Part 7 : Keputusan Masa Lalu

1.5K 80 0
                                    

"Ada apa sir?"

William mengalihkan pandangannya. Kembali fokus pada tatapan biru gelap samudra sang gadis. "Tidak," jawab William. "Tidak ada apa-apa Ly."

Sarah tersenyum dan kembali melanjutkan langkahnya. "Baiklah."

William membalas senyum Sarah dan melupakan suara yang tadi ia dengar.

Di balik ruangan tempat William merasakan kejanggalan terdapat dua orang yang tengah menahan napasnya. Mereka menghembuskan napas lega setelah bahaya telah berlalu.

"Tunggu, kenapa Anda panik tadi?" tanya Lily.

Merlin tidak kalah bingung. "Kau juga!"

Mereka terdiam beberapa detik dan memandangi satu sama lain.

"Sepertinya ini akan menjadi cerita yang panjang ...." ucap Merlin.

Lily mengangguk. "Sepertinya."

Merlin bangkit, kemudian membantu Lily berdiri. Setelah itu ia meraih sesuatu pada saku jasnya.

"Bagaimana bisa Anda punya kunci ruangan ini? Bukannya guru hanya punya kunci ruangan sesuai mata pelajaran yang ia ajar?" tanya Lily ketika Merlin memutar kuncinya.

Merlin memutar deretan kunci yang ia pegang ke udara. "Lalu?" tanyanya tanpa rasa bersalah.

Lily menepuk keningnya. "Tidak."

Merlin meraih tangan Lily dan membimbing gadis itu ke salah satu kursi yang ada di kelas. Ia mengambil posisi berhadapan dengan Lily. Tangan Merlin tidak berhenti menggenggam tangan Lily.

"Mungkin ini terlambat, tapi bisakah kita mengenal satu sama lain lebih dalam lagi?" mata Merlin menatap Lily dengan lurus.

"Apa yang ingin Anda ketahui tentangku Sir?"

"Sssttt ...." jari telunjuk Merlin menekan bibir Lily dengan lembut. "Jangan berbicara seformal itu padaku, panggil saja aku Merlin." Lily mengangguk.

Merlin menarik napas sejenak. "Tidak adil jika aku bertanya mengenai dirimu terlalu jauh sebelum kau mengenal diriku. Jadi, aku akan memberitahukan padamu siapa diriku terlebih dahulu."

"Hm?"

"Pertama, namaku yang sebenarnya adalah Merlin Luke Laniana."

Lily terkesiap. Jadi itu alasan mengapa Merlin panik tadi. "Kau memiliki hubungan dengan Sir William?"

"Kami saudara sepupu."

Pupil mata Lily melebar. Ia sampai pada satu kesimpulan. Kini Lily menatap Merlin dengan tatapan memusuhi. "Jangan bilang padaku kau menjauhiku karena tidak enak hati pada William?"

Merlin tersenyum kecut. "Sayangnya, ya." Ia buru-buru menggenggam tangan Lily yang terlepas darinya. "Dengarkan aku, apapun alasannya tidak seperti yang kau pikirkan."

Lily menaikkan sebelah alisnya.

"Aku ... aku adalah orang yang sangat jahat Ly."

Tangan Lily menangkup wajah Merlin. Air muka pria itu menampakkan kesedihan. "Ceritakan padaku," pinta Lily, suara gadis itu bagaikan suara lonceng yang jernih. Menentramkan hati Merlin.

"Hubunganku dan William bagaikan saudara kandung. Aku sangat mengaguminya. Saat itu dialah yang dinobatkan menjadi pewaris keluarga Laniana selanjutnya," Merlin terdiam, terdengar gertakan gigi. "Tapi sesuatu terjadi denganku. Dan mata inilah yang merenggut segalanya dari William."

Warna mata Merlin berubah, menjadi ungu pekat. Lily hampir tidak mempercayai apa yang ia lihat. Jari-jari Lily terulur mendekati sudut mata Merlin. Memastikan yang dilihatnya bukanlah ilusi. Merlin ikut menggenggam tangan Lily yang terulur padanya.

"William dipaksa kehilangan segalanya karena diriku, namun ia tidak pernah sedikitpun marah padaku. Justru ia tersenyum dan berlapang dada. Aku tidak sanggup menanggung semua itu Ly, jadi aku berjanji jika suatu hari kami menginginkan hal yang sama maka aku akan mengalah padanya, kemudian aku memutuskan meninggalkan Inggris sementara untuk menenangkan diri" Merlin menatap Lily dengan putus asa. "Aku tidak pernah menduga jika hal selanjutnya adalah cinta. Kami mencintai gadis yang sama, gadis yang merupakan impian terbesar dalam hidup kami. Aku ... aku mencoba merelakanmu bersama William. Tapi aku tidak bisa, keinginanku memilikimu semakin membesar tiap detiknya."

Lily meraih Merlin ke dalam pelukannya. Mencoba menyampaikan perasaannya pada Merlin. "Cukup. Aku mengerti, maafkan aku. Maafkan aku karena membuatmu menderita. Jika saja saat itu kita tidak bertemu ... kau tidak perlu menderita seperti ini."

"Tidak Lily, jangan pernah berkata seperti itu. Pertemuanku denganmu adalah anugerah dari Tuhan, aku tidak pernah menyesalinya."

Perasaan Lily menjadi tidak enak. Jika Merlin adalah sepupu William, dan pria itu adalah pewaris keluarga Laniana selanjutnya maka Lily bukanlah gadis yang tepat untuk mendampingi Merlin.

"Ada apa?" tanya Merlin ketika tatapan Lily menjadi kosong.

"Aku ... aku bukanlah gadis yang tepat untukmu." Lily menjauhkan diri dari Merlin.

"Katakan padaku mengapa demikian," Merlin menolak menjauh dari Lily.

Lily menelan ludah. Membuka lembaran masa lalunya yang kelam. Ia menceritakan siapa dirinya. Bahwa ia tidak lebih dari gadis yatim piatu yang tidak memiliki apapun. Gadis yang tidak asing dengan kekerasan dan kabur dari keluarga bibinya karena sang bibi berniat menjual dirinya dan saudara kembarnya.

"Aku masuk sekolah ini untuk melarikan diri dari kehidupan kelamku. Menyelamatkan hidup kami yang selalu menjadi sasaran kekerasan keluarga bibi. Begitu kami lulus dari sekolah menengah kami kabur ke sekolah ini, beruntung saat itu kami bertemu dengan Sir William. Ia bersedia menjadi wali kami dan membantu kami selama bersekolah disini," Lily terlihat putus asa. "Sekarang kau paham bukan? Aku tidak pantas mendampingimu."

"Omong kosong," Merlin memeluk Lily dengan erat. Ia sangat marah dengan apa yang terjadi pada gadis itu. Seandainya Merlin bertemu lebih cepat dengan Lily ia tidak akan membiarkan gadis itu menderita. "Kaulah gadis yang paling tepat untukku, hanya kau Lily Azalea."

Merlin mendongakkan kepala, mendekatkan wajahnya dengan wajah Lily. Menyapukan bibirnya pada bibir manis gadis itu secara perlahan. Ciuman Merlin semakin menuntut dan memaksa Lily untuk membuka bibirnya. Setelah kesempatan terbuka ia menelurusi setiap detail mulut Lily tanpa ampun. "Balas ciumanku Lily ...." pinta Merlin.

Lily mengangguk, kemudian membalas ciuman Merlin dengan amatir. Merlin tertawa kecil, gemas dengan Lily. Ia semakin memperat pelukannya pada Lily, mencium gadis itu hingga menyerah seutuhnya.

Bumi terasa bergerak di bawah kaki Lily. Dunia mengecil dan hanya ada mereka berdua di dalamnya, Lily tidak pernah membayangkan ia akan merasakan perasaan seperti ini sebelumnya.

Ah ... betapa Merlin sangat memimpikan momen ini, sekarang ia tidak bisa kehilangan Lily. Ia akan gila jika hidup tanpa Lily disisinya.

Merlin menjauhkan bibirnya dengan enggan, kemudian kembali tertawa kecil saat melihat Lily kehabisan napas dengan wajah merah padam. Ia juga tidak yakin bisa menahan gairahnya lebih lama lagi. Merlin berlutut di hadapan Lily, tangan kanannya menggenggam tangan Lily. Menatap gadis itu dengan sungguh-sungguh.

"Aku berjanji akan membahagiakanmu seumur hidupku. Melindungimu dan saudarimu dengan segala kekuatan yang kupunya," Merlin mengecup punggung tangan Lily. "Lily Azalea, maukah kau menikah denganku?"

Airmata bahagia mengalir dari pelupuk mata gadis itu. Setelah penantian panjang akhirnya Lily menemukan apa yang ia cari. Ternyata apa yang ia duga tidak salah, Merlin akan membahagiakannya.

"Ya," Lily memeluk Merlin, airmatanya tidak berhenti mengalir. "Ya, aku bersedia menikah denganmu."

---**---

To be Continued

Pieces of Heart [COMPLETED]Where stories live. Discover now