CHAPTER 10

832 120 18
                                    

Setelah tiga hari berada di Jepang akhirnya BTS kembali ke korea. Mereka akan segera sibuk untuk comeback mereka sebentar lagi. Taehyung menguap lebar setelah van mereka sampai di depan asrama BTS. Satu persatu member turun dan melangkah gontai memasuki asrama.

Jam menunjukkan pukul 11 malam.

Taehyung telah berganti baju tidur dan sedang mencuci muka di kamar mandi. Hari melelahkan telah terlewati dan esok Bangtan akan memulai hari yang lebih melelahkan lagi. Namun tak apa. Selama mereka dapat membuat orang-orang bahagia dengan musik mereka, selama mereka dapat mencapai mimpi mereka yang lebih tinggi, tak masalah.

Taehyung baru saja naik ke atas ranjang dan menarik selimut menutupi dirinya ketika ponselnya bergetar. Satu pesan masuk dari Minjae. Taehyung mengernyitkan kening. Mengapa jam segini bocah itu belum tidur? Lantas sejurus kemudian membuka mulutnya memikirkan kemungkinan bahwa Minjae sedang berada di kelab malam.

Jari Taehyung bergerak membuka pesan singkat tersebut. Membacanya cepat dan tersenyum miring. Lantas tanpa ada niatan untuk membalas pesan tersebut ia membuang ponselnya ke atas meja kecil di samping ranjang. Minjae sedang mengingatkan rencana mereka besok. Ya, imbalan yang Minjae tagih atas kebaikan hatinya menjadi perantara akan Taehyung dan Yoojung.

Taehyung mendecih. Dasar berandal itu. Jika masalah imbalan saja semangat sekali. Coba saja Taehyung tak menjanjikan imbalan tersebut. Ia yakin Minjae pasti akan menolaknya mentah-mentah dengan alasan sibuk dengan urusan kuliah. Sibuk pantatnya! Bocah yang hobi berburu di kelab malam itu tak ada seriusnya dengan urusan kuliah.

Taehyung memiringkan tubuhnya. Memeluk guling dan memejamkan matanya. Ia tak sabar menunggu hari esok. Dirinya berharap bahwa semoga cuaca esok hari cerah sehingga menambah semangatnya untuk melakukan rencana yang telah ia susun rapi dalam benaknya.

***

"Aku mohon. Oke, Jim!" Taehyung mengamit lengan Jimin di sepanjang lorong menuju ruang latihan mereka. Jimin terkekeh. Kedua tangannya dimasukkan ke dalam celana training hitamnya.

"Memangnya apa yang mau kau lakukan?"

"Sesuatu yang sangat penting."

Jimin berhenti melangkah membuat Taehyung ikut berhenti. Ia menyampingkan tubuhnya menghadap Taehyung dan bersandar pada dinding. "Aku tak akan membantumu jika kau tak memberitahu alasannya."

Taehyung mendesah. Sebenarnya ia bisa saja meminta tolong pada Jungkook, Hoseok hyung, atau yang lainnya. Tapi tidak dengan Yoongi yang pastinya akan berakhir mengancamnya dengan sadis.

Tidak dengan Jungkook mengingat bocah kelewat hiperaktif itu pasti akan menggodanya habis-habisan dan bahkan menuntut alasan yang lebih dalam lagi. Tidak dengan Namjoon hyung yang pastinya akan melupakan permintaannya dan berakhir dengan hukuman Sejin hyung, manajer mereka.

"Baiklah. Aku harus menemui teman lamaku karena aku memiliki hutang kepadanya."

Jimin menaikkan satu alisnya. "Hanya itu?" tanyanya tak yakin. Taehyung memberengut membuat Jimin menghela nafas pendek dan terkekeh lagi. Ia mengangguk dan menepuk pundak Taehyung. "Baiklah-baiklah. Aku akan mengatakan pada Sejin hyung bahwa kau diare."

Mata Taehyung berbinar. Ia tersenyum menampakkan giginya dengan mata yang menyipit. "Terimakasih, Jim! Aku mencintaimu!" teriaknya kecil. lantas dengan cepat mengecup pipi Jimin membuat pria berambut kuning itu terkejut. Ia hendak memukul Taehyung namun kawannya itu sudah berlari kegirangan.

 Ia hendak memukul Taehyung namun kawannya itu sudah berlari kegirangan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Dasar sinting!" umpatnya mengusap pipinya. Jimin menghela nafas panjang. Yah, saatnya ia mengarang cerita kepada Sejin hyung. Alien satu itu menyusahkannya dengan memohon untuk membantunya membolos latihan pagi ini. Jimin mendengus. Sebegitu senangnya kah bertemu teman lama? Ia sendiri tak yakin dan menduga, jangan-jangan Taehyung sedang berkencan dengan seseorang.

***

Taehyung menunggu di depan kampus Minjae. Ia memakai hodie hitam yang menutup kepalanya, lengkap dengan penutup wajah berwarna hitam. Kedua tangannya dimasukkan ke dalam saku hodienya sedang kakinya mulai menggores-gores tanah.

Ia bosan. Sudah hampir satu jam Taehyung menanti Minjae datang. Bocah itu biang bahwa ia akan datang 30 menit lagi. Namun ini sudah kelewat dari 30 menit dan itu hampir membuat Taehyung lumutan.

Sebuah mobil Hyundai hitam berhenti di depan gerbang kampus. Taehyung mengamatinya sebentar. Namun ketika ia hendak membuang pandangannya ke langit, matanya sedikit membesar. Sedang dibalik masker yang menutupi setengah wajahnya sebuah senyuman tipis terukir.

Yoojung keluar dari mobil hitam itu. Rambutnya selalu tergerai seperti biasa. Mata Taehyung terus menatap Yoojung. Mengamati perubahan gadis tersebut. Ia mendesah pelan. Mengamati ekspresi Yoojung membuatnya resah. Kenapa ekspresi wajah itu tak pernah berubah. Selalu terlihat sendu.

Taehyung melihat lelaki lain keluar dari mobil. Ia ingat lelaki itu. Dia adalah pria yang memanggil Yoojung malam itu. Malam dimana mereka bertabrakan dan Yoojung menjatuhkan es krimnya.

Mengamatinya lebih lekat dan menelisik postur yang dimiliki pria tersebut membuat Taehyung semakin yakin bahwa sosok pria yang pernah menampar Yoojung bertahun-tahun yang lalu di belakang gedung sekolah adalah dia.

Kepala Taehyung bergerak mengikuti gadis itu. Setelah Yoojung berpelukan dengan pria yang entah siapa itu, gadis itu berjalan memasuki kampus. Selepas gadis itu menghilang di kelokan jalan taehyung mendesah. Ingin rasanya ia menghampiri gadis itu, namun entah mengapa ada sesuatu yang menahannya.

Ia mengingat wajah itu. Wajah yang selalu terlihat murung itu. Entah mengapa setiap kali melihatnya, Taehyung merasa kesal. Andaikan saja ia bisa merubah ekspresi wajah itu. Andaikan saja dulu ia tak pernah menahan diri untuk menyapa gadis itu, apakah akan ada sesuatu yang berubah?

Taehyung mendesah untuk kesekian kalinya. Ia hendak membalikkan badan ketika seseorang tiba-tiba merangkul lehernya membuatnya sedikit terkejut.

"Heh bajingan sinting! Apa kabar?" tanya Minjae. Sudah bertahun-tahun lamanya Taehyung tak pernah mendengar panggilan menyebalkan itu. Sambil menghempaskan rangkulan Minjae ia mendengus. "Berhenti memanggilku seperti itu jika kau saja tak bisa mengalahkan ketampananku dan tak bisa mengalahkan nilai matematikaku."

"Hei, kau bangga dengan nilai 30?" Minjae mendesis.

"Setidaknya bukan angka nol yang kudapatkan." sindirnya. Mata Taehyung kembali menatap mobil hyundai hitam dengan seorang pria berjas hitam berdiri disana tengah menelpon seseorang. Pria yang tadi mengantar Yoojung.

"Minjae-a, kau tahu siapa dia?" tanya Taehyung. Minjae mengikuti arah pandang Taehyung. Lantas mengeluarkan suara 'oh' kecil. Tangannya kembali merangkul pundak Taehyung.

"Dia kakaknya Yoojung."

Taehyung mengernyitkan dahi. Kakaknya? Bukannya Yoojung adalah anak tunggal?






[]

Crystal Snow ✔ Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang