Beneath the Rain [Len x Rin]

700 47 30
                                    

Rin melangkah lesu keluar kelasnya yang mulai sepi. Bel pulang sekolah sudah berbunyi sejak satu jam yang lalu. Anak-anak tentu sudah pulang ke rumah masing-masing. Harusnya Rin juga begitu, namun gadis pirang itu merasa malas untuk pulang.

Bukan apa-apa. Hari ini dia hanya sedang banyak pikiran.

Mungkin tugas Matematika ekstra yang diberikan gurunya di detik-detik jam terakhir pelajaran tadi. Oh, tidak. Rin benci Matematika, tapi seharusnya itu bukan masalah. Toh, sudah menjadi kebiasaan guru memberatkan murid didiknya.

Lalu apa?

Langkah kaki Rin terhenti di depan loker sepatunya. Digantinya sepatu dalam ruangan yang kini dipakainya dengan sepasang sepatu cokelat untuk luar ruangan.

Matanya memincing menangkap figur Miki dan Piko di kejauhan. Sepasang sejoli itu berjalan pulang bersama sambil mengobrol, sesekali tertawa. Pemandangan romantis yang indah, tapi tidak untuk Rin.

Oh, itu dia.

Hari ini suasana hatinya buruk karena memikirkan jodoh.

Ya Tuhan, apakah aku ditakdirkan untuk terlahir sebagai seorang jomblo?!

Rin belum pernah punya pacar seumur-umur dia hidup.

Dan hari ini, predikatnya sebagai jomblo terasa kian mengenaskan ketika tahu hubungan Luka dan Gakupo semakin erat. Oh iya, jangan lupakan Gumi yang kini mulai sibuk mendekati Yuuma dari kelas sebelah. Sohib-sohibnya sudah mulai punya gebetan.

Kepala Rin mendongak menatap langit. Warna senja yang biasanya cerah dengan semburat jingga dan merah kini tertutup gumpalan awan berwarna abu-abu. Langit semuram suasana hatinya. Mendung.

Sebentar lagi, gumpalan itu pasti akan menumpahkan titik-titik air yang sanggup membuat seragamnya kuyup. Rin harus segera mencapai stasiun sebelum itu terjadi.

Namun, sepertinya hari ini dia kurang beruntung. Hujan turun sekitar sepuluh meter sebelum Rin benar-benar sampai di stasiun.

"Ah, siaaaal!" umpat Rin sambil berlari.

Sampai di stasiun, dengan wajah cemberut, Rin mengusap-usap lengan dan roknya yang basah.

"Rin."

"Hm?" Rin menoleh ke sumber suara. Saat itu juga, mata birunya langsung bertemu dengan sepasang mata berwarna sama yang menatapnya balik.

Mata yang sama. Warna rambut yang sama. Bentuk wajah, hidung, bibir, semuanya. Sama persis. Bahkan saat pertama kali murid-murid mengenalnya, banyak yang mengira kalau mereka saudara kembar.

Padahal tidak.

Rin tidak memiliki hubungan apapun dengan lelaki yang berwajah mirip dengannya itu, Kagamine Len.

Ooh, lihat, bahkan nama belakang mereka berdua sama persis!

Mungkin kami memang saudara kembar yang terpisah, pikir Rin, yang membuatnya terkikik geli sendiri.

"Nunggu kereta juga, Len?" tanyanya basa-basi.

Len hanya mengangguk.

"Hujannya deras juga, ya? Jadi laper ..."

Rin melirik pemuda di sampingnya yang sibuk dengan ponselnya. Dalam hati, dia merasa sedikit kesal karena diacuhkan. Namun, tidak dipungkiri kalau Rin sebenarnya senang bisa berdua dengan orang yang disukainya, meski hanya bisa memandang wajah manisnya dari sisi.

Kenapa kita sangat mirip?

Waktu pertama kali bertemu dengannya, Rin berpikir dia adalah doubleganger dan mereka akan saling membunuh, seperti di film-film yang dia tonton beberapa waktu yang lalu dengan Gumi. Lagipula, tidak masuk akal seseorang bisa terlihat semirip itu, kecuali mereka saudara atau anak kembar.

Dalam inspeksinya, Rin tidak berhasil menemukan bukti hubungan keluarga di antara mereka sama sekali, alih-alih dia jadi mengetahui banyak hal mengenai Len—kelewat banyak, malah.

Tentang Len yang menyukai kucing. Tentang Len yang tidak suka pelajaran Sejarah. Tentang Len yang selalu minum jus pisang dari vending machine di lantai satu.

Tentang Len yang sok keren, tapi sesungguhnya baik hati.

"Mau mampir ke kafe?"

Ajakan tiba-tiba dari pemuda itu membuat Rin hampir terjungkal akibat kaget.

"E-eh?"

"Katanya lapar. Yuk, mampir ke kafe sebentar. Aku bayarin, deh."

Padahal, rasa penasaran waktu itu cuma buah iseng semata. Namun, sekarang, Rin menyukainya.

Wajah gadis itu segera berseri, mengangguk. Sepasang murid sekolah menengah itu pun berjalan berdampingan menuju kafe di bagian pujasera stasiun. Sementara itu, kereta yang sebelumnya mereka nantikan telah berlalu. Setelah ini, Rin akan harus menunggu kereta lagi satu jam berikutnya.

Namun, apa pedulinya sekarang?

Terjebak hujan di stasiun berdua dengan orang yang dia sukai. Untuk saat ini, baginya, itu lebih dari cukup.

Fin.

Vocaloid ーoneshoot collectionTahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon