🦋 PART 11 🦋

8K 432 17
                                    

"Dysis ga masuk sekolah?" Menoleh ke pintu kelas yang tak ada tanda-tanda orang akan masuk lagi, Thalia pun nyeletuk penasaran.

Leana sibuk scroll sosmed, mengangkat pandangannya sekilas. "Ga tau tuh. Si Elgar juga ga ada."

Keduanya sama-sama mengedarkan pandangan ke sekeliling kelas. Hanya ada murid lain yang sibuk masing-masing di jam pertama ini yang belum kedatangan guru.

"Saga sama Rivan? Bolos mereka?" Thalia melontarkan pertanyaan berikutnya.

"Menurut lo? Mana mungkin mereka masuk kelas? Satu kali dalam sebulan masuk kelas, itu aja udah impossible." Leana menyahut.

"Tunggu dah, gue chat dulu Si Dysis," usul cewek berjaket jeans itu kemudian. "Dia mau dimintain izin apa kagak biar jelas."

Setelah mengirimkan chat, hanya ada tanda centang satu. Dysis belum online, sedangkan 'terakhir dilihat'nya adalah semalam pukul sebelas.

"Bisa-bisanya dua sejoli itu kompak ga masuk," geleng Thalia.

Padahal mereka tidak tahu saja, bahwa Dysis dan Elgar sedang berada dalam satu ruangan yang sama. Mereka saling berpelukan dalam bungkusan selimut tebal, matanya terpejam rapat.

Semalam Elgar kabur ke villanya Dysis. Sebuah kebetulan atau memang keberuntungan, ternyata orangtuanya Dysis memang lagi tidak ada di villa tersebut. Jadilah mereka berdua sampai pagi ini tidak bangun, masih nyaman berpelukan di cuaca pagi yang dinginnya cukup menggigit.

Dysis juga sebelumnya sudah mengobati luka-luka yang ada di badan Elgar. Dia sangat perhatian, tidak mau kekasihnya terluka. Bahkan dia merasa ngeri sendiri melihat lebam di sekujur badan Elgar. Padahal luka-luka dan lebam semacam itu memang seharusnya sudah biasa bagi seorang ketua gangster.

Dysis terjaga lebih dulu, dia melenguh singkat. Merenggangkan badannya yang terasa agak pegal. Cewek itu mendongakkan kepala hanya untuk melihat rahang tegas Elgar. Mata cowok itu masih terpejam, benar-benar kelelahan.

Tangan lentik Dysis bergerak menyentuh mesra jakun Elgar. Matanya memancarkan riak terpesona. Bibirnya mengecup pipi Elgar sekilas, lalu lengannya semakin mengeratkan pelukan pada pinggang Elgar.

Dengan suara sedikit serak dia berkata, "Pokoknya gue harus sama lo terus, El. Gue ga peduli lo berandal atau bajingan sekalipun. Intinya, kita harus terus jadi sepasang kekasih."

Karena terkadang... cinta itu buta dan membutakan.

Hm tunggu. Itu cinta... atau obsesi?

***

"Loker lo bau tai tuh!"

Kiara menolehkan kepala begitu seseorang yang melewatinya berkata begitu padanya. Apa tadi katanya? Loker Kiara bau... tai?

Cepat Kiara mematri langkah menuju lorong loker sekolah. Tapi baru sampai setengah jalan, langkahnya dihadang oleh tiga orang cewek ditambah satu orang boti.

"Buru-buru amat? Mau ke mana dah?" celetuk cewek berpenampilan trouble maker.

"Permisi, Kak, gue mau ke loker," kata Kiara sopan.

"Oh mau ke loker?" Cewek itu berjalan memutari Kiara. Make up nya yang smokey menambah kesan badgirl pada dirinya.

"Ih iya, eike dengar-dengar loker you bau tai, ya?" Si Boti menimbrung, mengibaskan tangan. "Ewh jijik. Pasti tai kucing."

"Ya udah atuh, Kak, minggir. Gue mau lewat," cetus Kiara lagi yang masih diabaikan oleh mereka.

"Ga semudah itu. Cuih!" Si Badgirl tiba-tiba meludahi baju Kiara dengan permen karet yang tadi dikunyahnya.

ANIMOUS #1 | 2022 [ END ]Where stories live. Discover now