Part 16 : Lamaran (2)

1.5K 74 2
                                    

"Ryu, ini ...." Freya menatap cincin permata yang melingkari jari manisnya.

Mengabaikan ucapan Freya, Ryu berlutut dengan mantap. Kemudian meraih tangan Freya seraya mengecupnya dengan lembut. Ketika mereka saling bersentuhan, arus listrik terasa menyetrum keduanya. Ryu mendongakkan kepala, mata biru cemerlangnya berkilau dengan indah. Ia tersenyum puas mendapati Freya merasakan hal yang sama.

Awan yang menutupi bulan bergeser terkena angin. Cahaya rembulan yang semula terhalang kini telah bebas untuk menyinari bumi. Ketika cahaya tersebut menerpa Ryu, pria itu terlihat seperti seorang pangeran kegelapan yang sedang bertobat untuk menyelamatkan tuan putrinya dari cengkeraman naga jahat.

"Freya, maukah kau menikah denganku?" tanyanya tanpa menunda lagi.

"Apa?" sepertinya telinga Freya mengalami sedikit gangguan.

Ryu menarik tangan Freya hingga posisi mereka saling berhadapan. "Aku, Ryu Isaiah, meminta nona Freya untuk menjadi istriku," kilatan jahil terlihat di matanya, "kau mendengarnya dengan jelas kali ini bukan?"

"Apakah kau bercanda?"

"Tidak."

"Sepertinya iya."

Ryu menatap Freya tajam. "Mengapa?"

"Ryu, aku bukanlah seseorang yang pantas berada di sisimu. Kau sudah tahu kenyataan kelam mengenai diriku. Aku adalah seseorang yang keberadaannya seperti kabut, seseorang yang sesungguhnya tidak memiliki eksistensi di dunia ini. Seseorang yang harusnya mati sejak lama."

"Lalu?"

"Tidakkah kau sadar takdir macam apa yang menantimu ketika memilihku?"

Freya menatap Ryu, mencari setitik keraguan yang tampak pada wajah rupawan tersebut. Namun ia tidak menemukannya. Detik berikutnya Freya telah berada dalam pelukan Ryu kembali.

"Kau kira hal itu akan menghalangiku? Tidak. Aku sudah mengatakan dengan jelas sebelumnya. Dan aku ragu kau akan menolakku setelah ini ...."

"Ap--!!"

Ryu menyapukan bibirnya dengan lembut, mencicipi rasa manis bibir Freya dengan perlahan. Pupil mata Freya melebar, bulan kini tampak lebih besar dibandingkan sebelumnya.

Ketika kulit mereka bersentuhan lebih erat lagi, arus listrik yang sempat timbul semakin kuat. Melumpuhkan setiap saraf dengan luapan kebahagiaan. Perasaan itu terus meluap hingga melewati setiap batasan. Terus mengalir dan menyebar di sekujur tubuh.

Baik Freya maupun Ryu merasa lebih hidup daripada sebelumnya. Seluruh panca indera mereka menjadi lebih peka dan sensitif. Bahkan suara napas tumbuhan pun seolah tertangkap oleh telinga.

Tanpa sadar, Freya telah mengalungkan kedua lengannya pada leher Ryu. Memberikan akses penuh pada Ryu dimanapun pria itu ingin menyentuhnya. Freya tidak bisa memikirkan hal lain selain itu, karena setelah Ryu mengecupnya akal sehatnya telah minggat jauh-jauh.

Sebelumnya Freya tidak pernah merasakan perasaan seperti ini. Mungkin ini karena kebangkitan matanya, jadi sindrom sialan yang membuatnya menderita dulu telah hilang.

Freya mengerang protes ketika Ryu menjauhkan bibirnya.

"Kau masih ingin menolakku setelah ini? Kau juga menginginkanku sebesar aku menginginkanmu, Freya," tanya Ryu dengan tatapan lapar.

Mata ungu Freya menggelap. Ia meraih Ryu dan memaksa pemuda itu mendekat lagi padanya. Dengan lapar, ia menghujani Ryu dengan ciumannya yang seolah tidak terpuaskan sama sekali. "Jangan berhenti," bisik Freya.

Ryu tersenyum. Ia menundukkan kepala sembari membalas ciuman Freya. Sebelah tangannya membingkai wajah Freya dan sebelahnya lagi menahan punggung gadis itu agar tetap berdiri dengan tegak.

Pieces of Heart [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang