengandung dan melahirkan memang bukan hal sulit tapi dalam keadaan seperti ini Ria yakin ia akan kesulitan berkali lipat.

Ini bukan mauku, kenapa harus mengabulkannya?

Ria hanya bisa mengandalkan dirinya, mendengar pendapat atau saran orang lain malah mengacaukan pikirannya meski begitu dia menerima kartu nama dari rekannya.

Kini suami istri itu telah berpisah kamar, Wira yang paling berbahagia atas pilihan Ria.

Hari-hari telah terlewati mendekati akhir pekan Ria diburu waktu bersamaan dengan pekerjaannya keinginan ibu mertua juga menyita fokusnya.

Dia tidak bisa hamil bagaimana kalau menyuruh Wira menghamili wanita itu?

"Semudah itu pikiranmu?"

"Dia bukan wanita suci apa yang membuat Mas marah?"

Wira memperingati Ria. "Kenapa tidak kamu saja?"

Apa? "Cukup Sam dan Cakra yang terlahir dari benihmu."

Bisa dibayangkan Ria jika dia mengandung anak laki-laki itu lagi, tidak sama seperti mengandung Sam dan Cakra karena sekarang tidak ada lagi cinta apalagi belas kasih dari Wira.

"Kamu tidak menyesal dengan kehadiran mereka."

"Aku pernah salah memilih dan tidak akan terulang lagi."

Secara tidak langsung dia mengatakan menyesal menikah dengannya? Sedikitpun Wira tidak tersinggung. Andaikan bisa dia akan menceraikannya.

Tidak pernah lagi bicara sekarang karena ibu menginginkan cucu perempuan mereka terlibat obrolan dingin.

Bahkan pembicaraan ini tidak menemukan solusi, bisa dikatakan hanya Ria yang berpikir keras.

"Kita semua tahu akan sia-sia." cukup, bicara atau tidak dengan sebesar apapun masalah, akan sia-sia.

Ria pernah berjuang sekarang maunya Wira seperti ini apa yang bisa dilakukannya? Hengkang sama saja menggali kuburnya sendiri.

Tidak ada jalan keluar, Ria akan menemui ibu mertua dan mengatakan kemungkinan buruk bila ibu memaksakan kehendak, Ria tidak akan membeberkan kesakitan karena putra wanita itu.

"Jangan coba menghasut ibu."

Pikiran yang licik, kalaupun harus bicara dengan ibu maka Ria tidak akan datang sendiri.

"Kamu tidak buta dengan maksud ibu kan?"

Tentu tidak, karena itu Ria tidak ingin mempermainkan sebuah nyawa.

"Kecuali kalau memang kamu tidak bisa mengalah."

Dan Ria juga tahu maksud kata mengalah yang dikatakan Wira. Posisi yang sulit bagi keduanya tapi Wira egois ingin Ria saja yang mengambil keputusan berbahaya. Ria tidak akan bodoh, dia punya alasan hidup dengan sehat dan panjang umur ada dua anak lelakinya yang masih ingin dilihatnya berbeda dengan Wira di kepalanya hanya saja wanita iblis itu.

******

"Berapa pekan lagi?"

"Kami sudah berusaha." Wira yang menjawab. "Mungkin karena usianya sudah tua, sulit untuk hamil lagi."

Ria duduk dengan tenang, memberikan kesempatan pada Wira seperti permintaan pria tersebut.

"Jadi inginnya kamu wanita itu?" ibu menatap sinis putranya. "Dia hidup dengan seorang ayah. Kamu ingin aku menyingkirkan salah satu dari mereka?"

"Ibu!"

"Jaga sikapmu Wira!" ibu tidak menerima bentakan atau kemarahan dari siapapun.

"Kamu sudah kehilangan jabatanmu, pilih sekarang. Hidup layak atau jadi budak istrimu?"

Wira tidak akan menjadi budak Ria, dia anak kandung di sini kenapa ibu tidak melihat sisi lain putranya?

"Aku akan meninggalkannya." berat dan dalam keadaan marah saat mengatakannya.

Dan Ria kembali mendengar dusta untuk kesekian kalinya dari bibir sang suami.

Diamku Di Atas DustamuWhere stories live. Discover now