Bab Dua Puluh Enam

7.5K 706 285
                                    

Akhirnya Ara sudah sampai di Jakarta setelah menempuh perjalanan panjang, ia kembali menghirup udara yang penuh polusi, tetapi tempat yang memiliki banyak sekali kenangan, karena di sinilah tempat ia tumbuh hingga dewasa.

Sebelum pulang ke rumah, Ara langsung ke apartemen Devan, ia ingin sekali bertemu laki-laki itu, lalu memeluknya dengan erat. Ah, Ara sudah tidak sabar akan hal itu, benar kata orang harus merasakan kehilangan dulu, baru sadar kalau kamu benar-benar mencintainya. Dan sekarang Ara sadar, Devan adalah cintanya.

Setelah menurunkan koper dari taksi yang ditumpanginya, ia langsung ke naik ke apartemen Devan. Mudah-mudahan saja laki-laki itu ada di apartemennya.

Beberapa kali Ara memencet bel apartemennya, tetapi tidak ada jawaban. Ia pun memencet password di pintu, mungkin saja kodenya masih, tapi nihil, sepertinya Devan sudah mengganti kodenya.

Ara melirik jam di pergelangan tangan kiri, ini sudah sore, seharusnya Devan sudah balik dari kantor, atau bisa jadi dia lembur, pikir Ara.

Ara menahan lelah tubuhnya demi menunggu Devan, demi mendapatkan pelukan yang ia rindukan.

Waktu terus bergarak, tak terasa sudah tiga jam Ara menunggu, akhirnya Devan muncul, tetapi tidak sendiri, Devan bersama Ratu yang baru pulang dari pantai.

Mereka kaget dengan kehadiran Ara yang secara tiba-tiba.

"Dev, i miss you." Saat Ara hendak memeluk Devan, laki-laki iu langsung mundur. "Kamu enggak kangen aku?"

Devan menggeleng, lalu membuka pintu apartemennya. Ratu dan Ara pun segera masuk.

"Dev, aku minta maaf, aku balik buat kamu, setelah jauh dan kehilangan aku baru sadar kalau aku cinta banget sama kamu. Aku ninggalin London buat kamu, Dev!"

Devan menyunggingkan seulas senyum, lalu menggenggam jemari Ratu. "Sorry, Ra. Aku udah lupa sama kamu." Devan menatap Ara. "She is my future wife, tinggal nunggu dia lulus SMA."

Ara merasa tidak terima karena dirinya harus kalah dari anak bau kencur yang kalau dibandingkan sama dirinya kayak bumi dan langit. Ara memperhatikan Ratu dari ujung kaki sampai ujung rambut, sangat berbanding terbalik dengan dirinya yang menurutnya sangat sempurna dalam segi fisik.

"Dev, standar kamu dia? Hei, lihat dia cuma anak kecil yang SMA aja belum kelar." Ara tersenyum miring. "Dan lihat penampilannya, buruk sekali, dan wajahnya? Oh ugly face!"

Devan tersenyum tipis. "Enggak apa-apa, asal enggak murahan aja." Devan mengeluarkan ponselnya dari saku celana, lalu memperlihatkan sesuatu. "Ada orang yang kirim video seks di DM instagram aku."

Ara langsung melihat video itu dengan mata melotot. Video yang memperlihatkan dirinya di atas dan Raka di bawah, tanpa ada sensor sama sekali. Ara yang memimpin adegan panas itu.

Devan membacakan kalimat di bawah video itu. "Hati-hati dia udah longgar dari sebelum sama gue."

Raka sialan! Ternyata lo videoin kita!

"Itu kan hanya masa lalu," ujar Ara seakan tidak punya malu, masih bisa berbicara seperti itu.

Devan tersenyum miring, lalu berbisik. "Aku enggak suka barang bekas yang udah ditusuk berkali-kali."

Ara mengangguk. "Ya, aku udah enggak virgin sejak SMP, aku udah tahu kissing sejak SD." Ara melipat tangannya ke dada. "Kenapa? Kaget? Karena wajah aku yang terlihat lugu? Makanya jangan nilai seseorang dari sampulnya."

Ratu berdecak. "Enggak tahu malu, di mana harga diri Kakak sebagai perempuan?"

"Seks itu candu, tapi Devan terlalu munafik, selama pacaran, kissing aja jarang dan dia bukan good kisser. Padahal aku pengin yang lebih." Ara menatap Ratu lekat-lekat. "Lo juga enggak usah munafik! Atau lo udah pernah dipakai, ya?"

Sebuah tamparan mendarat ke pipi Ara. Ya, Ratu yang melakukannya. "Aku enggak semurah Kakak."

Saat Ara hendak membalas tamparan Ratu, namun Devan langsung menahan tangannya. "Jangan sentuh  calon istri aku, atau kamu yang akan aku buat babak belur?"

Ara menatap Devan dengan kesal, jauh-jauh dari London ke Jakarta, ternyata Devan menolaknya, dan selama ini aib yang ia tutupi rapat-rapat ketahuan juga.

"Mending sekarang kamu pergi dari sini, dan jangan pernah balik lagi."

Ara langsung mengangkat kopernya dan melempar ke dada Ratu dengan tiba-tiba, hingga Ratu terhuyung ke belakang.

"Ara sialan!" Devan langsung menolong Ratu, tak ada waktu untuk mengurus Ara.

Ara langsung mengambil kopernya lalu keluar dengan tergesa-geda.

Devan mengangkat Ratu ke sofa. "Kak, dada aku sakit," ujar Ratu seraya menggigit bibir bawahnya.

Devan menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. "Ratu, Kak Dev itu laki-laki."

"Sakit banget, Kak. Kayaknya memar deh habis ditiban koper gede yang berat."

Devan langsung mengambil alat pengompres, dan membuka baju Ratu yang di dalamnya masih dilapisi bra. "Maaf, ya, Ratu."

"Kak Dev, Ratu malu."

Devan menahan hasratnya, untuk jangan tergoda dengan apa yang akan ia lihat nanti, ini murni karena ingin menolong bukan untuk macam-macam, tetapi Devan tetaplah laki-laki normal apalagi Ratu ini perempuan yang ia sayang. Namun, kalau tidak diobati bisa makin parah.

Tahan, Dev, tahan.

Saat pengait bra itu terlepas, terpampanglah sudah, dua gundukan yang tidak terlalu besar tapi bagi Dev itu imut dan lucu, gemes banget dengan buahnya yang merah.

Devan langsung menutup matanya, dan mulai mengompres, tetapi karena sambil merem, arah kompresnya pun jadi tak beraturan.

"Itu perut aku, Kak. Buka aja matanya, Kak."

Devan menghela napas. "Ratu, aku laki-laki normal, aku pengin nyentuh nanti."

"Kenapa enggak disentuh aja, Kak? Kan cuma disentuh."

Devan pun langsung membuka matanya. "Ratu, nanti aku pengin."

"Kata Kak Kejora kalau Kak Dev dulu polos, sekarang kok enggak lagi?"

Devan mendelik. "Udah ada kamu soalnya."

Devan kembali mengompres dada Ratu yang memar, ia benar-benar tahan hasratnya untuk tidak memegang pakai jari, hanya menatap tanpa menyentuh ternyata tersiksa banget, apalagi di bawah sana sudah menengang.

Ratu langsung mengubah posisinya dari dulu. "Kan yang sakit dada bukan tangan, aku kompres sendiri aja. Kasihan lihat Kak Dev udah keringatan gitu."

"Ya ampun Ratu, kenapa enggak dari tadi aja?"

"Enggak kepikiran, namanya juga sakit banget jadi enggak mikir apa-apa lagi."

Devan menghela napas. "Iya sih, karena Kak Dev juga panik jadi enggak kepikiran apa-apa, soalnya dada kan organ vital, takut kamu kenapa-napa."

Ratu pun langsung ke kamar mandi untuk melanjutkan kompresannya, ia melihat dadanya yang sudah membiru.

Sementara Devan juga ke kamar mandi kamarnya, ia butuh mandi agar rileks. Apa yang dirasakan oleh Kennard telah Devan rasakan, dan itu benar-benar menyiksa. Bisa menatap tapi enggak bisa menyentuh.

Tenang, Dev, bentar lagi Ratu jadi istri lo, tinggal minta ajarin Kennard buat gaya yang mantap, biar sekali tendang langsung gol.

***

BAGAIMANA PART INI?

PESAN KALIAN UNTUK DEVAN...

Kalau kata readers, Devan itu mesumnya nanggung, coba cowok lain langsung dah habis dimakan haahah

SAVIOR (END)Where stories live. Discover now