Bab Tiga Puluh Sembilan

7.6K 697 252
                                    

HARI INI AKU TRIPLE UPDATE. KALIAN SENENG TIDAK?

AYO BERTEMAN DENGAN AKU DI IG: MULIAFITRI.A

HAPPY READING

***

Setelah Devan keluar dari apartemen, Ratu pun ikut keluar, ia ke kontrakan abangnya, Dewa. Setelah keluar dari penjara Dewa sudah bekerja di salah satu pabrik, penghasilannya cukup untuk menghidupi dirinya sendiri dan membayar kontrakan. Tempat tinggalnya tidak terlalu besar, tetapi cukup bersih dan nyaman.

Dewa membuatkan secangkir teh untuk Ratu.

"Ratu, nggak baik lho, pergi dari rumah tanpa seizin suami. Apa pun yang terjadi harus di rumah," nasihat Dewa. Ratu juga tahu hal itu, tetapi percuma dia di apartemen, toh suaminya juga pergi entah ke mana.

Ratu meneguk tehnya lalu berkata, "Salah nggak sih kalau aku minta Kak Dev buat nikah lagi?"

"Hah? Gila kamu! Ya jelas salah, Ratu. Kamu ini udah nggak waras apa gimana? Kok mau-maunya dimadu."

Ratu menertawakan dirinya sendiri. Dewa benar, mungkin Ratu sudah gila karena rela dimadu, ya walaupun aslinya sakit. "Aku enggak bisa hamil. Mungkin bisa, tapi harus operasi dulu, aku takut. Makanya aku minta Kak Dev buat nikah lagi biar dia punya keturunan, Bang."

Ternyata Ratu hanya pintar di akademik, dalam urusan rumah tangga benar-benar payah. Ratu memang cocok melanjutkan pendidikannya daripada menjadi seorang istri semuda ini, pikir Dewa.

"Terus kalau operasi kenapa, Ratu? Operasi itu nggak semengerikan apa yang dipikir. Saat di ruang operasi kamu akan dibius, dan sakitnya enggak akan kerasa."

"Tapi pasti setelah operasi akan sakit."

Dewa menghela napas. "Ke mana Ratu yang struggle dari kecil? Ke mana Ratu yang bisa berpikiran dewasa dan bijak? Coba kasih tahu Bang Dewa di mana?" Dewa memegang pundak Ratu, lalu menatapnya dalam-dalam. "Sakitnya operasi itu hanya sementara, sedangkan sakitnya dimadu itu selamanya. Kamu mau kasih sayang dan perhatiannya Devan terbagi? Bohong kalau kamu baik-baik saja. Kamu itu perempuan biasa yang bisa sakit! Jadi jangan ngada-ngada."

"Kak Dev juga lagi dekat sama perempuan lain."

"HAH?!"

***

Devan menghentikan mobilnya di sebuah rumah sederhana, kemudian ia langsung masuk ke dalam, dan mengetuk pintu beberapa saat. Seorang wanita membuka pintu dan tersenyum ramah ke arah Devan.

"Ayo masuk," ujarnya.

Devan menggeleng. "Di teras aja, enggak baik aku masuk, di rumah kamu nggak ada laki-lakinya.".

Diandra dan Devan pun langsung duduk di kursi yang ada di teras dengan meja kecil yang menjadi pembatas antara mereka.

Devan langsung mengutarakan niatnya menemui Diandra malam-malam.

"Diandra, tolong jangan makin memperkeruh keadaan, sekarang kami sedang berjuang agar Ratu bisa hamil, lalu kamu datang membuat keadaan semakin kacau, aku bertengkar sama Ratu. Asal kamu tahu, Di."

"Aku niatnya cuma silaturahmi, pengin kenalan sama istrimu, apa itu salah?"

Devan menggeleng. "Enggak salah, Di, yang salah adalah untuk apa kamu menceritakan tentang masa lalu kita?"

"Bukannya Ratu harus tahu bahwa kita dulu berteman?"

Devan masih menatap datar. "Untuk apa? Aku rasa itu udah nggak penting lagi, Di. Sekarang kita udah dewasa, dan mempunyai kehidupan masing-masing, sekarang posisikan diri kamu layaknya teman kerja, jangan sampai ada kesalahpahaman antara aku dan Ratu. Aku nggak mau kehadiran kamu membuat rumah tangga yang baru seumur jagung ini harus kandas."

Diandra tidak menyangka Devan mengatakan hal itu, padahal Diandra berharap Devan tidak melupakan pertemanan mereka dulu. Apalagi mereka pernah saling menyimpan rasa, dan semua harus dilupakan hanya karena menjaga perasaan seseorang. Benar-benar tidak masuk akal, pikir Diandra.

"Istrimu terlalu posesif, Dev. Kita hanya berteman, nggak lebih. Lagian aku tahu posisiku, kamu itu suami orang, dan aku enggak mungkin merebut apa yang menjadi milik orang lain. Aku nggak sejahat itu, Dev."

Tanpa disadari apa yang diucapkan oleh Diandra telah melukai hati Ratu, ia juga perempuan, tetapi ia tidak peka akan hal itu.

"Aku minta jangan pernah menemuiku atau Ratu di luar jam kerja, jangan pernah datang ke apartemenku, aku hanya ingin menjaga perasaan wanitaku. Apalagi saat ini dia lagi sensitif masalah kandungan, ditambah ucapan kamu yang menyakiti hatinya. Aku nggak mau dia sampai berpikir yang bukan-bukan tentang kita."

Diandra terkekeh pelan. "Istrimu aja yang terlalu baper, Dev. Padahal aku ke rumahmu nggak ngapa-ngapain, apa kamu kamu nggak boleh punya teman perempuan, istrimu cemburu buta? Makanya, Dev, cari istri yang dewasa, jangan yang childish, ABG kok dijadiin istri."

Ucapan Diandra semakin keterlaluan, tidak ada satupun laki-laki di dunia ini yang terima kalau pasangannya direndahkan seperti itu. Akhirnya Devan pun berdiri dari tempatnya.

"Jodohku bukan urusanmu, dan satu lagi kamu nggak perlu datang ke kantor, karena mulai besok kamu bukan sekretarisku lagi. Dan lupakan tentang pertemanan kita."

"Dev, nggak bisa gitu dong!"

Devan tidak peduli, ia terus melangkah, hingga mobilnya tak terlihat lagi dari pandangan Diandra. Sekarang Diandra bukan hanya kehilangan Devan sebagai teman, tetapi ia juga kehilangan pekerjaannya.

Saat Devan sampai di apartemennya, ia langsung disuguhkan oleh pemandangan Dewa yang lagi ngobrol sama Ratu di ruang tamu. Tanpa aba-aba, Dewa langsung melayangkan pukulannya kepada Devan, dan Ratu langsung menghentikan aksi itu.

Devan menyeka darah di sudut bibirnya. "Ada apa ini?"

"Gue kasih Ratu ke lo untuk dijaga, dan dilindungi, bukan untuk dikhianati, bangsat!"

Devan menatap Ratu sekilas, lalu tersenyum tipis. "Kamu cerita masalah kita ke luar?" Setelah itu ia langsung ke kamar.

Ratu meminta Dewa untuk segera pulang, lalu Ratu meraih kotak P3K untuk mengobati luka Devan.

"Kak, maaf, aku juga nggak tahu kalau Bang Dewa bakal mukul Kakak, tadi aku ke tempatnya Bang Dewa, terus dia antar aku pulang—"

Devan memegang tangan Ratu yang lagi mengobati lukanya. "Kak Dev minta maaf, tapi tolong masalah rumah tangga kita cukup kita yang tahu, biar masalahnya nggak makin melebar dan banyak orang yang salah paham."

Ratu mengangguk. "Tadi Kak Dev ke mana?"

"Ke rumah Diandra." Ekspresi wajah Ratu langsung berubah. "Bukan untuk selingkuh atau minta dia buat jadi istri kedua, tapi untuk kasih tahu biar nggak ganggu rumah tangga kita."

"Bukannya Kak Dev masih ada rasa?"

Devan menghela napas pelan. "Apa itu penting sekarang? Sekarang yang aku tahu, aku milik kamu, dan kamu milik aku. Sampai kapan pun aku enggak akan pernah menduakan kamu. Dan kamu jangan pernah minta aku buat nikah lagi."

"Tapi kan di mimpi itu—"

Devan terkekeh pelan. "Anggap aja itu bunga tidur yang nggak ada artinya, yang terpenting sekarang kamu adalah jodohku."

"Tapi, Kak."

Devan menghela napas. "Apa lagi, Ratu? Kamu mau bilang belum bisa kasih anak? Enggak masalah, Kak Dev akan tunggu sampai kapan pun." Kemudian Devan berbisik, "Sekarang kalau Kak Dev minta hak, boleh?"

Ratu mengangguk malu-malu. "Tumben minta izin, biasanya langsung nyosor."

***

BAGAIMANA PART INI GUYS?

SAVIOR (END)Όπου ζουν οι ιστορίες. Ανακάλυψε τώρα