🦋 PART 26 🦋

8.8K 548 18
                                    

eike update lagi nih, karena update berikutnya gatau bisa update apa kagak. jadi, bacanya ga usah diloncat-loncat ya, nikmati tiap babnya.

vote komen dong biar eike semangat.

_______


Elgar tak pernah pulang ke rumah. Papa juga tak ada mengingat dirinya, makanya Elgar tidak pulang saja sekalian. Namun kali ini berbeda, Jehan menelepon Elgar dan membentak menyuruhnya agar segera datang ke alamat yang Jehan share lewat email.

Mau tak mau dengan hati dongkol dan terpaksa, putra kedua keluarga Ertama itu tancap gas dengan motor hitamnya. Tak datang sendirian, karena Arvin turut menemaninya.

"Ke psikolog?" tanya Arvin yang mengamati sekeliling usai membuka helm. Mereka telah sampai di tujuan.

Bukannya dijawab, pertanyaan Arvin justru Elgar kacangin karena cowok itu tiba-tiba teringat dengan mama. Pasalnya, semua yang berhubungan dengan mental, pastilah bikin Elgar selalu ingat pada sang mama.

"Masuk buru!" ajak Elgar karena khawatir, takut mamanya lah yang dibawa ke tempat ini oleh Jehan. Arvin juga tak banyak bicara, ia pun mengikuti langkah lebar sang sahabat.

"Bang?" Elgar tiba di ruangan tempat Kiara dirawat. Di sana hanya ada Dokter Oki, Jehan dan papa serta Kiara.

Tidak ada mama.

Tidak seperti isi pikiran Elgar.

Maka, hal itu lebih membuat Elgar merasa bingung. Ke mana mamanya? Dan, kenapa Kiara ada di tempat tidur sambil menangis histeris?

"Kiara kenapa?" Cowok itu pun mendekat dengan raut penasaran.

Sebelum benar-benar dekat ke ranjang Kiara, Jehan lebih dulu menyambar lengan Elgar dan ditariknya keluar ruangan.

"Eh apaan sih, Bang?!"

Mereka berada agak jauh dari letak kamar Kiara. Masih dengan Arvin yang mengekor penasaran, ia turut mendengarkan apa yang sekiranya akan Jehan bicarakan pada Elgar.

"Siapa yang bully Ara?" Raut Jehan menahan emosi mati-matian. Matanya memerah, ada tangis yang sedang ditahan.

"Kok—?"

"SIAPA YANG BULLY KIARA?!" sentak Jehan karena Elgar tidak langsung to the point menjawab pertanyaannya.

"GUE GAK TAU!!" Dalam keadaan itu, Elgar justru tak mau berterus-terang, malah ikutan mengamuk tak kalah garangnya dari si sulung.

"Lagian kenapa nanya itu ke gue?! Gue ga peduli sama tuh anak! Lo ga inget, mama sakit jiwa gara-gara siapa?!" tukas Elgar geram.

"El, tenang, El. Lo ga pantes teriak-teriak di tempat kek gini. Banyak orang yang butuh ketenangan di sini." Arvin menengahi, menasehati sahabatnya yang kebawa emosi.

Namun Jehan tak peduli, kini mencengkeram kerah jaket yang Elgar kenakan. "Siapa yang bully Kiara?!" tanyanya lagi, kali ini penuh penekanan.

Keduanya saling beradu tatap sengit. Sama-sama keras kepala, sama-sama tak ada yang mau mengalah.

"Cari aja sendiri. Ngapain tanya ke gue?" balas Elgar keukeh tak mau jujur.

Arvin menarik napasnya agar lebih tabah. Pertengkaran dua bersaudara ini ... bagaimana cara mengatasinya?

"Bang Je—"

"Shut up!" sergah Jehan sebelum sempat Arvin menyelesaikan ucapannya. Tatapan nyalang Jehan kini teralih pada teman adiknya tersebut. "Jangan ikut campur, ini urusan keluarga."

Elgar terkekeh sarkas. "Keluarga? Masih nganggep lo?"

Bugh!!

Jehan sudah mulai kehabisan rasa sabar. Tonjokan dari tangan kanannya melayang ke rahang sang adik kedua.

ANIMOUS #1 | 2022 [ END ]Where stories live. Discover now