🦋 PART 09 🦋

8.7K 486 16
                                    

Kiara bangkit, menyeka air matanya, dia bertekad untuk tetap pergi ke rumah Aqila. Tapi baru saja akan mematri langkah mencari kendaraan di luar gerbang, sebuah mobil mengerem tepat di hadapannya.

"Sayang? Kamu kenapa nangis?"

Papa.

Ketika pria itu menurunkan kaca jendela mobilnya, dia langsung mendapati wajah Kiara yang sembab. Sehingga terlontarlah pertanyaan khawatir tadi dari bibirnya.

Kehadiran papa membuat Kiara cukup terkejut. Ditambah lagi keadaan Kiara yang masih berantakan akibat perbuatan Elgar tadi di parkiran. Untuk mengelak dan mengarang alibi, Kiara rasa sudah terlambat.

Papa keluar mobil, menghampiri Kiara dan memegang kedua pundaknya. Sedikit membungkukkan badan untuk menyejajarkan tingginya dengan Sang anak, Papa bertanya, "Kenapa kamu bisa berantakan begini? Pipi kamu juga merah..."

Kiara reflek menyentuh pipinya.

Ya, reflek yang bodoh.

"Pa, Kia ngga pa-pa..." Cewek itu masih mau mengelak.

"Ngga pa-pa gimana? Ini pipi kamu merah begini. Ada yang nampar kamu? Siapa dia?! Berani-beraninya nampar anak papa!" Papa menyerocos.

Kiara tak dapat lagi beralibi. Semua sudah jelas di mata papa.

Kemudian papa celingukan seperti mencari sesuatu...

"Di mana Elgar?!"

.... atau lebih tepatnya seseorang.

"Dia... pulang duluan, Pa," jawab Kiara pelan.

Tidak apa, Kiara. Adukan saja sih kelakuan Elgar Si Kakak brengsek itu.

"Kok bisa?! Kenapa dia ninggalin kamu sendirian di sekolah yang sudah sepi begini?!" Papa murka, sorot matanya berapi-api.

"Kia ga tau. Kak Elgar ada urusan katanya."

Bodohnya, Kiara rela berbohong untuk menyelamatkan Sang Kakak. Harusnya dia jujur saja pada Papa. Biar Si Elgar tahu rasa dan mendapat akibat dari perbuatan buruknya.

"Ada urusan gimana?! Terus ini pipi kamu kenapa? Papa kan tadi nanya!"

Kiara menarik napas lelah. "Tadi pas istirahat Kia jalan di pinggir lapangan, terus ada bola kelempar ke arah Kia. Bolanya kena pipi Kia."

Papa mengerutkan alisnya. Tidak terlalu mempercayai penuturan Kiara.

"Nggak mungkin. Pasti ada sesuatu yang kamu sembunyiin kan? Cepat bilang sama papa! Apa ada yang bully kamu di sekolah ini?!"

Matanya Kiara pejamkan sekilas untuk menemukan kedamaian. Seharusnya dia tidak bersikap lemah seperti ini. Dengan melindungi ‘penjahat’, menunjukkan bahwa dia sudah menyakiti diri sendiri.

"Bilang sama papa, Kia!" seru papa.

"Eum..." Ragu-ragu Kiara bergumam. "Kak Elgar yang tampar Kia, Pa."

"Apa?!"

***

Dysis mengemudikan mobil warna silver miliknya di sebuah jalanan kumuh. Bersama Leana dan Thalia, mereka sebagai anggota OSIS harus turut serta melayat ke tempat pemakaman Aqila.

Sesungguhnya Dysis sangat-sangat tidak ridho mobilnya yang super bagus dan mewah melewati jalanan semacam ini. Tempat tinggal Aqila yang berada di rusun alias rumah rusun, mengharuskan mereka melewati jalanan becek terlebih dahulu. Lalu dari sana, sekitar dua ratus meter dari rumah Aqila, barulah terdapat TPU tempat Aqila akan dimakamkan.

"Ih anjir ngapain sih kita ikutan ngelayat?" Thalia mengoceh sambil bercermin, memperbaiki rambut poninya yang sedikit acak-acakan.

"Tau, ga penting banget deh." Leana pun menyetujui, berada di jok belakang lagi kipasan pakai kipas portabel kecil berbentuk hello kitty.

ANIMOUS #1 | 2022 [ END ]Where stories live. Discover now