I Don't Get It! [Gakupo x Luka]

969 66 90
                                    

"Baik. Jadi berdasarkan hasil suara terbanyak, yang menjadi ketua kelas 3-2 tahun ini adalah ..." Sensei mengambil jeda sejenak. Beliau melirik kearah gadis berambut salmon itu. Tersenyum.

"Megurine Luka. Selamat," lanjutnya. Luka hanya membalas senyum hangat dari wali kelasnya tersebut.

KRIIIING!

Bel sekolah berbunyi nyaring, pertanda waktu sudah memasuki jam istirahat.

Sensei melirik jam tangannya. "Ah, ya. Sudah waktunya istirahat," beliau menatap Luka. "Megurine, tolong kau tentukan struktur organisasi kelas bersama anak-anak yang lain," ucapnya, lalu pandangannya mengedar ke seluruh kelas. "Itu saja untuk pertemuan pertama kita. Saya cukupkan, selamat siang."

"Berdiri! Beri hormat! Terima kasih, Sensei," ucap Luka, diikuti murid yang lain.

Setelah sang guru keluar dari ruangan, Luka langsung merebahkan tubuhnya ke kursi. Gadis itu sedikit tersentak saat ada yang menepuk bahunya dari belakang.

"Selamat ya, Luka. Ketua kelas lagi, nih? Tiga tahun di sekolah ini kepilih terus jadi ketua, nggak bosen?" canda teman tiga tahunnya di SMA itu, Rin, yang kini mengambil duduk pada bangku di sampingnya.

"Hmph, aku dipilih bukan kemauanku juga!" sahut Luka, terkesan agak gusar.

"Makanya, jadi murid jangan teladan. Nih, contoh kita berdua," ucap Gumi yang tiba-tiba datang langsung merangkul Rin. Kedua gadis itu saling tatap sejenak, lalu tertawa.

Dasar aneh, batin Luka.

[]

Menjadi ketua kelas memang bukan hal yang buruk. Justru menambah nilai tersendiri di mata para guru. Namun bukan juga hal yang bisa dikatakan mudah, apalagi menyenangkan. Luka sendiri yang merasakannya selama tiga tahun ini.

Selama tiga tahun!

Masa-masa indah SMA-nya seakan direnggut oleh kewajiban menjadi ketua kelas. Bukan hanya mengatur para makhluk kelas saja, menjadi ketua kelas tak ubahnya menjadi suruhan guru.

Seperti saat ini. Sepulang sekolah, Luka diminta guru Biologinya untuk mengembalikan buku-buku paket ke perpustakaan.

Mau tak mau, Luka harus menurut, demi menjaga image 'murid teladan'-nya di depan guru. Meskipun sebenarnya, punggungnya sudah sangat ingin rebahan di kasur di kamarnya yang empuk.

Jadilah Luka dengan setumpuk buku di tangan melangkah ke arah perpustakaan yang letaknya di ujung denah sekolah.

Pintu perpustakaan terbuka. Luka celingak-celinguk. Karena jam pulang sudah lama berbunyi, perpustakaan juga sudah sepi. Buru-buru Luka melangkah masuk.

"Luka?"

Mendengar namanya dipanggil, gadis bermanik biru itu menoleh.

"Akita-san?" balasnya. "Kamu yang jaga perpus hari ini?"

Gadis yang dipanggil Akita itu mengangguk. Mendadak, dia melemparkan benda kecil kearah Luka, membuatnya gelalapan, berusaha menangkap benda yang rupanya kunci itu.

"Aku sudah mau pulang. Megurine-san mau agak lama kan di sini? Kalau begitu, tolong sekalian bereskan tempat ini, ya. Oh iya, jangan lupa kunci pintunya sebelum pergi. Oke? Terima kasih!"

Mengucap rentetan kata dengan sebegitu cepat, gadis berambut pirang itu pun pergi sebelum Luka sempat mengiyakan permintaannya.

Luka menghembuskan napas kasar. "Ada-ada saja!"

Tetap saja, Luka mulai menata buku Biologi yang dia bawa di rak buku sesuai posisinya. Cukup susah, karena letak buku-buku IPA kelas tiga berada pada deretan atas. Setelah semua buku tersusun rapi, Luka pun melirik ke arah meja baca.

Vocaloid ーoneshoot collectionWhere stories live. Discover now