#24 That's What Family's for

452 21 1
                                    

Hari demi hari telah terlewati, rasanya cepat berlalu begitu saja. Hubungan antara Rony dan Salma pun masih baik, semakin baik. Komunikasi diantara keduanya sudah sangat intens, seperti orang pacaran tapi sebenarnya tidak ada apa-apa diantara keduanya. Mereka hanya berteman, nyaman satu sama lain, memendam rasa satu sama lain, namun ego keduanya terlalu tinggi hingga mengalahkan segalanya. Hingga saat ini tidak ada yang mengawali pembicaraan mengenai hubungan mereka, terlanjur nyaman tapi terjebak dalam kata teman.

Sudah beberapa bulan ini Rony hampir 2 minggu sekali datang ke Bandung. Selain karena bertemu orang tuanya adalah karena ingin bertemu seseorang yang akhir-akhir ini selalu ada di pikirannya dan membuatnya rindu, siapa lagi kalau bukan Salma. Orang tua Rony pun heran dengan kelakuan anak sulungnya saat ini, mereka senang Rony menjadi lebih sering pulang tapi tidak biasanya. Sebelumnya, Rony pulang mungkin 1 bulan sekali atau mungkin lebih, sampai-sampai kadang mama nya harus merengek memintanya pulang ke rumah walau hanya sebentar. Bukan karena tidak mau pulang, tapi karena kesibukannya yang seringkali membuat ia lupa bahwa prioritas utamanya adalah keluarga.

Malam ini Rony sudah ada di Bandung, seperti biasa hari Jum’at menjadi hari kepulangannya. Saat ini ia sedang berkumpul bersama keluarganya, menikmati cemilan sembari menonton film bersama. “Abang punya pacar ya?” tanya Diva tiba-tiba membuat Rony yang sedang asik mengunyah cemilannya langsung tersedak.

“Ehmm pelan-pelang bang, minum dulu.” Mamanya dengan sigap langsung memberi Rony minum dan menepuk-nepuk pundaknya pelan.

“Kok kaya yang kaget pas adek bilang gitu. Kenapa bang?” Papanya penasaran.

“Gapapa pah, engga kok biasa aja.” Rony sedikit bingung harus menjawab apa.

“Kok ga dijawab bang? Kenalin dong, aku kan pengen main sama calon kakak ipar.” Diva masih menunggu jawaban kakaknya. Semua mata di ruangan ini tertuju pada Rony, seperti sedang menunggu jawaban.

“Apa sih dek kejauhan deh, doain aja lah ya.” jawab Rony, bingung harus berterus terang apa tidak.

“Cerita dong, biasanya juga abang kan suka cerita sama kita.” pinta Mama nya. Iya, keluarga Rony memang seterbuka itu. Mereka seringkali berbagi cerita satu sama lain tanpa rasa takut tidak didengar atau akan dihakimi. Dari dulu prinsip orang tua Rony memang seperti ini, menjadikan komunikasi diantara mereka yang utama. Terutama dengan anak-anaknya, bisa memposisikan diri mereka sebagai teman.

Jika mamanya sudah bicara seperti itu, Rony menyerah. Ia akhirnya memutuskan untuk menceritakan semuanya. “Okey aku cerita. Abang ga punya pacar, tapi emang lagi deket aja sama seseorang. Dia orang Bandung, awal ketemu kita juga ga sengaja. Orangnya baik, cantik, banyak hal di dirinya yang buat aku kagum sama dia. Namanya Salma.”

“Wah mah pah bener kan adek bilang, kalo abang sering pulang ke Bandung sekarang tuh bukan karena kita, tapi karena pengen ketemu Kak Salma.” respon Diva mendengar cerita kakaknya.

“Nama yang cantik, mama jadi penasaran perempuan mana yang bisa bikin abang buka hati lagi. Mama seneng dengernya.”

 Iya, mama nya tau Rony sudah tidak menjalin hubungan dengan siapapun sejak 4 tahun lalu. Masa itu menjadi masa yang kelam untuk Rony, ia melihat sendiri mantan kekasihnya berselingkuh dengan orang yang Rony kenal. Kekecewaan berlapis yang ia rasakan saat itu. Karena kejadian itu, ia tidak lagi mementingkan urusan hatinya dan lebih memilih lari dengan menyibukkan dirinya untuk mewujudkan impiannya. Hingga akhirnya impian yang ia perjuangkan menjadi kenyataan, label rekaman, labelnya sendiri.

“Terus udah kenal berapa lama bang? Kok kalian ga pacaran?” Papanya penasaran.

Rony sedikit menunduk lalu menoleh ke arah papahnya, “Mulai deket tuh pas Abang pulang dari Bali. Nah itu, abang sebenernya udah mulai kode kalo suka sama Salma. Tapi dia pernah bilang gamau pacaran, dia juga bilang ga pernah pacaran. Abang ga nanya lebih lanjut karena itu mungkin bagian dari privasinya, dan abang ga ada hak untuk itu. Kemungkinan juga Salma suka sama abang, tapi belum tau pasti, masih ragu.”

“Hmm, jadi oleh-oleh yang banyak waktu itu minta dipisahin buat Kak Salma?” tanya Diva.

Rony tersenyum, “Iya, masih inget aja kamu.” jawabnya.

“Wah berarti udah 5 bulan dong, lama juga bang. Kasian Kak Salma kesannya digantungin gini. Aku juga perempuan, jadi aku tau rasanya gimana. Walaupun Kak Salma gamau pacaran tapi pasti di hati kecilnya ia penasaran kalo abang deketin dia tuh buat serius atau cuma main-main aja. Dia butuh kepastian dari abang. Kalo abang serius bilang bang, jangan buang waktu Kak Salma buat hal yang ga pasti gini. Kalau aku jadi Kak Salma sih gamau ya.” jawab Diva. Meskipun ia adiknya Rony, tapi kadang pikirannya lebih dewasa dari kakaknya. Memang benar adanya kedewasaan seseorang tidak dilihat dari umurnya, tetapi dari caranya menyikapi sesuatu.

Mata Rony memandang lurus ke depan, menyimak apa yang adiknya utarakan barusan membuat pikirannya ikut melayang. Semua yang dikatakan adiknya itu benar.

“Apa yang adek bilang itu bener bang. Kalo kamu tadi bilang ragu sama perasaan Salma ke kamu, coba sekarang mama tanya, kita balik sekarang, gimana perasaan kamu ke Salma? Yakinin dulu perasaan kamu, pastiin kalo ini bukan cuma perasaan suka karena kagum semata. Apa kamu emang sayang dan cinta sama dia, apa kamu gamau kehilangan dia, apa kamu mau buat selalu ada untuk ngelindungin dia, dan apa kamu mau kalo kamu jadi “rumah” buat Salma? Coba pikirin itu semua dulu, kalo abang udah yakin sama keputusan yang nanti bakal abang buat, mama pasti dukung kalo itu baik. Abang udah dewasa, mama percaya pasti abang tau yang terbaik untuk abang sendiri.” Mamanya memberikan pandangannya, membuat Rony semakin berpikir tentang semuanya.

“Papah setuju sama apa yang mama dan adek bilang. Sebagai laki-laki kamu harus bisa tegas dengan pilihanmu sendiri. Kalau memang kamu sudah yakin dan berniat serius dengan Salma, teruskan. Tapi kalau tidak, lebih baik cukup sampai di sini. Kalau diantara kalian tidak ada yang memulai, mau sampai kapan? Papah ga bilang karena kamu laki-laki jadi harus kamu yang mulai duluan. Tapi, apa salahnya memulai kan? Apalagi ini nantinya akan jadi sesuatu yang baik buat kamu.” Papahnya ikut memberikan pandangannya.

Rony mengangguk paham, menatap satu persatu orang yang sangat ia cintai di dunia ini. “Makasih ya semuanya, Ony beruntung punya kalian di dunia ini. Semua nasehatnya bakalan aku pikirin baik-baik.” Semuanya mengangguk, tersenyum lebar.

Diva bangkit dari duduknya, “That's What Family's for.” Ucapnya lalu merangkul ketiganya, tak lama lalu melepasnya, yang dirangkul pun tersenyum. Suasana yang hangat tercipta diantara mereka.

“Oh iya pah mah, karena papa mama udah tau tentang Salma jadi abang besok mau izin ke Jakarta lagi, tapi sama Salma. Abang inget pernah janji buat bawa dia ke kantor, dia pengen liat label abang katanya.” Rony meminta izin kedua orang tuanya.

Papah mamah nya mengangguk, “Iya hati-hati ya, dijaga Salma nya, itu anak orang jangan sampe lecet bang.” ucap papahnya. “Besok perginya hati-hati ya. Kapan-kapan boleh ya bang ajak Salma ke sini. Mama pengen ketemu.” Mamanya menambahkan. “Iyaaa, Diva jugaa.” Adiknya ikut menimpali. Rony tersenyum mendengar respon positif dari semuanya. Ia bersyukur bisa berada di keluarga ini. Mereka kembali melanjutkan aktivitas menontonnya yang sempat tertunda karena sesi deep talk dadakan.

SwastamitaWhere stories live. Discover now