Tomorrow With You [Kiyoteru x Yuki]

433 27 11
                                    

Debar jantung di dada. Rasa gugup yang terasa di sekujur badan. Rona merah menghiasi wajah. Untuk pertama kalinya, Yuki mengerti apa yang diobrolkan teman-temannya di kelas.

Selama ini, dia hanya bisa ikut mendengarkan anak-anak gadis yang bicara dengan sedikit berbisik dan tawa malu-malu. Seolah takut ketahuan, meski yang dibicarakan adalah murid laki-laki yang sedang bermain sepak bola di lapangan, atau kakak kelas yang hanya mereka temui kalau berpapasan di koridor.

Sama seperti gadis-gadis di kelas, Yuki merupakan remaja yang suka hal-hal lucu, membaca majalah populer dan komik bertema romansa. Bedanya, Yuki tidak punya anak laki-laki dari klub olahraga atau kakak kelas keren yang dia kagumi.

Dia tidak tahu rasanya jatuh cinta, sebelum pagi hari itu.

Pukul delapan pagi, bus datang setelah halte dipenuhi orang-orang yang menunggu. Yuki adalah salah satu di antaranya. Seminggu pertama sejak hari pertama sekolah, dia mulai terbiasa, bahkan sedikit mengenal wajah-wajah yang ditemuinya setiap pagi di dalam bus yang sama pada waktu yang sama; termasuk seorang pria dengan jas rapi yang selalu datang dengan berlari.

Yuki selalu memerhatikannya dari jendela di samping tempatnya duduk. Pemuda itu selalu mencapai detik-detik terakhir sebelum bus berangkat. Seolah sudah olahraga, setiap pagi pelipisnya berkeringat dan napasnya terengah-engah. Lalu dia duduk di bangku barisan ketiga dari depan, persis di depan tempat Yuki duduk.

Setiap pagi saat berangkat sekolah, waktu-waktu ini menjadi hal yang Yuki nantikan.

Sekadar namanya pun tidak tahu. Orang itu berada tepat di depan matanya. Tetapi Yuki hanya diam, tanpa sedikit pun keberanian dan kepercayaan diri, mengaguminya.

[]

Kesempatan itu tidak akan datang dengan sendirinya kalau kita tidak berusaha mewujudkannya. Yuki tahu perasaannya tidak akan sampai kalau tidak disuarakan.

Padahal setiap pagi, jarak mereka hanya dipisah sandaran kursi. Padahal sekadar hembusan napas saja, pria itu mungkin akan mendengarnya.

"Pemberhentian berikutnya, Kantor Distrik Koto."

Ah, lagi-lagi pagi hari yang sama tanpa dengan Yuki yang hanya sanggup duduk memeluk tas di pangkuan.

Lelaki berjas itu beranjak begitu bus berhenti. Bersama dengan beberapa penumpang lain yang memiliki tujuan sama, dia berbaris menuju pintu yang terbuka. Yuki hanya memperhatikannya, lagi, seperti di pagi hari biasanya setiap dia berangkat sekolah—atau begitu pikirnya, sebelum dia menyadari sesuatu yang tertinggal di bangku.

"Anda melupakan sesuatu."

Detik selanjutnya, tiba-tiba Yuki sudah menyambar benda itu dan mengangkatnya di tangannya.

Ah.

Pemuda itu menoleh dan pandangan keduanya bertemu.

"Oh, terima kasih."

Yuki segera membuang muka saat pemuda itu menghampirinya, takut kalau-kalau rona kemerahan di wajahnya tampak jelas. Dia segera menyerahkan benda itu. Sebuah telepon genggam hitam dengan case berwarna serupa. Terkesan polos dan biasa. Anehnya, sangat cocok menggambarkan pemiliknya.

Tersenyum canggung, lelaki itu berceletuk, "Kalau tidak salah, kita selalu bertemu di jam-jam ini, ya?"

[]

Jam pelajaran olahraga kemudian dihabiskan Yuki dengan tanpa sadar melamun tentang kejadian pagi ini. Menerawang jauh, mengulang memori yang sama saat dia akhirnya melakukan kontak mata pada orang yang disuka. Kalau tidak disikut teman, Yuki mungkin tidak akan sadar guru sudah memanggilnya untuk giliran penilaian larinya.

Vocaloid ーoneshoot collectionWhere stories live. Discover now