🦋 PART 10 🦋

9.7K 485 22
                                    


BRUKK!!

BUGH!

Pulang malam, bukan berarti Elgar bebas dari amukan Papa. Jam dua dini hari tepat ketika dia santai berjalan masuk rumah menyangka semua orang sudah bobo manis, ternyata Papa masih setia menunggu kedatangannya.

Papa langsung menarik jaket Elgar dan mendorongnya membentur tembok, lantas melayangkan bogeman keras di rahang Sang anak. Tak peduli Elgar meringis kesakitan bahkan sampai dari hidungnya mengalir darah sekalipun.

"BRENGSEK KAMU!!" maki Papa yang amarahnya berkobar.

"Pa... Papa kenapa?" Elgar dalam kesakitannya menyentuh pipinya yang kebas, dilanjut menyeka darah yang merembes dari lubang hidungnya. Dia masih belum tahu saja sumber kemarahan papa dari apa.

Kalau dibilang telat pulang atau pulang malam, Elgar sudah biasa akan hal itu. Papa juga tidak biasanya semarah ini. Berarti memang ada hal lain.

Lalu, Elgar teringat Kiara. Jangan-jangan adik cengengnya itu memang telah mengadukannya pada Sang Papa.

"KAMU MASIH NANYA?!"

DUG!!

Kaki Papa menendang tepat ke perut Elgar, lagi-lagi membuat cowok itu meringis tertahan.

"BERANI-BERANINYA KAMU NAMPAR KIARA!!" hardik Papa habis kesabaran.

Elgar tidak akan kaget. Dia malah makin panas hatinya karena Kiara benar-benar mengadukan perbuatannya. Lihat saja, setiap pukulan dan tendangan Papa, akan Elgar lampiaskan pada Kiara nanti.

Kiara mengintip dari kamarnya saat mendengar suara keributan. Ia sedikit merasa ngilu bercampur ngeri melihat brutalnya Papa menyiksa Elgar. Sedangkan Jehan dengan santainya nyeruput kopi sambil bersandar di bingkai pintu kamarnya. Menonton kejadian itu dengan seringainya yang miring.

"Seru juga," kekeh Jehan. "Tontonan dini hari."

Dia memang lagi begadang karena harus menyelesaikan tugas kampus. Tapi kemudian di tengah kesibukannya, dia mendengar suara Papa yang lagi teriak-teriak. Penasaran, laki-laki itu pun menontonnya dari ambang pintu kamar.

Sejujurnya Kiara tak tega pada Elgar. Dia juga takut melihat adegan baku hantam semacam itu. Maka, Kiara berniat untuk mencegah. Baru akan melangkahkan kaki, suara berat Jehan menginterupsinya.

"Mau ke mana?"

"Ara mau cegah Papa mukulin Kak Elgar," ungkap Kiara takut-takut. Berbicara pada Abang sulungnya ini sangat jarang, makanya dia sangat gugup.

"Jangan," cegah Jehan. Kilat matanya menajam, menatap lamat-lamat Elgar dan papanya.

"T-tapi, Bang-?"

Kiara yang keras kepala bikin emosi Jehan mau meluap ke permukaan. Katanya, "Gua bilang jangan, ya jangan, Anak Kecil!"

Kiara ciut. Tapi dia masih ingin mencegah keributan antara anak dan ayah tersebut agar tidak berlanjut.

Tanpa menatap Kiara sedikitpun, Jehan menyuruh, "Masuk!"

"Bang... Ara mau..."

"Lo ga denger gua bilang apa? Masuk gak lo?"

Kiara menelan salivanya. Takut-takut dia mengambil langkah mundur dan masuk ke kamarnya dengan perasaan ragu. Kasihan sekali Elgar dihajar habis-habisan oleh Papa. Namun itu tidak akan terjadi seandainya Elgar tak berani-berani menampar pipi Kiara.

"AMPUN, PA! AMPUN!!"

Papa tak mendengarkan. Malam ini seperti orang kesetanan, dia tak mengampuni Elgar.

ANIMOUS #1 | 2022 [ END ]Donde viven las historias. Descúbrelo ahora