🦋 PART 48 🦋

7.5K 405 5
                                    

"Elgar!"

Di sekolah, saat berjalan di koridor, Elgar terpaksa menghentikan langkah ketika seseorang menyerukan namanya. Karena suara yang terdengar familier, Elgar pun segera menoleh. Dan benar saja, itu adalah suara dari—

"Arvin?" Kernyitan di dahi Elgar timbul. "Kenapa?"

"Lo mau ke mana? Jenguk Kiara?" tanya cowok wibu itu tak basa-basi.

Elgar memberikan anggukan singkat. Memang rencananya ia akan bolos sekolah hari ini dan mengunjungi Kiara.

"Gue ikut. Ayo," ajak Arvin seraya mendahului Elgar. Namun, ketua gangster Lemoy’s itu tak langsung berjalan, malah bergeming.

Merasa ada yang aneh, Arvin pun menghentikan langkah. Ketika membalikkan badan, benar saja, Elgar tak bergerak sedikitpun. Justru memandangnya dengan tatapan heran.

"Kenapa?" Kini giliran Arvin yang balik bertanya begitu. Terlihat Elgar berjalan mendekatinya dengan alis terangkat sebelah.

"Apa tujuan lo ikut gue?" interogasi Elgar.

"Ngapain lo nanya gitu? Ya karena gue inti Lemoy’s lah. Makanya gue ngikut ke mana lo pergi," balas Arvin lempeng.

Walau ada yang terasa mengganjal di hati Elgar, ia pun tetap melanjutkan langkah, berjalan beriringan dengan Arvin. "Tapi Ara masih belum bisa ketemu cowok. Dia trauma," ungkap Elgar.

Arvin memanggut, ia paham itu.

Sejurus kemudian, mereka berdua telah tiba di tempat tujuan. Beberapa kali melewati belokan koridor, hingga akhirnya sampai di kamar Kiara. Sebelumnya, Elgar sempat mampir di toko untuk membeli makanan dan minuman buat Kiara.

"Ara," panggil Elgar seraya mendekat ke ranjang.

Cewek dengan rambut berantakan sedang meringkuk di dekat jendela, menatap keluar sana, dengan pandangan hampa. Dari belakang, Elgar mendekat pelan. Sedangkan Arvin tetap pada posisi, yaitu berdiri mematung di samping ranjang yang kosong mengamati sepasang kakak beradik itu dalam diam.

"Ara, hei." Elgar menyentuh bahu Kiara, tapi tak sedikitpun cewek itu menoleh. "Ada makanan nih, gue yang beli. Sengaja gue nabung, supaya bisa beliin lo makanan."

Elgar beralih duduk lesehan di dekat Kiara, dia menatap sang adik dengan sorot sendu. Perlahan tangannya terangkat, mengusapi pucuk kepala Kiara dengan lembut.

Arvin hanya menjadi penonton di situ. Ia memang tak berniat mendekati Kiara sama sekali. Bisa melihatnya dari sini saja, Arvin sudah bersyukur. Tapi sejujurnya, Arvin tak tega dengan kondisi Kiara yang seperti ini.

"Makan, ya. Pasti lo laper," kata Elgar seraya membuka bungkusan kentang goreng. Satu kentang goreng ia sodorkan ke depan mulut Kiara, tapi cewek itu tak ada buka mulut sama sekali.

"Kalo lo ga makan, yaudah gue aja nih yang makan. Aaa..." Elgar melahap sendiri kentang goreng di tangannya, berniat memancing Kiara agar mau memakannya juga.

Butuh beberapa detik, hingga akhirnya Kiara menoleh. Pandangannya masih sama, tak ada berubahnya. Ia tak lagi histeris melihat keberadaan Elgar, karena memang cowok itu sudah sering datang kemari.

"Wah, ada Elgar?"

Di tengah suasana itu, Dokter Oki datang. Ia meletakkan nampan berisi makanan dan air putih di meja. Langkahnya ia bawa mendekat ke pada sepasang kakak beradik itu. Ketika ia melewati Arvin, tak lupa dokter memamerkan senyum.

"Dokter!" Kiara berseru, sontak berdiri dan memeluk Dokter Oki.

Sang dokter tersenyum, ia mengusap bahu cewek itu. "Itu kakak kamu bawa makanan, loh, Kia. Kamu ga mau makan sama dia? Kayaknya enak."

ANIMOUS #1 | 2022 [ END ]Where stories live. Discover now