18| Sama

9.2K 1.3K 250
                                    

Yuchae merasa Tuhan sedang mempermainkan perasaannya.

Dia tidak pernah tahu sejak kapan jantungnya berdebar kencang saat Namjun ada di dekatnya. Postur tinggi pria itu terbungkus kaos hitam yang hampir pas badan.

Malam ini Namjun hanya mengenakan jins yang belum diganti sejak datang ke hotel. Kaki-kaki bersembuyi di balik kaus kaki putih polos di dalam sandal selop.

Ternyata Namjun serius memenuhi keinginannya untuk berbicara. Mereka masih diam di balkon tanpa ada yang berminat membuka suara.

Mengetahui, Yuchae tidak akan membuka percakapan dalam waktuu panjang, Namjun memulainya lebih dulu dengan pertanyaan ringan. "Kakimu bagaimana?"

"Sudah lebih baik." Yuchae mencoba menggerakkan kakinya ke depan, membuktikan tidak ada yang perlu dikhawatirkan.

"Jika masih sakit dan ada yang kau butuhkan, segera katakan padaku."

Dia mengangguk paham. Pandangannya beralih lagi pada lututnya. Yuchae memandangi kakinya yang dibebat. Sakitnya tidak separah beberapa jam lalu. "Sepertinya aku sudah bisa berlari melawan bebek," candanya, merasa gagal melucu.

Anehnya Namjun justru tertawa dan membuat Yuchae merasa ngeri. Dia semakin menerka-nerka mungkin saja Namjun menderita Angelman Syndrom, ialah kelainan genetik ditandai sering tersenyum, tertawa, maupun selalu terlihat bahagia dan bersemangat.

Seakan senyum sudah permanen di wajah pria itu.

Tetapi lebih buruk dari itu semua, Yuchae mulai tidak tahan dengan senyum itu. Karena setiap kali Namjun menunjukkan senyumnya selalu ada saja bagian dari sudut hatinya yang marah-marah. Seakan sedang menonjok tulang rusuknya.

"Ahjussi, apa kau tahu Angelman Syndrom?"

"Kenapa?"

"Apa tidak sebaiknya Ahjussi cek kesehatan. Masalahnya Ahjussi sering sekali tersenyum. Aku jadi takut."

Seperti dugaannya. Pria ini tertawa lagi. Matanya tertutup dan itu membuatnya tampak lucu.

Tiap kali Namjun tertawa, Yuchae merasa malaikat sedang menarik nyawanya keluar.

"Kalau kerja aku jarang tertawa. Makanya saat bersamamu aku ingin lebih bebas," ungkap Namjun tanpa keraguan, matanya berkilat senang dan jelas menunjukkan suasana hati yang bagus.

Yuchae tidak berkata apa-apa. Namun, tiba-tiba Namjun mencapit pipi kirinya membentuk lengkungan. "Kau juga harus banyak tersenyum, ya, Hong Yuchae."

Yuchae bisa merasakan suhu tubuhnya yang meningkat. Jantungnya berdetak kengcang bahkan setelah Namjun menjauhkan tangannya. Rasanya sangat gugup. Yuchae grogi.

Oh tidak...

"Katanya kau ingin bicara denganku?"

"Anu..." Tuhan pasti serius memberinya ganjaran. Malaikat di atas sana pasti juga sedang tertawa puas melihatnya gugup setengah mati. Mata Yuchae berkedip bimbang dan turut serta membuang pandangannya ke arah lapangan di bawah balkon. "... Ahjussi tipe orang yang menilai seperti apa?"

Namjun mempertimbangkan kata-kata Yuchae dalam kepalanya. "Maksudmu? Penilaian kepada seseorang?"

Yuchae menganggukan kepala bersemangat dan kembali menatap wajah Namjun. "konon, untuk mengetahui tipe seseorang, orang lain akan menilai penampilan mereka atau toilet atau kondisi rumah."

"Hmm..." Namjun mengusap rahangnya, "Kotak pensil."

"Kenapa bisa?"

Diterangi sinar lampu sudut, ekspresi keingintahuan Yuchae bisa terlihat jelas dengan mata berkilauan.

SelfishWhere stories live. Discover now