22| Janji

3.4K 740 200
                                    

Menjelang siang, Yuchae sengaja menghubungi sang ayah untuk menjemputnya di Ilsan. Namjun jelas tak tahu dengan keputusan mendadak ini. Tetapi Yuchae sudah bertekad sejak sarapan tadi kalau ia akan pulang hari ini. Bukan salah Namjun, ia justru mengharapkan waktu santai berdua lebih lama dan saling bertukar cerita tanpa Jihun.

Jihun memang sialan. Titisan setan.

Setelah memastikan pria itu memiliki waktu luang, Yuchae mengirim pesan pada Namjun untuk menemuinya di bukit dekat pemakaman orang tua Namjun. Pria itu datang lima belas menit sebelum orang tuanya tiba. Masih ada waktu untuk mengatakan beberapa hal.

Mereka berjalan menjauhi parimeter penginapan, tak seorang pun akan melihat mereka jalan bersama.

"Kau yakin dengan keputusanmu?" tanya Namjun setelah Yuchae memberitahu kepulangannya.

Yuchae terdiam sebentar kemudian mengangguk. "Ayah sudah dalam perjalanan."

"Kalau begitu aku harus menemui orang tuamu dulu sebelum membawamu pergi."

"Untuk apa?"

"Untuk memastikan kau aman kalau tidak didekatku," canda Namjun.

Seketika Yuchae tersipu. Dadanya menjadi sakit karena berdebar keras. "Sejak kapan Ahjussi pandai merayu?"

"Sejak gadis bernama Hong Yuchae mencium pipiku."

Wajah Yuchae merona malu. Namun ia pura-pura terlihat santai padahal hatinya semakin berdebar tak tentu. "Baiklah. Anggap saja kau memang sudah tergila-gila padaku."

Namjun tertawa lebar. Saking kerasnya, setitik air mata keluar di sudut mata. Ucapan itu belum tentu lucu bagi orang lain, tapi entah mengapa Namjun merasa terhibur dan bisa lebih bebas mengobrol berdua bersama Hong Yuchae—mengobrol seperti masa-masa beberapa tahun silam.

"Aku jadi semakin khawatir dengan kondisi Ahjussi." Yuchae meringis dan ikut tertawa samar. "Sepertinya Ahjussi sakit ya karena sering tertawa."

"Kurasa aku butuh tertawa setelah beberapa bulan bekerja," jawab Namjun menarik napas setelah puas tertawa.

Mereka terdiam sesaat.

Yuchae mengamati pria yang berdiri di sampingnya. "Bagaimana dengan temanmu waktu itu?"

"Hong Hyujin?" tanyanya. "Pagi-pagi sekali dia sudah pergi meninggalkan Ilsan."

Patutkah Yuchae bersyukur? Tentu saja. Ia senang sekali karena bisa meninggalkan Ilsan dengan perasaan damai. Tidak, tidak... ia bukan bermaksud jahat pada Hong Hyujin, hanya saja ia mulai merasakan sebuah perasaan di mana Namjun hanya boleh melihatnya secara khusus sebagai wanita. Terdengar posesif, namun Yuchae sedang suka saat bersama pria itu atau ketika Namjun memberinya perhatian kecil.

Yuchae merasa mulai gila memikirkan setiap bagian kecil dari Namjun.

"Ahjussi," kata Yuchae mulai terdengar serius. Gadis itu memasukkan tangan-tangannya ke kantong jaket.

"Ya?"

"Bagaimana menurutmu wanita yang punya pendidikan dan bisa kuliah?"

"Aku?" Namjun berpikir lama sambil mengeluarkan suara menggumam dari mulut yang terkatup. "Melalui sudut pandangku, mereka tidak punya perbedaan signifikan dengan sebelum atau sesudah mendapat gelar kecuali mereka menyerap banyak ilmu. Aku pun bukan orang yang akan menanyakan gelar pendidikan pada orang lain. Tapi aku cukup senang berdiskusi dengan orang yang berwawasan," paparnya. "Ilmu bisa kau dapatkan dari siapa pun dan dari mana pun. Yang membedakanmu dengan yang lainnya adalah landasan dan cara berpikirmu, serta caramu menyelesaikan masalah tanpa berniat menghindar. Manusia hidup untuk terus belajar, bukankah begitu?"

SelfishWhere stories live. Discover now