🦋 PART 16 🦋

7.3K 447 44
                                    

Air mata tak henti mengalir dari pelupuk mata Kiara ketika dirinya dibonceng Jehan menuju sekolah. Sakit, kepalanya sangat pusing terasa. Selain fisiknya yang remuk redam, Kiara masih merasa sangat trauma jika harus berhadapan kembali dengan orang-orang di SMA Treekleyn 03.

"Badan gue remuk semua, Bang. Gue butuh istirahat." Suara Kiara lirih terdengar. Bahkan lebih terkesan berbisik.

Jehan tak mau menanggapi. Pandangannya terus fokus mengarah ke depan.

"Lagian udah telat, pasti udah masuk jam pelajaran kedua sekarang," kata Kiara lagi.

"Bayar SPP pake duit, dan lo seenaknya mau bolos? Papa pura-pura sehat biar bisa cari duit buat sekolah lo, dan lo pura-pura sakit biar ga usah sekolah? Enak banget idup lo."

Motor Jehan berhenti tepat ketika lampu merah di depan menyala.

"Tapi, Bang, gue masih sakit." Kiara pun menangis. "Ga pura-pura juga."

"Diem lo. Lo harus sekolah!" Hilang kesabaran, Jehan menggertak. Pandangannya tajam lurus ke depan. Tak peduli jika sang adik sudah mewek di jok belakang.

"Gue mohon, Bang, gue trauma. Gue takut mereka bully gue lagi..." mohon Kiara sedih.

Kaca jendela mobil yang sedari tadi bersebelahan dengan motor Jehan perlahan diturunkan, pria dengan rahang tegas dan berwibawa pemilik mobil itu memandang Jehan dengan sorot penasaran. Dia Aaron.

"Ada apa dengan adikmu? Kenapa dia menangis?" tanyanya.

Sepasang kakak beradik itu sedikit terkejut dengan tindakan pria yang dianggap asing oleh mereka tersebut. Kiara memasang tampang gugup, sementara Jehan berekspresi jutek.

"Bukan urusan anda," cetus Jehan tanpa pikir panjang.

Ketika lampu merah digantikan lampu hijau, Jehan buru-buru menarik gas motornya hingga menderum pergi. Tapi Aaron tak berniat membiarkan Jehan lolos, pria kepala tiga itu pun membuntutinya.

"Bisa diem ga lo, Ra?!" gertak Jehan geram. Akibat ulah Kiara yang menangis tadi, mereka jadi dikepoin sama orang tak dikenal.

"Tapi Ara beneran sakit, Bang. Ara trauma, Ara takut..." cicit Kiara, tangisnya lagi-lagi pecah.

"Trauma apaan? Itu alesan lo doang kan biar bisa bolos?!"

PIIIP...!!

Jehan sontak menarik rem motornya kala mobil Aaron berhasil mencegat perjalanan mereka. Pria itu keluar dan menghampiri Jehan serta Kiara.

"Om siapa, ya?" Jehan berseloroh, menatap tak suka pada Aaron. Ia pun turun dari motor diikuti Kiara.

"Apa dia adikmu? Kenapa kamu membuatnya menangis?" Terdengar ikut campur, tapi Aaron 'sepertinya' harus melakukan ini.

Kiara menyeka ingusnya. Matanya berpendar sayu, kepalanya juga pusing terasa.

"Bukan urusan anda. Jangan ikut campur!" Di jalanan lengang ini, Jehan menyergah.

Aaron yakin Jehan tak akan menjelaskan sesuatu, jadi ia beralih memandang ke arah Kiara dan bertanya, "Nak, bisa katakan dengan jujur, apa yang terjadi padamu?"

Kiara menenggak salivanya. Ia akan menjawab, tapi Jehan menoleh dan memelototinya hingga membuat dirinya takut.

"Kamu membunuh karakternya. Kamu membuatnya takut sekarang," kata Aaron mulai geram dengan Jehan.

"Anda jangan sok tau. Anda yang udah bikin adek saya takut. Sekarang minggir, adek saya harus sekolah!"

Pening menyergap kepala Kiara. Pandangannya mulai berkunang-kunang dan mengabur, sedetik kemudian dirinya ambruk ke aspal dengan mata terpejam rapat. Sepenuhnya telah kehilangan kesadaran.

ANIMOUS #1 | 2022 [ END ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang