🦋 EPILOG 🦋

12.9K 435 53
                                    

Terhitung sudah setengah bulan sejak peristiwa pengeboman SMA Treekleyn 03, perusahaan Luis, dan kantor polisi. Para polisi belum juga menemukan dalang dari pengeboman itu. Penyelidikan terus berlanjut, sebab tragedi itu memakan banyak korban jiwa dan menimbulkan kerugian besar.

Papa turun dari jok motor bebek dan memberikan beberapa peser uang kepada driver ojek online. Setelahnya, ia mematri langkah masuk ke lobi rumah sakit jiwa ini. Dilihatnya beberapa pasien sedang mondar-mandir, sibuk dengan kegiatan random masing-masing.

Papa mengesah pelan. Dibawanya langkah kakinya ke sebuah ruangan yang terdapat wanita sedang berteriak-teriak di dalamnya. Huft, pasti mama tak mau makan lagi.

"Mama."

Sesampainya di ambang pintu, Papa lekas memanggil. Teriakan histeris wanita yang rambutnya acak-acakan segera berhenti, berubah terdiam melihat wujud papa.

"Papa?" Mama menyebut. Dua perawat di sisinya juga melihat ke arah si pria.

Detik berikutnya, mama menangis tersedu dan berlari ke pelukan papa. Wanita itu memeluk papa begitu erat, mencurahkan seluruh rasa rindunya. Atau mungkin, karena ia takut dengan dua perawat yang memberinya makan.

"Bu Alina harus makan, Pak," ucap salah satu perawat.

Papa mengangguk. Ia usap punggung sang istri agar kembali tenang.

"Mama kenapa lagi? Kan papa udah bilang, mama sebentar lagi ada pemotretan. Kalo mama ga makan, mama ga bisa pergi dong," kata Papa dengan intonasi lembut.

Manik hitam mama menatap sendu ke arah suaminya. Lalu dia menunduk lagi, kembali menyembunyikan kepalanya di dada bidang Papa.

"Sekarang, mama makan, ya. Biar papa yang suapin." Papa meminta kedua perawat itu pergi saja, karena dirinyalah yang akan mengambil alih tugas mereka.

Sepeninggal dua perawat, Papa mengajak Mama ngobrol agar rileks lagi. Dia menceritakan hal-hal kecil yang membahagiakan, yang dulunya pernah mereka alami bersama. Sesekali mama tertawa bahagia dan bertepuk tangan kegirangan.

Di waktu yang sama tapi tempat berbeda, seperti biasa Elgar berkumpul dengan anak-anak Lemoy's di markas. Mereka tengah serius membicarakan dalang dari pengeboman sekolah mereka. Padahal, sebentar lagi Saga, Rivan dan Elgar akan lulus. Namun sialnya, ada orang dengki yang mengebom sekolah mereka.

"Tapi untung banget kita bolos waktu itu, ya, ga, sih? Kalo kagak, mungkin kita juga jadi korban," celetuk Zhico menatap teman-temannya.

Rivan memanggut menyetujui. "Ternyata bolos ada baiknya juga."

"Terus gimana, nih? Kita bakal sekolah di mana? Padahal udah mau lulus, njir, tapi sekolah malah dibom," timpal Saga.

"Udah gitu muridnya cuman sisa kita sama anak-anak yang kaga masuk hari itu." Elgar pun menyahut.

Di antara mereka semua, Arvin terlihat memikirkan sesuatu. "Eh, guys, lo semua nyadar ga, sih, kalo emang sebelum sekolah dibom, banyak kejadian-kejadian. Dari mulai kasus hilangnya Leana, terus disusul Thalia dan juga Dysis. Bukan cuma itu, tapi juga kabar heboh jatohnya Raisa sama tiga temennya dari rollercoaster."

Mereka terdiam, untuk sejenak ruangan diisi keheningan.

"Terus apa hubungannya itu semua sama pengeboman di sekolah?" Zhico mengernyitkan dahi tak paham.

Namun, sebelum Arvin dapat menjawab pertanyaan cowok itu, hape Elgar berdering di sakunya membuat seluruh atensi mengarah kepadanya.

"Halo?"

"Saya dari pihak kepolisian. Apa benar ini dengan saudara Elgara Aldegio Ertama? Murid kelas 12 SMA Treekleyn 03?"

"Ya, Pak, bener."

ANIMOUS #1 | 2022 [ END ]Where stories live. Discover now