🦋 PART 44 🦋

7.3K 417 10
                                    

Warning, part panjang!

__________

Papa terpekur melihat layar hapenya yang menunjukkan rekeningnya. Uangnya sudah habis, hanya tersisa seratus ribu saja. Semakin hari, kebutuhan keluarganya semakin meningkat. Ditambah biaya pengobatan Kiara, pengeluaran semakin banyak. Sedangkan di kantor, gajinya selalu terpotong karena telah diminta lebih awal.

Papa menarik napas panjang, ia urut pangkal hidungnya lalu berkata, "Apa aku jual mobil saja, ya?"

Setelah berpikir lama, papa akhirnya memutuskan akan benar-benar menjual mobil satu-satunya. Usai bersiap, pria itu mengambil kunci mobil dan pergi ke garasi.

"Pa, papa mau ke mana?" Di pekarangan, Jehan muncul, ia bertanya dengan alis berkernyit. Ia kira papa akan pergi ke kantor atau mengunjungi Kiara. Ternyata,

"Mau jual mobil."

"Ha? Apa, Pa?" Jehan terperangah, seolah tak cukup percaya atas jawaban sang papa. "Jual mobil? Kenapa?"

Gerakan papa tertahan saat membuka pintu mobil. Sejenak, ia melirik Jehan lewat ekor matanya. "Pengeluaran keluarga kita makin banyak, dan papa butuh uang buat biayain kalian semua."

Jleb.

Jehan bergeming mendengarnya. Tiba-tiba hatinya disesaki rasa bersalah yang teramat pada papanya. Selama ini, sebagai anak sulung, ia sama sekali tak kepikiran untuk membantu memikul beban papa. Yang Jehan pikirkan hanyalah kuliah, kuliah, dan kuliah—demi gelar sarjana. Namun, Jehan sama sekali tak pernah memikirkan bagaimana papa yang selalu bekerja keras untuknya dan untuk adik-adiknya.

Hingga mobil papa sudah melaju ke luar dari garasi, Jehan masih bergeming di tempatnya. Kemudian Jehan berpikir, mungkin inilah saatnya ia membantu meringankan beban di pundak papa.

"Maafin Jehan, Pa." Jehan tertunduk sedih.

Di tengah perjalanannya menuju showroom mobil, papa sedikit terkejut karena mobilnya dicegat oleh mobil hitam dan dua mobil polisi. Sontak Papa mengerem mendadak, hingga hampir saja dirinya terjungkal ke depan.

"Apa-apaan ini?" Kedua mata Papa terpicing, mengamati seorang pria yang tak asing baginya berjalan mendekat ke mobil ini dengan beberapa orang polisi. Raut pria itu terlihat tidak bersahabat, langsung menggedor-gedor jendela mobil Papa.

"Bukannya dia ini orangtua dari pembully-nya Kiara?" Papa bergumam, teringat akan sosok Luis yang sombong dan angkuh. Segera ia keluar dan berhadapan dengan orang-orang itu.

Akan tetapi, saat Papa keluar, Luis tak membiarkan Papa berkata sepatah katapun karena Luis langsung menarik kerah kemeja Papa dan menghantamkan punggungnya ke body mobil.

"CEPAT KATAKAN DI MANA ANAK DAN KEPONAKAN SAYA! PASTI KAMU YANG TELAH MENYURUH ORANG UNTUK MENCULIK MEREKA, BUKAN?!" Luis berteriak beringas tepat di depan wajah Papa.

Para polisi berusaha mencegah apa yang Luis lakukan. Mereka memisahkan keduanya, sambil menyuruh Luis untuk tenang.

"Apa maksud anda menuduh saya begitu?! Jangan sembarangan anda! Saya tidak tahu apa-apa soal ini, jangan menyeret saya masuk ke dalam masalah anda!"

Tentu saja Papa yang dituduh begitu tidak mau mengaku. Dia saja tidak tahu menahu tentang hal ini. Jadi mana mungkin Papa yang telah menculik anak dan keponakan Luis?

"Anda jangan mengelak! Saya yakin, anda dendam kepada saya karena masalah tempo hari. Maka anda menyewa orang untuk menculik keluarga saya. Ngaku anda!" Luis keukeh menuduh Papa.

Papa balik menunjuk tepat di muka Luis yang merah bak kepiting rebus. "Punya bukti apa anda? Kalau anda sembarangan menuduh saya, saya bisa melaporkan anda atas tuduhan pencemaran nama baik!" tukas Papa.

ANIMOUS #1 | 2022 [ END ]Onde as histórias ganham vida. Descobre agora