Feather Across the Season [Mikuo x Rin]

388 22 6
                                    

Rin selalu memandang langit. Begitulah adanya yang Mikuo lihat sejak kali pertama pertemuan mereka di sekolah menengah akhir sampai sekolah itu hilang ditelan peradaban.

Sampai hari ini pun, Rin masih sama. Dia selalu duduk di bangku yang sama, bertumpu di atas meja yang sama, memandang keluar jendela yang sama, menghabiskan hari yang selalu sama panjang dan membosankannya.

Tapi, Rin selalu tersenyum.

"Hei, Mikuo."

"Ya?"

"Jika suatu saat nanti aku bukan lagi manusia, apa kau akan tetap mencintaiku?"

Selain birunya langit cerah dan buku cerita bergambar, di dunia ini, tidak ada lagi yang menarik perhatian seorang Kagamine Rin. Legenda tentang seorang petani miskin dan seekor angsa yang diselamatkan olehnya seakan menjadi obsesi tersendiri bagi gadis pirang itu. Setiap hari, setiap kali selesai membaca ulang buku yang sama, Rin akan mempertanyakan hal yang sama.

"Tentu saja."

Dan setiap hari pula Mikuo akan menjawab dengan jawaban yang sama.

Jawaban sederhana itu cukup untuk membuat Rin tersenyum begitu ringan dan lepasnya, memberi kekuatan untuknya menghadapi hari esok yang tidak ubahnya sama dengan hari ini. Yang membedakan kesehariannya hanyalah Mikuo dan berbagai idenya untuk menghibur gadis yang duduk menghadap jendela.

"Aku menemukan ini tadi, kupikir kau akan suka," ungkap si pemuda toska, menyodorkan sesuatu di tangannya.

Hari ini, dia mempersembahkan sehelai bulu berwarna putih bersih. Mirip bulu angsa. Kedua iris biru jernih Rin seketika berbinar cerah.

"Kita lapisi dengan ini, agar dia tidak cepat rusak, dan menjadikan dia lebih layak untuk dijaga."

Ditekan kedua sisinya dan dilapisi dengan plastik, sekarang helai bulu menjadi pembatas buku yang cantik. Rin terlihat senang. Jemarinya mengangkat bulu itu ke atas, menyandingkannya dengan biru langit di luar sana. Lapisan plastiknya berkilau ditimpa sinar matahari.

Tanpa kata terima kasih terucap pun, Mikuo sudah terlampau puas hati melihat senyum lebar gadis itu saat menerima pemberiannya.

Rin menyelipkan helai bulu itu di bukunya, mengusapnya lembut. "Agar aku tidak kehilangan jalan cerita yang sudah aku baca."

Kedua kelopak matanya tertutup dalam ekspresi teduh, bersamaan ditutupnya buku cerita kesukaannya. Ia menarik napas dalam-dalam dan menghembuskannya, melakukan hal itu berulang-ulang dan menikmati bagaimana dia menghirup segar oksigen di sekitarnya, bagaimana darah dalam dirinya mengalir. Pada setiap nadi yang selalu berdenyut, jantung yang tak pernah berhenti berdetak. Rin mensyukuri semua hal yang masih bisa dirasakannya hingga detik ini.

"Hei ... Mikuo."

"Ya?"

Sang gadis pirang mengulurkan lengannya, telapaknya terbuka di ujung. "Ajak aku jalan-jalan."

Mikuo berdeham. Pemuda itu melempar pandang keluar jendela, lalu menggenggam tangan Rin.

"Sepertinya cuacanya sedang bagus, bagaimana kalau kita jalan-jalan, Tuan Putri?" ucap Mikuo, berusaha membuat intonasi suaranya semenyenangkan mungkin. Senyumnya mengembang ketika dia berhasil mengundang tawa tuan putrinya.

"Ayo!"

Menuruni tangga, melewati koridor sepi, kemudian mendorong pintu kaca yang menghubungkannya pada dunia luar, keduanya pun sampai di luar gedung besar tempat mereka menghabiskan waktu sepanjang hari.

Binar pada kedua manik safir Rin meredup sembari menyapu pemandangan di hadapannya. Tapi, dengan satu tarikan napas panjang yang segera dihembuskan, ia kembali memasang senyum.

Vocaloid ーoneshoot collectionWhere stories live. Discover now