🦋 PART 25 🦋

8.6K 491 8
                                    

Buih ombak di lautan ditambah sunset di ufuk barat adalah pemandangan yang selalu bisa menyejukkan mata Thalia. Cewek yang biasa memakai bando kuping kelinci itu kini tengah berada di pinggir pantai berjalan santai menikmati sore hari.

"Tungguin napa, Thal!"

Bukan sendirian, karena cewek itu pastilah datang bersama Dysis dan Leana yang berlarian di belakangnya.

"Makanya jalan tuh jangan kayak siput!" ledek Thalia. Langkah mereka pun kembali sejajar.

"Ya deh belut," timpal Leana datar. Thalia dan Dysis ketawa.

"Eh gue mau berenang, ya. Udah lama ga berenang di pantai," ungkap Thalia kemudian. Dia memang suka dengan laut, makanya sering main ke pantai.

"Lo yakin? Kenapa ga berenang di kolam rumah lo aja sih?" tanya Dysis.

Thalia menggeleng. "Ngga ah, sensasinya tuh beda. Berenang di pantai itu seru, lebih seru dari kolam renang."

"Ya udahlah terserah lo. Kita berdua ke kedai di situ, ye," kata Leana sambil menunjuk sebuah kedai dekat pantai.

Thalia pun mengangguk, lantas mereka berpisah jalan.

Dysis dan Leana mengambil tempat duduk masing-masing. Sempat memperhatikan sekeliling, tapi kemudian mereka berdua sama-sama mengeluarkan handphone untuk dimainkan.

"Eh, foto si Udik itu masih ada di hape gue nih," celetuk Leana.

"Eh masa? Coba liat, yang pas dia lagi dibully kan?" tanya Dysis kepo.

"Hooh, emang lo belum liat?"

Dysis memberikan gelengan. Beberapa fotonya memang sempat ia lihat, tapi foto-foto yang lain tidak.

Para pembully Kiara juga banyak yang mengambil keuntungan dengan memotret Kiara saat tengah dibully. Mereka dengan riang gembira dan tak punya belas kasih malah menyebarkan foto-foto maupun video itu ke grup sekolah.

"Gue denger sih dia udah pulang dari RS." Leana memberitahu.

"Oh udah pulang? Padahal gue mau jalanin rencana lo pas dia lagi di rumah sakit," balas Dysis sedikit kecewa. Namun kemudian dia menggeleng, "Tapi gapapa deh, mending kita jalanin rencana itu pas dia di rumahnya aja. Gimana?"

Leana mengangguk antusias. "Iya, setuju banget dong! Gue yakin, cupu itu bakal lebih trauma daripada sebelumnya!"

Padahal mereka tidak tahu saja, kalau sebenarnya Kiara sudah lebih dulu mengalami trauma. Bukan hanya karena perundungan, tetapi... sebab ulah bejat musuh-musuh Elgar.

***

Dalam kamarnya, Lian kembali kepikiran tentang pertemuannya dengan Jehan tadi siang. Setelah sekian lama, mereka dipertemukan lagi oleh skenario takdir.

"Gue kira kita ga akan ketemu lagi, Je. Ternyata bumi sesempit ini, ya?" gumam Lian tidur telentang sambil menatap langit-langit kamarnya.

Tak lama, hape yang tergeletak di kasur dekat dengan kepalanya berdenting menampilkan beberapa notifikasi. Buru-buru cewek itu mengambilnya untuk dilihat.

Hanya beberapa notifikasi dari sebuah grup.

Lian menampilkan senyum. Sebentar lagi, tugasnya akan selesai.

***

Psikiater bilang, gerak-gerik Kiara memanglah aneh. Dia sering terbengong sendiri, lalu di detik berikutnya malah menangis, dan terkadang berteriak histeris.

Kiara ketakutan jika didekati lawan jenis. Bahkan papanya sendiri, terkadang membuat Kiara ketakutan. Psikiater sudah menanyai Kiara pelan-pelan, tapi Kiara hanya menjawab hal-hal yang ambigu.

ANIMOUS #1 | 2022 [ END ]Where stories live. Discover now