🦋 PART 24 🦋

7.8K 443 34
                                    


Mobil papa sampai di parkiran rumah sakit. Cepat-cepat pria itu melenggang masuk ke rumah sakit, menuju ruang inap anaknya.

Ceklek!

"Kia?"

Papa mendapati Kiara terduduk di ranjang rumah sakit dengan pandangan yang kosong. Sedikitpun cewek itu tak bergerak bahkan untuk menoleh ke arah papa saja tidak.

"Kia? Kamu udah bangun tidur hm?" Papa menghampirinya, berdiri di sisi ranjang.

Tak ada sahutan.

Mata Kiara juga tak sedikitpun melirik sang papa.

Hanya ada pandangan kosong, dengan riak sendu yang berembun.

"Kia, kamu kenapa, sayang?" Gelagat Kiara yang aneh bikin papa curiga dan khawatir. Kira-kira, apa yang membuat Kiara sampai diam tak merespon papanya?

"Hei, kamu ngambek ya, gara-gara ga papa jagain? Papa lagi ada urusan, sayang. Maaf, ya," ucap papa menyesal. Tangannya terulur mengelus lembut kepala Kiara.

"Ha!" Kiara menepis kasar tangan papanya. Rautnya kini berubah panik dan ketakutan.

"Kamu kenapa, Kia? Kok kasar gitu sama papa?" Tentulah papa terkejut dengan reaksi Kiara. "Oh kamu pusing, ya? Mau papa panggilin dokter?"

"Nggak! Pergi kamu!" Kiara memegangi kepalanya, air mata mengalir dari sudut matanya.

"Tolong, jangan ganggu aku! Aku nggak mau! Berhenti! Berhenti aku mohon!" Cewek itu histeris sendiri.

Papa semakin khawatir dan panik dengan kondisinya. Cepat-cepat ia memanggil dokter untuk memeriksa Kiara.

"Nggak, aku nggak mau! Tolong! Tolong...!" Kiara menjerit, diiringi suara tangisnya yang parau dan memilukan.

Hati papa bergetar melihatnya. Tak kuasa melihat Kiara yang seperti itu. Kondisinya malah mengingatkan papa pada mama. Mama yang sering histeris sendiri dengan pandangan kosong.

"Tenang, nona, tenang," ujar sang dokter. "Sus, ambilkan suntik penenang."

Usai disuntik dengan obat penenang, barulah Kiara bisa terlelap kembali.

"Dok, anak saya kenapa? Cepat jelaskan!" Papa menatap dokter penuh harap.

Namun dokter justru menggeleng. "Maaf, Pak, untuk saat ini kami belum tahu pasti apa yang menyebabkan anak bapak histeris. Kemarin-kemarin, anak bapak masih normal-normal saja, karena luka-luka dan lebamnya memang mulai sembuh."

Retina papa beralih pada Kiara yang terpejam. Apa jangan-jangan Kiara trauma karena bullying? Sebegitu kejamnya perundungan itu sampai-sampai Kiara histeris seperti tadi?

Tangan papa terkepal kuat. Siapapun yang sudah menyebabkan Kiara jadi seperti ini, tak akan papa biarkan lolos.

***

"Rencana kita berhasil." Razor tersenyum menyeringai. "Adeknya Elgar, berhasil kita renggut kesuciannya."

Tawa iblis gangster Demon menggema.

"Al, lo yakin udah ngilangin semua jejak dan bukti?" tanya Agas pada Alga.

Yang ditanyai mengangguk. "Menurut gue sih ga ada barang bukti. Kecuali badan Kiara sendiri. Secara kan, kita ngebuka semua bajunya dia supaya ga ada bercak darah. Kita juga udah lap 'itunya' kan pas udahan mainnya. Dan gue yakin udah bersihin semua bercak darah yang ada."

"Wah gila lo pada. Ng*we kok ga ngajak-ngajak," sahut salah satu anggota Demon.

"Tapi lo pada ga takut apa? Serapat apapun nutup bangke, pasti akhirnya kecium juga." Yang lain ikut menimpali.

ANIMOUS #1 | 2022 [ END ]Where stories live. Discover now