27| Terima

3.4K 759 195
                                    

Tokyo, Jepang
Satu tahun kemudian.

Kalau dipikirkan baik-baik, sebagian besar hal di dunia ini tidak terjadi dengan tiba-tiba. Namun dalam hati sekalipun Namjun tetap bertanya-tanya bagaimana hubungannya bisa sampai sejauh ini. Dia pun masih berusaha menuturkan kalimat logis dalam kepalanya untuk mengais alasan. Tetapi tentunya ia tidak bisa mendapatkan jawaban maupun mengulangi apa yang telah terjadi.

Dua hari kemudian setelah tiba di Tokyo, Namjun baru sempat keluar dan pergi membeli karya tulis Marie Kondo berjudul Joy at Work di toko buku yang letaknya hanya perlu berjalan lima menit menuju stasiun. Setelah sampai di tempat tujuan, ia membeli segelas kopi panas dan duduk di kursi kayu yang tersedia di taman dekat kampus Nihon Kogakuin.

Pohon sakura di depannya berjajar tinggi. Warna merah muda lembut terhampar di sepanjang ruas jalan. Jika saja Namjun melepas sepatunya, ia yakin ia bisa merasakan kehalusan kelopak-kelopak sakura itu di sela jemari kakinya. Lalu satu kelopak sakura jatuh di atas halaman bukunya yang terbuka, dan itu membuat Namjun benar-benar sadar suhu menjadi lebih hangat.

Hong Yuchae pernah menjelaskanya segala hal tentang Musim Sakura padanya. Hazakura berarti menandakan musim sakura akan berakhir dan kelopak sakura berguguran, maka pada saat itulah bulan Mei akan tiba. Dan artinya sudah setengah tahun berlalu sejak terakhir kali ia melihat Yuchae menangis sesunggukan akibat kematian kakek dan neneknya karena keracunan makanan laut, sejak gadis itu hampir tak pernah menemuinya lagi, dan satu tahun sejak gadis itu diterima di universitas swasta Tokyo.

Segalanya telah banyak berubah. Rasanya terlewati dengan cepat namun juga lambat. Hubungannya dengan Yuchae pun sudah berkembang lebih jauh dari pelukan malam itu. Yuchae mengajarinya banyak hal. Sebelum keberangkatan gadis itu ke Tokyo, ia ingat bagaimana Yuchae yang menangis dan memintanya menjaga kesehatan, atau bagaimana rasanya pelukan erat gadis itu ketika mendapat kabar diterima salah satu universitas.

Bukan keputusan mudah melepaskan gadis itu ke Jepang sementara ia di Korea.

Sekarang ia sangat merindukan gadis itu.

Dua malam ini Namjun terus memikirkan Hong Yuchae sampai kesulitan tidur. Entah karena tak sabar bertemu atau ia terlalu merindukan gadis mungilnya.

Lalu ia merasakan sesuatu menyenggol rambutnya. Namjun segera berbalik ke belakang dan mendongak. Seorang gadis yang rambutnya dicukur pendek berwarna hitam legam baru saja menjauhkan tangan dari kepalanya. Jarinya menjepit kelopak mawar dengan wajah polos.

"Aku cuma mau ambil ini dari kepala Ahjussi."

Namjun terdiam seribu bahasa. Hong Yuchae berdiri di belakang kursinya mengenakan hoodie berwarna terakota yang kebesaran. Hoodie itu dibelikannya setengah tahun lalu sebagai bentuk hadiah karena Yuchae berhasil lolos dalam tes universitas.

Mereka bertemu setengah tahun lalu, tapi rasanya ia sudah rindu lagi. Enam bulan lebih adalah waktu yang terasa panjang, sulit, dan begitu sepi. Tentang bagaimana Yuchae yang hobi bercanda, bermain game di rumahnya, atau memasak ramen tengah malam di apartemennya dengan sandal selop abu-abu milik Namjun. Masih terkenang semua gambaran itu dalam kepala Namjun, dan ia merasakan kelegaan membajiri sanubarinya karena nyatanya mereka sudah bertahan sejauh ini.

Yuchae berjalan memutari kursi dan duduk di sebelah Namjun. "Ahjussi sudah lama duduk di sini?"

Namjun menilik arlojinya dan ternyata ia sudah duduk sambil membaca buku sekitar dua jam. Bahkan buku yang dibacanya melewati setengah jumlah halaman. "Sepertinya begitu." Ia mengangkat wajahnya kepada Yuchae dan mengumbar senyum menawan.

Senyum yang membuat dada Yuchae berdebar-debar tak keruan. Yang kerap kali membuatnya salah tingkah ketika melihat cekung kulit di pipi pria itu. "Kapan Ahjussi tiba di Tokyo?" Yuchae menahan rambutnya ke belakang telinga.

SelfishWhere stories live. Discover now