CHAPTER 9

837 118 15
                                    

Yoojung tersenyum tipis menatap Dongha yang telah berjalan ke arahnya. Lantas melirik kea arah Sohyun yang kini balas melirik Yoojung dengan isyarat mulut tanpa suara menanyakan siapa lelaki tersebut. Sebelum Dongha mencapai tempat Yoojung dan Sohyun berdiri buru-buru Yoojung berlari kecil menghentikan langkah Dongha.

Ia tak tahu alasan kakaknya hari ini menjemputnya. Biasanya karena jadwal sibuk Dongha dengan perusahannya tak memungkinkan pria itu tak bisa menjemput Yoojung. Walaupun itu bukan hal aneh karena sebelumnya Dongha juga pernah menjemputnya sesekali. Namun tetap saja kehadiran Dongha tiba-tiba membuat Yoojung memiliki banyak kecemasan. Terlebih lagi ia sedang bercanda ria dengan Sohyun.

Yoojung mengamit lengan Dongha menjauh sementara Sohyun sudah menghendikkan bahu. Sekilas Sohyun melirik Dongha dan pria itu terlihat tersenyum ke arahnya yang akhirnya ia balas dengan senyuman.

Merasa sedikit kesal akan Yoojung yang bahkan tak mengucapkan sepatah katapun selepas kepergian gadis itu, sejurus kemudian Sohyun segera masuk ke dalam mobil melupakan kekesalannya tersebut

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Merasa sedikit kesal akan Yoojung yang bahkan tak mengucapkan sepatah katapun selepas kepergian gadis itu, sejurus kemudian Sohyun segera masuk ke dalam mobil melupakan kekesalannya tersebut. Ia akan menuntut penjelasan kepada Yoojung besok. Dan juga menanyakan siapa lelaki tampan tersebut. Ah, melihatnya saja sudah membuat Sohyun merasakan karisma yang terpancar dari tatapan mata itu.

***


"Siapa gadis itu? Temanmu?" tanya Dongha saat mereka telah masuk ke dalam mobil Dongha. Yoojung menelan salivanya berat. Tak mungkin kan ia mengatakan bahwa Sohyun adalah temannya sedangkan kakaknya selalu melarangnya berhubungan dekat dengan siapapun itu, "Ah, tidak. Kita bicarakan itu di rumah nanti."

Sedangkan itu Yoojung tak bisa bernafas dengan baik. Gejolak jantungnya membuat pikirannya kacau. Perkataan kakaknya adalah suatu pertanda buruk baginya. Tangannya mencengkeram erat kotak coklat pemberian Minjae tadi. Ia belum sempat memasukkannya ke dalam tasnya. Dan itu berarti Dongha sudah melihat kotak tersebut sehingga membuatnya menjadi semakin gugup.

Dongha masih belum berkata apapun begitu mereka memasuki rumah. Ia telah melepaskan jas hitamnya dan melemparnya asal ke sofa di ruang tamu. Yoojung masih berdiri mematung di dekat meja makan dengan mata yang terus menatap lantai. Ia dapat mendengar desahan emosi Dongha. Kakaknya itu sudah duduk di atas sofa dan menatap Yoojung.

"Duduklah." Ucapnya menepuk sofa sampingnya.

Yoojung menurut dan berjalan pelan lantas mendudukkan dirinya di atas sofa dengan posisi tegak lantaran tegang. Ia hanya bisa berharap kakaknya akan memaafkannya kali ini.

Dongha menghela nafas berat. Emosinya naik turun membuatnya merasa tak nyaman. Lantas ia melepaskan jam tangan rolex di pergelangan tangannya dan melemparnya asal ke meja di depannya menimbulkan bunyi yang lumayan membuat Yoojung semakin tegang.

"Jadi, siapa gadis itu?" tanya Dongha masih bisa mengontrol emosinya.

"Hanya teman satu kelasku."

"Teman dekat?"

"Tidak. hanya sebatas mengenal satu sama lain." Suara Yoojung pelan sedikit bergetar.

Dongha nampak membuang nafasnya kasar. Ia berdiri dari duduknya dengan berkacak pinggang. Kemudian mengusap surainya kasar sambil membuang nafas. Yoojung menggigit bibir bagian bawahnya berharap bahwa kakaknya percaya padanya.

Namun ia salah besar jika berharap kakaknya akan percaya dengan begitu mudah. Mengingat bagaimana jeli kakaknya mengenai dirinya. Alih-alih berteriak marah atau melempar barang seperti yang biasanya kakaknya lakukan ketika marah, Dongha malah membuang dirinya ke arah Yoojung. Mendorong Yoojung berbaring di atas sofa dan membuat gadis itu memekik tertahan. Irisnya menatap mata Dongha yang terlihat liar. Tangan kekar Dongha mengunci salah satu tangan Yoojung sementara tangan lainnya memegang dagu Yoojung dengan kuat.

Yoojung dapat merasakan hembusan nafas kakaknya di wajahnya. Jarak meraka hanya beberapa senti saja dan itu terus menipis lantaran Dongha yang semakin memajukan wajahnya.

"Mengapa berbohong padaku?" Dongha berbisik sedang Yoojung nampak tercekat dengan pandangan mata seolah terkunci untuk terus menatap sepasang mata tajam tersebut. Tangan bebasnya berusaha menekan dada kakaknya sedang degup jantungnya mulai berdetak tak karuan. Ia hampir menangis. Hampir.

Namun tidak. Ia tak ingin kakaknya melihat dirinya menangis dan membuatnya terlihat semakin lemah di matanya.

"Aku dapat melihat seberapa dekat kalian dengan melihatmu tertawa bersamanya."
Yoojung merasa semakin sulit bernafas lantaran Dongha semakin menekan erat dagunya dan lehernya dengan tubuh yang menekan di atas tubuh Yoojung.

"Aku tak suka melihatmu tertawa dengannya. Aku muak melihatnya. Bukankah kakak sudah bilang untuk tak berteman dengan siapapun, huh?"

"Kak... aku tak.." Yoojung berusaha mendorong tangan Dongha yang mencekiknya. "Aku tak bisa bernafas."

Wajahnya sudah memerah sedang matanya mulai berkaca-kaca. Ia bersusah payah untuk menahan air matanya tak turun. Namun tetap saja seberapa keras ia menahannya, satu tetes air mata meluncur di pipinya.

Dongha terpaku menatap air mata Yoojung yang perlahan mulai mengalir. Genggamannya pada leher adiknya merenggang. Lantas beralih mengusap pipi adiknya.

"Yoojung-a, jangan menangis. Shh shh shh..." Dongha melunak tatapannya yang ganas kini berubah. Namun ia masih mengunci tubuh adiknya di bawah tubuhnya. Yoojung tak bisa menahan diri untuk tak menangis. Dongha mengecup pucuk hidung Yoojung.

"Jangan menagis, kumohon."

Yoojung semakin terisak. Ia tak tahu mengapa namun air mata terus saja mengalir di pipinya. "Maafkan aku, kak."

"Benar. Seperti itu, kau memang harus meminta maaf. Yoojung-a, berhentilah menangis, huh? Kakak sudah memaafkanmu. Tapi berjanjilah untuk tak mengulanginya."

Yoojung mengangguk pelan. Sejurus kemudian ia dapat merasakan sesuatu yang basah dan dingin menyentuh bibirnya. Ia memejamkan matanya. Sedang bibirnya terus diam membiarkan lidah kakaknya mulai mejelajah liar dalam mulutnya.

Itulah mengapa ia takut untuk membuka pertemanan dengan seseorang. Ia terlalu takut menghadapi kakaknya. Menghadapi segala perlakuan kakaknya yang tak pernah bisa ia tolak.

Ini salah. Ia tahu, karena Dongha adalah kakaknya. Namun setidaknya ini jauh lebih baik dari semua tindakan lain yang lebih mengerikan. Oleh karena itu ketika Dongha mulai menyelipkan tangannya di tengkuk lehernya dan menekannya memperdalam ciumannya, Yoojung tak bisa untuk menolak.

Sementara itu dalam hatinya ia terus meronta. Mengutuki dirinya yang lemah.






[]

*Bonus foto mamas ganteng

Uuhh si Taehyung cakep yaa

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Uuhh si Taehyung cakep yaa...

Crystal Snow ✔ Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang