Truthfully [Len x Miku]

246 18 8
                                    

Valentine's Special
[2/3]

Bel pulang berbunyi ketika Len melihat kakak kembarnya berlari melewatinya menuju keluar kelas.

"Rin!" panggilnya.

Gadis bersurai pirang itu tidak menoleh, namun dia melambaikan tangannya. "Kau pulang duluan saja!" serunya sebelum sosoknya hilang di balik pintu.

Len menghela napas. Pemuda itu mengangkat tas miliknya, lalu dengan langkah lunglai ia berjalan ke bangku Rin yang berjarak dua meja dari bangkunya. Diambilnya tas Rin yang sudah tergeletak rapi. Barulah Len berjalan keluar kelas.

Koridor sekolah tidak sepi. Beberapa kali kedua netra safir Len menangkap beberapa pasang anak mengobrol. Yang siswi memberi sebungkus cokelat kepada yang siswa. Sebagian tertawa. Sebagian bersemu merah.

Pemandangan itu tidak mengejutkan. Len sendiri sudah dapat dua cokelat; dari Rin dan Meiko. Senang, kok, tapi rasanya ada yang kurang.

Gadis yang disukainya sejak penerimaan murid baru belum tampak sejak tadi pagi. Padahal, jam istirahat tadi Len sempat sengaja melewati koridor kelas dua, berharap bertemu dengan pujaan hati.

Padahal hari ini Valentine, dan Len mengharapkan cokelat darinya.

Berjalan sambil melamun membuat Len tidak fokus. Dia nyaris menabrak seseorang yang mendadak muncul dari balik tangga, membuatnya kaget. Namun, sistem rem di langkahnya masih berfungsi sempurna.

Si pemuda pirang mendongak melihat siapa yang hampir ia tabrak.

"Len?"

Gadis bersurai toska panjang yang diikat dua, Miku.

Kalau saja Miku memperhatikan, dia mungkin bisa melihat binar di kedua mata Len.

"Hayooo ... melamun, ya? Sampai jalan tidak lihat-lihat begitu?" Miku mengerling jahil.

Len hanya tersenyum tipis. Pembawaan Miku yang ceria dan jenaka itu masih sama, masih menjadi daya tarik tersendiri baginya.

"Miku-senpai kemana saja?" tanya Len. "Sepertinya aku tidak melihatmu sejak tadi."

Miku menyelesaikan langkahnya menuruni tangga dengan sedikit loncatan. "Yah! Tadi ada banyak hal yang membuatku sibuk, hehe. Len pulang sendiri? Rin mana?" jawabnya diakhiri dengan pertanyaan balik.

Gadis itu mensejajarkan langkahnya dengan Len, lalu keduanya berjalan beringinan melewati koridor yang mulai sepi. Pulang bersama seperti biasa, bedanya kali ini tidak ada Rin. Jadi, hanya suara ceria milik Miku yang mendominasi obrolan sore.

"Aku mendapatkan beberapa coklat dari adik kelas perempuan, lho! Hehe, katanya mereka mengidolakanku," celoteh Miku. Kepalanya lalu menoleh ke sisi, menatap sempurna pada Len. "Kalau Len, sudah dapat cokelat belum?"

Len, tidak sanggup menoleh untuk membalas atensi yang Miku berikan, hanya diam sejenak sebelum mengangguk. "Dapat. Satu dari Rin, satunya dari Meiko-san."

"Kalau homie choco?"

"Tidak ada," jawabnya, disertai dengan tawa garing dan tangan menggaruk belakang kepala. "Sepertinya tidak mungkin ada anak perempuan yang suka padaku."

"Hmm ... itu tidak benar. Aku suka Len, kok!" jawab Miku tanpa kehilangan nada cerianya, begitu lepas dan ringan.

Len memutuskan untuk tertawa. Tidak yakin bahwa kalimat yang Miku lontarkan diperuntukkan untuk membalas perasaannya dalam konteks lain; seperti yang Len rasakan kepada gadis itu.

"Kalau senpai sendiri?" Mengganti subjek percakapan, si pemuda pirang gantian menoleh pada gadis toska. "Sudah memberi cokelat ke orang yang senpai suka?"

Miku malah menggembungkan pipi, air mukanya berubah sebal. "Karena semua kejadian merepotkan hari ini, aku jadi tidak bisa bertemu orang itu!"

Len mengerjap. "Lalu, cokelatnya?"

"Itu dia! Aku sudah membeli yang paling mahal dan paling spesial untuknya!" Miku menghela napas, namun kemudian dia tersenyum lebar sambil memalingkan wajah ke depan. "Tapi, aku sudah bertemu dengannya sore ini."

"Ah ... begitu."

"Iya."

Koridor sudah sepi. Len sadar bahwa obrolan mereka memperlambat langkah keduanya ke pintu utama. Tapi, ini saja sudah cukup membuat hatinya senang.

Berjalan bersama gadis yang disukainya sejak hari penerimaan murid baru, mendengarkan suara cerianya, berceloteh banyak hal. Setidaknya, Len bisa diam-diam melirik wajah manisnya dari sisi, tubuhnya yang ramping dan semampaiーsedikit lebih tinggi darinya, bagaimana senyum gadis itu ketika sedang bercerita tentang orang yang dikaguminya; bagaimana binar di matanya berkilauan tertimpa cahaya sore dari balik celah jendela.

Kepala pirang itu tertunduk, di benaknya muncul berbagai macam pertanyaan, pemikiran, dan entah hal-hal apa yang tidak pernah berani ia utarakan dan menyakiti otak malangnya. Sesuatu seperti siapa sebenarnya yang Miku suka, atau hal yang (tidak) penting sekalipun seperti jawaban PR Fisika nomor empat yang tidak ketemu-ketemu hasilnya.

"Ah, sial."

Len reflek menoleh. Dilihatnya Miku sedang mengetikkan sederet kalimat pada layar ponselnya. Barusan gadis itu mengumpat, pasti ada hal yang tidak menyenangkan baginya. Jalan mereka berdua terhenti.

"Merepotkan, sih!" Miku menutup suatu aplikasi chat di ponselnya dan memasukkan benda persegi panjang itu kembali ke dalam saku roknya. Gadis toska itu menghadap pada Len. "Aku ada urusan lagi ... Len pulang duluan saja."

Len hanya mengangguk.

Miku menghela napas, kedua manik toskanya menatap Len lama. Ia belum beranjak dari tempatnya berdiri, seakan tidak ingin. Sama halnya dengan Len yang kini membatu di tempat.

Sebelah tangan Miku terangkat. Telapaknya mendarat di puncak kepala Len, mengacak surai pirangnya lembut.

"Hati-hati, ya," tuturnya.

Kemudian Miku berbalik badan dan berlarian di tengah lorong, meninggalkan Len yang masih mematung di tempat.

Len suka itu. Len suka sikap Miku padanya. Len suka Miku.

Kelak, ketika Len sudah sampai di rumah dan membereskan tasnya untuk menyiapkan pelajaran besok, ia akan sadar bahwa rasa sukanya bukan hanya sepihak.

Kelak, ia akan sadar bahwa selama ini orang yang Miku ceritakan sesungguhnya bukan siapa-siapa melainkan dirinya.

Kelak, Len akan sadar bahwa pada hari Valentine itu, Miku diam-diam menyelipkan sebatang coklat ke tasnya saat bertemu dengannya di koridor sekolah di sore hari.

end

Vocaloid ーoneshoot collectionWhere stories live. Discover now