Bab Lima Belas

7.5K 610 241
                                    

Saat ini Ara ada urusan di kampus yang membutuhkan tanda tangan dosen untuk laporan magangnya.

Setelah selesai bertemu dosen, ia menemui Raka yang sedang menunggunya di kantin.

"Magangnya gimana, Ra?" tanya Raka setelah gadis itu duduk di hadapannya.

"Enak, apalagi bosnya sekarang udah jadi doi gue."

Raka tersenyum tipis, kemudian ia meraih tangan Ara, lalu menggenggamnya secara tiba-tiba, membuat gadis itu kaget dan berniat melepas, tetapi ditahan oleh Raka.

"Ra, listen to me, i love you more than you know."

Ara membulatkan matanya mendengar pernyataan Raka dengan tiba-tiba. Ia pikir selama ini Raka hanya menganggapnya sebagai sahabat, ternyata lebih dari itu.

"Gue tahu lo enggak pernah anggap gue lebih dari sahabat, Ra. Makanya gue belum mau ungkapin perasaan gue, takut lo menjauh." Raka semakin menatap Ara. "Dan saat gue tahu lo jadian sama laki-laki lain, hati gue nyeri, gue enggak bisa nahan lagi perasaan gue."

Ara tidak tahu harus merespons seperti apa. "Sejak kapan?"

"Dari awal kita kenal, semester 1."

Ara tersenyum tipis. "Jujur, dulu gue pernah suka sama lo, tapi perasaan itu gue hilangin karena gue tahu lo cuma anggap sahabat. Dan perasan itu benar-benar hilang."

Saling sayang tetapo saling tidak tahu, karean ada status pertemanan yang menjadi penghalang. Itulah yang disebut friendzone.

"Please, kasih gue kesempatan."

Ara menarik paksa tangannya dari genggaman Raka. "Sorry, Rak. I can't, lo tahu kan gue udah jadian sama dia, gue enggak mau lepasin Devan."

"Apa yang buat lo suka sama dia? Padahal kalian baru kenal. Apa karena dia seorang pemimpin perusahaan?"

Ara mengangguk. "Yes, gue perempuan yang realistis, pasti ingin cari laki-laki mapan, tapi alasan utamanya bukan itu, gue nyaman sama dia."

Raka menghela napas. "Berapa persen lo sayang sama dia?"

Ara terdiam mendengar pertanyaan Raka, karena yang jelas Ara belum secinta itu sama Devan, ia hanya merasa nyaman berada di dekat laki-laki, merasa bahagia memiliki Devan. Untuk kadar sayang atau cinta pun Ara belum memahami perasaannya sendiri. Ia hanya menjalani seperti air yang mengalir.

"See? Lo enggak jawab. Lo aja bingung sama perasaan lo, Ra."

"Cinta atau sayang enggak perlu diukur dari persen-persenan, Rak. Yang jelas gue nyaman sama dia, dan gue enggak mau kehilangan dia."

Raka tersenyum tipis, ia tahu dari tatapan Ara kalau gadis itu masih bingung mendefinisikan perasaan dia sendiri.

"Ra, kita sama-sama udah 3 tahunan dan gue hafal mimik wajah lo saat lo ragu atau lo yakin sama sesuatu hal, mulut lo boleh bilang A, tapi mata lo enggak bisa bohong."

Ara kembali terdiam, cinta? Mungkin belum sampai ke tahap itu, tapi yang jelas ia bahagia berada di dekat Devan dan tidak mau kehilangan pria itu.

"Lo boleh datang ke gue kalau kalian putus," ujar Raka.

Ara mendelik. "Dengar ya, Mas Raka. Gue sama Devan bakal nikah tahun depan di saat gue udah wisuda, jadi siapin hati lo buat datang ke nikahan gue. Bawa gandengan, jangan jomlo."

"Jangan berekspektasi terlalu tinggi, nanti sakit kalau melenceng."

Ara mendekatkan wajah ya ke wajah Raka, lalu berbisik. "Sayangnya gue udah diajak ke rumah orangtua dia, itu artinya hubungan kami memang serius." Ara pun berdiri dari tempatnya. "Gue balik ke kantor dulu."

SAVIOR (END)Where stories live. Discover now