On a Peaceful Sunday Morning [Nigaito x Lapis]

328 12 13
                                    

Ketika kedua bola mata emerald jernih itu terbuka, Lapis mendapati dirinya terbangun pada waktu lewat pukul enam pagi.

Gadis itu menggeliat sebelum akhirnya menarik selimut menutupi wajah untuk menghalau cahaya dari jendela. Tirainya sudah terbuka lebar entah sejak kapan, membuat isi kamarnya tampak terang. Lapis putuskan untuk tidur kembali memenuhi hasrat bermalas-malasan setelah dua minggu menjalani ujian akhir semester.

Tiba-tiba selimut tersibak kembali, lalu jatuh ke lantai bersamaan dengan Lapis yang loncat dari kasur. Gadis itu merentangkan tangan ke atas sambil menghirup napas dalam-dalam. Lalu dengan senyum mengembang di wajah, Lapis berjalan keluar kamar menuju dapur.

Piyama motif awannya kusut dan celana yang dari awal memang kebesaran itu nyaris menutupi seluruh bagian kakinya--kecuali jemari yang menyembul di bawah.

Lapis duduk di kursi meja makan, melahap setangkup roti sambil menyalakan TV. Ditemani secangkir susu coklat hangat, gadis itu mendengarkan berita yang disampaikan pembawa acara.

Ah, benar-benar Minggu pagi yang sempurna. Rasanya menyenangkan menikmati waktu dengan bersantai setelah dua minggunya dihabiskan dengan belajar. Lapis bersumpah tidak akan membiarkan apapun menghancurkan mood-nya di hari yang indah ini.

Bahkan suara lonceng sepeda yang terdengar dari depan rumahnya tidak akan bisa membuat Lapis kehilangan pagi damainya.

"Lapis!"

Kring! Kring!

Gadis biru langit membuka pintu depan rumahnya yang bernuansa putih, tema pilihan mamanya.

"Pagi, Nigaito," sapanya ramah pada pemuda bersurai hijau yang duduk di atas sepeda di depan gerbang.

"Nih, kiriman spesial dari pengantar koran paling ganteng sedunia," seru Nigaito dengan cengiran khasnya, sambil melempar segulung koran tepat ke arah Lapis.

Gagal ditangkap karena korannya jatuh di depan kaki gadis itu, Lapis pun membungkuk sedikit untuk mengambilnya, lalu berterima kasih. Sebelum ia berbalik lagi untuk masuk ke rumah, Nigaito membunyikan lonceng sepedanya lagi.

"Kenapa?"

"Jalan-jalan, yuk! Cuacanya bagus, nih."

Lapis diam sejenak, ia menatap Nigaito sambil menunjuk dirinya sendiri yang masih mengenakan piyama kusut. "Aku belum mandi lho?"

"Nggak apa-apa, yang penting nggak bau," balas Nigaito.

"Tahu darimana aku enggak bau?"

"Lapis, kan, selalu wangiiii!"

Kalimat itu mengundang tawa dari bibir Lapis. "Ya deh, aku ambil jaket dulu."

Setelah memakai sepatu kets, jaket tipis, dan mengikat rambut birunya agar tidak terlihat berantakan, Lapis menghampiri Nigaito yang masih menunggu di atas sepedanya di depan pagar rumah Lapis.

Di sepedanya tidak ada jok untuk boncengan. Lapis harus berdiri di belakang Nigaito dengan kedua kaki menapak di jalu. Tangannya ia posisikan bertumpu di kedua bahu Nigaito. Setelah sekiranya mantap, si pemuda hijau langsung mengayuh pedal sepeda.

Udara sejuk menerpa wajah dan rambut Lapis. Gadis itu bergidik kegirangan seraya mencengkeram bahu Nigaito erat-erat saat dia ngebut sambil meluncur di turunan jalan. Lapis menjerit sambil tertawa-tawa.

Setelah beberapa belokan dan lurus terus selama beberapa menit, mereka sampai di sebuah lapangan yang luas. Lapangan itu dibuka untuk umum. Lapis kadang suka jogging kalau pagi-pagi libur begini. Biasanya, dia bakal bertegur sapa dengan para tetangga, atau teman sekolah yang kebetulan tetangganya juga, lalu jajan di pinggir jalan kalau sudah lapar.

Vocaloid ーoneshoot collectionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang