🦋 PART 40 🦋

8.4K 416 14
                                    

Dysis berangkat ke sekolah. Di parkiran, ia melihat figur Elgar baru saja turun dari motor. Jiwa ganjen Dysis memerintahkan cewek itu untuk mengemis cinta Elgar lagi. Namun, baru beberapa langkah, Dysis merasakan tangannya dicekal dari belakang.

Dysis sontak menoleh dan hampir saja mengamuk. Tapi tidak jadi karena yang mencekalnya itu adalah teman Elgar yaitu Rivan.

"Mau ke mana? Jangan bilang mau ganjen ke Elgar?" tebak Rivan yang tepat sasaran.

Dysis mendengus, ia menghentak tangannya yang masih dipegang Rivan. "Kalo iya emang kenapa?!" sentaknya.

Rivan menggeleng pelan, tak habis thinking dengan pemikiran Dysis. "Haduh, Dy, Dy. Lo tuh ga punya harga diri amat, dah. Gue kalo jadi elo, udah malu banget, ege. Keknya lo harus digibeng dulu deh kepalanya biar sadar."

Tatapan tajam Dysis jelas membidik manik hitam Rivan. Dia tak suka Rivan bicara begitu padanya. "Apa maksud lo?!"

"Tau ah, males jelasin. Pikir aja sendiri," balas Rivan ogah-ogahan. Setelahnya, ia berlalu begitu saja dari hadapan Dysis.

Dan ya, gara-gara Rivan yang mengganggu Dysis, cewek itu jadi kehilangan jejak Elgar. Ketua gangster Lemoy’s itu pasti sudah masuk ke gedung sekolah.

"Rivan ngeselin banget, anj!" gerutu Dysis tak lupa menghentakkan kakinya.

Karena bel masuk sebentar lagi bunyi, Dysis cepat-cepat menyusul langkah Rivan. Dalam perjalanannya di sepanjang koridor menuju kelas, tiba-tiba ia teringat soal paket misterius kemarin. Jangan-jangan ada hubungannya dengan Elgar?

Eh, tidak, tidak. Bukan Elgar. Melainkan ... abangnya.

Hm, ya.

Bukankah dulu Dysis pernah mengirimkan paket berisi kucing mati kepada Kiara dan yang menerima adalah abangnya? Dysis menduga, apa iya pengirim paket berisi anjing mati itu adalah abang Elgar?

"Gue harus tanyain soal ini ke Elgar!" putus Dysis. Langkah kakinya dibawa menuju rooftop sekolah, tempat anak-anak Lemoy’s biasa nongkrong.

"Elgar!" Sampai di sana, Dysis langsung memanggil mantan pacarnya itu.

Elgar yang berang memutuskan untuk tak menghiraukan Dysis.

"Gue mau ngomong sama lo!" pinta Dysis, mendapat lirikan sinis dari Elgar.

"Apaan lagi sih lo?" Saga yang menimpali, sambil santai mengorek telinganya dengan cottonbat.

"Ga usah ikut campur! Ini urusan gue sama Elgar!" ketus Dysis. Kini ia beralih lagi pada cowok itu. "Jawab gue, pasti abang lo kan yang udah ngirim paket berisi anjing mati?!"

Tentu saja setelah mendengar itu, tak ada dari cowok-cowok di sana yang tak mengernyitkan dahi. Apa-apaan ini? Datang-datang kok tiba-tiba nuduh?

"Sebelum ngebacot dan nuduh orang lain yang nggak-nggak, mending lo cari tau dulu. Ngapain abang gue sepenting itu bunuh anjing dan ngirimin tuh hewan demi bales dendam ke elo?" balas Elgar yang tak terima abangnya dituduh.

Lagian, Elgar yakin, Jehan memang tidak akan sebegitunya juga kalau memang ingin memberikan pelajaran pada Dysis. Jehan saja tidak tegaan pada binatang, lalu untuk apa membunuhnya?

"Mana ada maling ngaku? Pasti dia mau bales perbuatan gue waktu itu, yang udah ngirim paket isi bangke kucing ke Kiara." Dysis tetap keukeh menuduh.

"Dy, kalo lo mau nuduh, setidaknya ada bukti," sahut Arvin yang lagi anteng baca komik. Sekilas, Dysis menoleh pada cowok wibu itu.

"Bukti apa? Anjing itu keburu dikuburin sama tukang kebun gue. Jadinya gue ga sempet motret," kata Dysis lagi.

"Terus apa? Lo mau apa dari gue?!" Elgar yang mulai kehabisan kesabaran akhirnya menyentak. "Denger, ya, gue ga peduli itu anjing dari siapa. Yang penting adalah, lo jangan usik idup gue terus! Gue capek liat muka lo, tolol!"

ANIMOUS #1 | 2022 [ END ]Where stories live. Discover now