Bab Satu

19.3K 927 152
                                    

Hari pertama tinggal di Jakarta membuat Devan ingin kembali ke kota kelahirannya, Bandung. Baginya, Jakarta itu tidak baik untuk kesehatan fisik dan mental. Setiap hari harus menghirup asap kendaraan yang berterbangan, dan harus sabar dalam menghadapi kemacetan lalu lintas yang parah setiap pagi.

Namun, apa boleh buat tuntutan seorang ayah yang mengharuskan Devan untuk pindah ke Jakarta karena harus menemani Kejora yang memilih untuk kuliah di Jakarta. Sang ayah tidak mau Kejora tinggal sendiri di ibukota, apalagi sekarang Kejora telah memiliki kekasih yang memiliki otak mesum, takut terjadi apa-apa.

Setelah mengantar Kejora ke kampus, Devan langsung berangkat ke kantornya, hari ini hari pertama masuk kerja di kantor baru, jadi dia harus terlihat baik, terkadang pencitraan itu memang perlu agar orang-orang mengagumi diri kita. Bukan gila hormat, atau gila pujian, namun sejatinya manusia memang seperti ini. Tapi yang selalu Devan tekankan dalam hidupnya adalah, dipuji jangan terbang, dihina jangan tumbang.

Saat jalanan mulai lengang tiba-tiba ada seorang cewek berseragam putih biru, menyeberang tidak hati-hati, belum sempat Devan rem mobilnya, sudah terserempet duluan.

Devan menepikan mobilnya lalu melihat keadaan cewek itu yang lulut dan sikunya lecet.

"Kalau bawa mobil itu hati-hati dong!" omel cewek itu yang berusaha bangun sendiri, saat Devan ingin membantu tapi langsung ditepis. "Enggak usah."

Devan mengikuti langkah kaki gadis itu ke trotoar. "Mau diantar ke rumah sakit?"

"Enggak mau, Om ini udah tua tapi enggak bisa bawa mobil."

Devan heran dengan anak ini, dia yang menyeberang secara tiba-tiba, tapi dia yang marah, seharusnya Devan yang marah. Menurut Devan, dia ini calon emak-emak bawel, yang sen kiri, tapi belok kanan di masa depan.

"Terus kamu mau apa?"

"Gendong sampai ke sekolahan!"

"Hah? Kok? Kan kamu yang salah, kenapa kamu malah minta ganti rugi ke saya, kamu nyeberang buru-buru."

Cewek itu menghela napas. "Om gendong aku ke sekolah yang jaraknya 1 KM dari sini, atau aku nangis terus teriak kalau Om melakukan pelecehan seksual, biar digebuk masa!"

"Saya antar pakai mobil, ya."

"Enggak mau!"

Akhirnya Devan mengalah, dia langsung berjongkok dan membiarkan cewek itu naik ke punggungnya.

Sebenarnya ini hal biasa bagi Devan, karena dia sudah biasa menggendong Kejora, tapi yang jadi masalahnya adalah dia malu karena menjadi pusat perhatian. Abang-abang berdasi gendong anak SMP.

Berbeda dengan cewek itu yang seperti menikmatinya, dia mengalungkan tangannya ke leher Devan, dan wajahnya disenderkan ke pundak Devan.

Jarak 1 KM cukup menguras tenaga, akhirnya sampai juga di depan sekolahan tersebut. Cewek itu turun dari gendongan Devan dan tak lupa mengucapkan terima kasih karena sudah diantar.

"Om, nunduk deh, aku mau bisik sesuatu."

Devan pun mengikuti perintahnya, mendekatkan telinga ke mulut cewek itu. "Om ganteng, kayak idolaku, Kim Taehyung, aku suka."

Tanpa Devan sadari, cewek itu mencium pipi Devan dan langsung berlari.

Devan terkejut, anak SMP zaman sekarang ternyata seberani itu.

Sebelum benar-benar menghilang dari gerbang sekolah, dia berkata, "Makasih, Om, namaku Ratu." Setelah itu, dia benar-benar menghilang dari pandangan Devan.

Seulas senyum terukir di bibir Devan dan dia memegangi pipinya yang bekas dicium anak SMP tadi.

"Apakah ini namanya cium pipi pertama?" gumam Devan dengan senyuman yang masih melekat.

SAVIOR (END)Where stories live. Discover now