4. Saran

17.4K 2K 138
                                    


Wajah Luna yang pucat saat kembali ke ball room membuat Raja yang seakan tidak pernah memperdulikannya langsung membisikkan ajakan untuk pulang tak lama setelahnya.

“Apa yang terjadi? Kamu seperti baru melihat hantu,” Raja melirik Luna sekilas begitu mereka sudah berada di dalam mobil.

“Aku bertemu El.”

“Oh!” Raja terdiam cukup lama setelahnya. “Apa yang kalian bicarakan?”

“Dia mengancamku.”

Raja seketika menoleh kearah Luna.

“Dia ingin aku melepas saham TIV.”

“Dasar bajingan! Aku tidak tahu apa yang terjadi, tapi sepertinya orang itu terobsesi untuk menyakiti dan menghancurkan keluargamu bahkan sebelum dia bukan siapa-siapa.”

Luna tersenyum getir mengingat kebenaran yang disinggung oleh Raja. Kebenaran yang anehnya tidak pernah bisa melukai Luna. Hanya merepotkan, karena keingintahuan lingkup pergaulan mereka juga media yang selalu akan menghubungkan dirinya dengan isu  perselingkuhan El dengan mantan ibu tirinya kapanpun mereka terlihat berdua.

“Apa yang akan kamu lakukan dengan itu? Kali ini, saat bertanya Raja sekilas melirik dengan kepedulian dan simpati yang cukup membuat Luna yakin Raja tidak sedingin tampilan yang dia mainkan selama ini.

“Jujur, aku tidak tahu. Tapi kupikir sebaiknya aku berkosentrasi untuk mengurus TIV.”

“Sebenarnya akan lebih baik jika orang seperti El bisa bergabung dengan TIV dan menggunakan keahliannya untuk membantumu mengelola Tejan Investama.”

Luna tersenyum pahit menanggapi komentar Raja, “Aku kadang berpikir … seharusnya orang seperti El lah yang jadi penerus Papi, bukan aku.”

“Ada beberapa hal dalam hidup yang tidak bisa kita tentukan sendiri dan sepenuhnya jadi urusan takdir, tapi ada beberapa hal yang bisa kita lakukan untuk mengubah masa depan.”

“Misalnya?”

Raja menggurat senyum enggan pada raut wajahnya yang keras dan dingin. “Dengan sedikit usaha kamu bisa membuat El ada di pihakmu.”

Luna mengernyit menatap Raja seraya membolak-balik clutch mungil yang dia taruh diatas pangkuan, dari caranya merespon komentar Raja tampaknya dia benar-benar tertarik dengan apa yang akan lelaki itu katakan. “Caranya?”

“Pernah dengar siasat rantai emas?” Luna menggeleng sebagai jawaban.

“Itu strategi yang Panembahan Senopati pakai untuk membuat Ki Ageng Mangir masuk ke dalam perangkapnya.”

Sejarah bukanlah mata pelajaran favorit Luna tapi kisah tentang Ki Ageng Mangir lekat dalam ingatannya, tentang bagaimana jebakan perkawinan bisa membuat pria yang memegang teguh kebebasannya takhluk hingga akhirnya terbunuh sia-sia.

Kesadaran yang merasuk dalam pikiran Luna setelahnya membuatnya langsung menoleh kearah Raja, “Maksudmu … aku dan El!? Saran macam apa itu?”

Raja menggedigkan bahu tak acuh, “Cuma saran,” sahutnya tenang.

“Dan apa yang akan aku dapatkan dari pernikahan dengannya selain perasaan tak dihargai. Percayalah, bagi orang seperti dia, aku tidak lebih berarti dibanding besar saham yang aku kuasai.”

Raja tertawa miris tanpa suara mendengar analogi kejam yang Luna sampaikan. “Dari caramu mengatakannya, aku nyaris berpikir jika dia seorang monster.”

“Memang,” desis Luna setuju. “Dia sudah nyaris seperti itu sekarang.” helaan nafas tajam Luna anehnya terdengar bagai ratap penyesalan di telinga Raja.

Pelangi Tengah MalamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang