Part 4 : Keraguan Masa Lalu

1.9K 93 2
                                    

"DASAR GURU MESUM GILA!!!" Lily melemparkan begitu saja buku yang ia bawa. Tumpukan buku tersebut jatuh dengan sukses menimpa kaki Merlin dan membuat pria itu meringis kesakitan. Lily menatap Merlin dengan berapi-api. "Sekali lagi kau menyentuhku sembarangan akan kulaporkan sebagai pelecehan seksual!!!"

Setelah mengumandangkan ancaman Lily segera pergi secepatnya dari tempat itu. Kakinya bergerak lebih cepat dari biasanya, namun tubuh Lily tidak berhenti gemetaran. Ia bertanya-tanya darimana asalnya kekuatan tadi, kekuatan yang membuatnya menolak Merlin yang tampan.

Apa maksud dari ucapannya tadi? Sebuah lamaran? Mustahil. Lily baru berusia tujuh belas tahun dan ia mendapat lamaran dari pria berumur sekitar 20an yang baru saja ia temui? Lily menggelengkan-gelengkan kepalanya. Mungkin April mop sudah berubah menjadi September mop.

Tapi .... jika itu sungguhan mungkin tidak buruk juga. Merlin tampan, tingginya pasti mencapai 190 cm. Rambutnya berwarna oranye dan Lily yakin itulah warna aslinya, buktinya alis matanya yang tebal dan terukir dengan rapi berwarna senada. Bibirnya melengkung dengan sempurna dan bertambah luar biasa saat ia tersenyum. Matanya tajam bak elang, seolah mata itu selalu menakar, menganalisis, dan mempelajari segala sesuatu yang ia lihat. Tak ada ruang untuk kabur bagi Lily saat mata itu terfokus padanya. Dan yang terpenting Merlin bukanlah orang sembarangan. Sudah jadi rahasia umum jika guru di sekolah ini bukanlah orang biasa. Kadang mereka adalah para pewaris yang kabur dari negaranya, atau seseorang yang berhubungan erat dengan pemerintahan, ataupun orang-orang penting lainnya. Intinya semua guru di sini adalah seseorang yang mempunyai relasi dengan orang-orang dengan jabatan penting di seluruh dunia.

Ya, pasti Merlin bukan orang biasa. Ingat setiap lekuk wajahnya yang melambangkan seorang aristokrat? Atau mungkin sebuah kharisma tidak biasa yang terpancar dari pria itu. Bagaimana mungkin Lily lupa. Ya Tuhan, pria itu memang hanya sedang mempermainkan Lily. Hampir saja Lily terlena dalam rayuannya.

Lily menyeringai. "Heh. Lily kau gadis bodoh, ingatlah siapa dirimu."

Ia memejamkan matanya, menarik napas yang dalam dan menghembuskannya dengan perlahan. Detik ia membuka mata Lily bukanlah lagi Lily yang sebelumnya. Matanya memancarkankan tekad barunya yang berkobar-kobar.

---**---

"Obatmu sudah habis ya?" seorang wanita tiba-tiba muncul di hadapan Merlin yang sedang memunguti buku-buku yang berserakan. "Ayolah Merl, ini baru hari pertamamu. Aku tahu kau frustasi karena murid-murid pasti membullymu tapi jangan menjadi gila dan membuang buku mereka."

Merlin mendongakkan kepalanya dan mendapati seorang wanita Jepang yang memakai kimono bermotif bunga sakura tengah menatapnya dengan tatapan mengejek.

"Salah sekali. Mereka sangat menyukaiku," sanggah Merlin seraya bangkit setelah selesai memunguti buku yang berserakan.

Alis wanita itu terangkat sebelah. "Benarkah?"

"Tentu Hotaru."

"Well," Hotaru mengambil beberapa buku dari Merlin, " kalau begitu kau pasti mengalami hal yang menyenangkan. Katakan padaku apa yang terjadi Merl."

"Hm?"

Hotaru menyikut lengan Merlin. "Kau tersenyum cerah saat memunguti buku-buku tadi, bahkan sesekali kau bersenandung. Jangan berpikir untuk mengelabuiku Merl."

"Tidak ada yang terjadi," Merlin tersenyum jahil. "Daripada membahas masalah tentangku lebih baik kau ceritakan ada hubungan apa antara kau dengan Isaac. Ternyata wanita dari zaman sakoku seperti dirimu bisa akrab dengan orang asing seperti dirinya."

"Ap..!!" mata Hotaru menyipit, mendadak rona merah menjalari pipinya yang seputih salju. "Huh! Rugi aku membantumu!" Hotaru menyerahkan buku tadi kepada Merlin secara sembarangan. Dari gerak-geriknya Hotaru tampak panik. Sesuatu telah terjadi di antara mereka, pikir Merlin.

Merlin hanya tertawa geli melihat sikap Hotaru yang sangat berbeda dari biasanya. Hotaru adalah wanita cantik yang sangat disiplin, tegas, kaku, tenang, elegan dan anggun. Gambaran sempurna untuk wanita Yamato Nadeshiko.

Melihat tingkahnya yang tidak biasa ini menjadi hiburan menarik bagi Merlin. Tiba-tiba tawa menghilang dari Merlin. Wajahnya berubah menjadi serius.

"Kelihatannya kau menikmati pekerjaanmu Merl," sapa seorang pria. Jas armaninya berkilau terkena sinar matahari.

"Kak Will .... " gumam Merlin.

William mengayunkan kakinya yang panjang mendekati Merlin. Ia mengambil sebagian buku yang dibawa Merlin.

"Kubantu, ruang guru kan?" tanyanya.

Merlin mengangguk. Masih terdiam.

"Ayolah jangan berwajah seperti itu," ucap William sambil mengacak-ngacak rambut Merlin dengan gemas.

Merlin masih terdiam, dia belum siap bertemu William. Tampaknya William maklum dan terus berusaha bersikap seperti biasa. Kali ini buku yang dibawa Merlin dibawakan sampai ke tempat tujuan.

"Bagaimana pendapatmu mengenai negara ini?" tanya William sambil menaruh buku yang ia bawa.

"Lumayan."

William memiringkan kepalanya. "Kalau pendapatmu mengenai sekolah ini?"

"Menarik," terlihat sebuah kilatan dalam mata Merlin. William tersenyum mendengarnya.

"Tepatnya apa yang menarik perhatianmu di sekolah ini?" ia tersenyum jahil.

Merlin buru-buru sadar akan kesalahannya. Ia tidak fokus sehingga menjawab begitu saja pertanyaan William.

"Tak ada," ujarnya berbohong.

William menyilangkan kedua tangannya ke dada. "Kau tahu sudah terlambat untuk berbohong. Ayolah ceritakan padaku."

Merlin menghela napas. "Yah, hanya ada seseorang yang cukup menarik perhatianku disini. Puas?"

"Tentu," mata William menerawang. "Hal yang sama juga terjadi padaku."

"Apa maksudmu?" tanya Merlin, ia hampir melompat dari kursinya karena kaget.

"Menarik. Sekolah ini memang menarik. Sistemnya, peraturannya, isinya, tata letaknya, dan ... banyak murid unik yang bersekolah di sini. Yah tak heran sih, murid di sini berasal dari seluruh penjuru dunia. Dari barat ke timur, utara ke selatan, mulai dari negeri yang hanya diselimuti gurun pasir hingga negeri yang dikelilingi oleh es yang membeku," jelas William panjang lebar.

Merlin mempunyai perasaan yang tidak enak.

"... dan yang paling menarik perhatianku adalah seorang gadis yang merupakan murid di sini. Bagiku ia adalah gadis yang paling menarik, paling cantik, dan yang terbaik. Aku berniat menikahinya saat ia sudah lulus."

"Dia sepertinya gadis yang luar biasa. Dari caramu mendeskripsikan perasaanmu padanya, begitu menyilaukan," ucap Merlin.

Senyum William semakin cerah. "Tepat sekali," deretan giginya yang putih dan rapi terlihat. "Dia bagaikan pelangi yang muncul setelah hujan di siang hari pada musim panas yang terik. Begitu cantik, tak terduga, indah, dan membuatmu terpesona."

"Siapa gadis yang beruntung itu?" Merlin bergerak gelisah di kursinya. Perasannya menjadi semakin tidak enak.

"Lily Azalea. Gadis berambut merah jahe dengan mata biru gelap samudera dalam. Ia gadis yang enerjik, justru semakin menarik daya tariknya."

---**----

To be Continued

Vote dan komennya ditunggu ya xD

Nina.

Pieces of Heart [COMPLETED]Where stories live. Discover now