PART 26

8.7K 605 32
                                    


Demario duduk di ruang kerjanya dengan tangan yang tak henti-hentinya mengetukkan jarinya di pinggiran meja

Kepalanya pusing memikirkan Kenniro juga pertengkaran dirinya dengan Irene tadi. Bukan hanya itu, tadi Roy menghampirinya dan mengatakan bahwa mayat Darwin tak ditemukan dimanapun.

Itu artinya, kemungkinan Darwin masih hidup dan selamat dari kobaran api saat itu

Disaat-saat seperti ini seharusnya ada Irene disampingnya, memberikan kata-kata yang bisa membuat dirinya sedikit tenang.

"Temukan Darwin dimanapun dia berada, baik dalam keadaan hidup ataupun mati" ujar Demario dengan tajam

"Baik, tuan" patuh Roy dan melenggang pergi dari sana setelah membungkukkan badannya

"Cepat sembuh, Papa ikut sakit kalau kamu sakit" lirih Demario sambil mengusap sebuah figura yang didalamnya berisi foto Kenniro yang tengah tersenyum sambil memperlihatkan gigi rapihnya

Demario lalu memikirkan kembali apa yang dikatakan oleh Irene. Apa ia harus meninggalkan bisnis dunia bawahnya? Ia rasa tak mungkin, ini bukan persoalan yang mudah diterima.

"Tak usah dipikirkan. Istrimu mengatakan itu hanya karena ia khawatir dengan keadaan Kenniro" sebuah suara tiba-tiba terdengar di rungunya. Membuat atensi pria paruh baya itu teralihkan dari foto Putranya

Iya, Irene sedang khawatir dengan keadaan Kenniro sama sepertinya sehingga emosi Irene tak terkontrol

"Kenapa Ayah kesini?" Tanya Demario, karena tak biasanya pria tua itu menemuinya dengan tiba-tiba

"Ayah mau ke Amerika nanti sore"

"Masalah disana belum selesai?" Tanya Demario yang mendapat gelengan dari Agra

"Kamu tidak usah pikirkan masalah di Amerika. Ayah yang akan menghandle nya" ujar Agra yang mengerti akan kegelisahan yang di alami Demario

"Ayah pergi dengan siapa?"

"Sendiri. Biarkan Atarick dan Gara disini, Ayah bisa mengatasinya sendiri"

"Baiklah"

Demario menjatuhkan dirinya pada sandaran kursi saat Agra sudah pergi. Kepala Demario sungguh terasa pusing memikirkan berbagai macam hal yang bersarang di otaknya

.

.

.

Demario berdiri dengan kedua kakinya yang bergetar tak karuan dengan harapan ia masih bisa menopang tubuhnya saat ia melihat dengan jelas bagaimana tubuh Putranya tersentak saat alat kejut listrik itu menempel pada dada Putranya tanpa terbalut baju

Bunyi alat EKG terdengar nyaring ditelinga dengan Dokter Galen yang sekarang naik ke atas kasur dan mulai menekan dada Kenniro

Gara, pemuda itu disana. Tampak mengepalkan tangannya dengan rahang mengeras dan berlalu pergi dari sana, entah apa yang akan dilakukan putra sulung Atarick itu

"Kenniro, sekali saja. Bertahan untuk papa"

Mesin EKG menampakkan garis lurus dengan bunyi yang semakin nyaring disusul teriakan Irene yang langsung meluruh ke lantai

"Kenniro bangun!! Jangan bercanda sama Papa, Kenniro!!"

Pagi ini adalah seperti mimpi bagi mereka, bagaimana detak jantung putra sang penguasa dunia bawah itu berhenti, detaknya hilang seakan dibawa pergi oleh hembusan angin yang menyejukkan setelah hujan mengguyur semalaman

Demario yang bisanya berdiri tegak dengan kedua kakinya, sekarang luruh begitu saja dengan lutut sebagai penopangnya. Mata tajam yang ditakuti ribuan orang itu sekarang mengeluarkan cairan bening yang menetes di pipi tirusnya. Suara dingin dan menusuk seolah hilang begitu saja digantikan dengan suara serak, maraung-raung meminta buah hatinya kembali

Dokter Galen mendekat dengan kepala menunduk. Meminta maaf karena tak bisa menyelamatkan putra sang ketua

"JANGAN KATAKAN HAL MENJIJIKKAN ITU PADA PUTRAKU"
Sekarang Demario bukanlah ketua Daimon yang terkenal kejam dan bringas. Bukan lagi seorang pemimpin perusahaan terbesar di asia yang terkenal dengan sifat dingin juga tegasnya. Sekarang ia hanyalah sesosok Ayah yang lemah saat melihat kepergian putranya yang tak akan pernah kembali ke sisinya

Remaja tujuh belas tahun yang akan bertambah umur beberapa Minggu lagi itu berhasil memporak-porandakan hati sekuat baja milik Demario

"Putraku masih hidup!! Kenniro masih ada, dia tidak akan pergi dan tidak akan pernah ku izinkan untuk pergi!!" Desisnya tajam. Siapapun yang mendengarnya pun ikut gemetaran

"Mario sadarlah!! Putramu sudah tiada" perkataan dari Agra mampu membuat hati seorang Ayah itu sakit seperti ditikam belati tajam

Tatapan elangnya bergulir menatap sosok buah hati yang ia jaga dengan kesungguhan hatinya. Tak ada kabel atau alat-alat yang beberapa saat lalu menempel di tubuh putranya

"Papa mohon bangun, nak" lirihnya setelah sampai di dekat Kenniro

"Kamu mau apa, hm? Papa akan turuti semuanya asalkan Kenniro kembali ke Papa" tangan besarnya membawa tangan yang lebih kecil untuk ia genggam, mengecupnya dengan sangat pelan takut membangunkan putranya yang tertidur. Ya, putranya hanya tidur dan akan bangun lagi nanti

"Putraku hanya tidur, Yah" ujar Demario dengan pelan sambil tersenyum tipis

Ia pun segera menghapus air mata di pipinya. Untuk apa ia menangis jika putranya hanya tertidur, ia sangat konyol!! Jika putranya bangun dan melihatnya menangis seperti ini, ia akan di ejek habis-habisan

Tapi bukankah lebih baik seperti itu? Demario lebih suka saat bibir putranya melontarkan kata-kata pedas untuknya dari pada diam membisu dengan bibir pucat seperti sekarang

"Papa tunggu disini sampai kamu bangun"

"Mario bangunlah!!" Agra menarik kasar lengan kekar Demario agar pria itu berdiri tak lagi berlutut di depan Kenniro yang terbaring kaku

"Apa hanya ini yang bisa kamu lakukan?! Bodoh!! Anak mu telah dibunuh dan kau hanya diam dan menangis!!!"

Lalu apa yang harus di lakukan Demario? Ia kehilangan semestanya, Kenniro meninggalkannya tanpa mengucapkan sepatah katapun

Hati seorang Ayah itu telah di lukai oleh putranya sendiri. Meninggalkan luka berbekas yang tak akan hilang dan tak akan pernah hilang

Putranya pergi, meninggalkan luka mendalam bagi sesosok pria tangguh yang sekarang seolah kehilangan dunianya

.

.

.

"Mas"

Berkali-kali Irene mengguncang tubuh Demario yang tertidur di ruang kerjanya, entah mimpi buruk apa yang Demario dapatkan hingga Irene bisa melihat setetes air mata yang keluar dari sudut mata pria itu

"Mas!" Panggilnya sedikit keras membuat pria yang tertidur itu tersentak

"Irene"

Pria dengan tubuh kekar itu memeluk tubuh istrinya dengan erat. Benar kata Ayahnya, Irene hanya tersulut amarah dan pada akhirnya hanya akan kembali padanya

"Kenapa kamu menangis, mas?" Tanya Irene dengan wajah khawatir nya

"Hanya mimpi buruk"

"Mimpi apa sampai kamu menangis seperti itu?" Tanya Irene lagi

"Kamu ngapain kesini, hm?" Tanya Demario balik karena tak ingin menceritakan tentang apa yang terjadi dalam mimpinya.

"Dokter Galen ingin bicara sama kamu, dia ada di ruang tengah sekarang" ujar Irene

"Suruh dia kesini"

Irene mengangguk dan pergi dari sana meninggalkan Demario dengan segala pemikirannya tentang mimpinya tadi. Kenniro tak akan meninggalkannya kan?

Dalam hati, dirinya merasa lega bahwa kejadian itu hanyalah mimpi semata yang akan ia lupakan setelahnya















See you next time🍄🍄🍄

ALESSANDROTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang