12. Miliknya

12.9K 2.1K 227
                                    


Bagaimana bisa Luna melakukan ini padanya! Pertanyaan itulah yang berkali-kali menggema dalam kepala El sejak Luna meninggalkannya sendiri di restoran.

El tidak langsung pulang, melainkan memacu Harleynya memilih menenangkan diri dengan berkendara tanpa tujuan sebelum memilih pulang ke resort tempatnya menginap, namun alih-alih langsung ke vila El memilih memarkir kendaraannya di bar eklusif dalam kompleks resort yang sama.

Dengan sebotol bir ditangan El berusaha keras mendinginkan isi kepalanya, akan tetapi nyatanya amarah dalam dadanya telah membakar dirinya sampai habis tak bersisa.

Apa yang Luna lakukan terlampau menyakitkan untuk bisa dia terima, bahkan lebih menyakitkan dari semua yang pernah Luna lakukan sebelumnya.

Meski secara tidak langsung Luna mengelak untuk mengakui kalau puterinya bukan darah daging Marshell, tapi bagaimana dirinya bisa percaya karena faktanya bukan sekali ini saja Luna mencurangi dan mempermainkannya.

El hanya bisa tersenyum pahit saat ingatan tentang  betapa manipulatifnya Luna menyelinap masuk dalam pikirannya semudah dan secepat lembaran buku yang disibak dengan jari jemari.

Saat itu sebulan sudah ruang gerak El berada dalam kuasa Luna, harga dirinya terluka, tapi bisa selalu berada di dekat gadis itu walau dengan cara dikekang kebebasan, El pada akhirnya bisa menerima.

El ingat hari itu Luna kembali mengajaknya berbelanja. Alih-alih outfit kasual, Luna justru memilihkan tiga setelan jas, empat blazer dan dua jaket dengan beragam variasi gaya dan warna yang sesuai untuk usia mereka.

“Pakai ini,” Luna menjejalkan paksa, kemeja putih dengan variasi garis warna navy blue, celana bahan warna kelabu es dan single button blazer semi kasual warna biru gelap, ke tangan El.

“Untuk apa?” tanya El bingung.

“Malam ini aku mau ajak kamu belajar kelompok,” tanpa menoleh Luna menjawab, sementara beberapa pramuniaga lain datang membawa beberapa kotak jam tangan dan saputangan branded untuk menjadi padanan aksesoris yang akan El pakai.

Bagian diantara sepasang alis tebal el berkerut bingung. Belajar kelompok macam apa yang membuatnya harus mengubah penampilan dulu sebelumnya.

Lagipula El merasa tidak ada tugas sekolah yang sedang menanti untuk dikerjakan. Meski bertanya-tanya sendiri El terlalu malas untuk bertanya langsung pada Luna.

Dan akhirnya El tahu apa yang Luna maksudkan dengan belajar kelompok saat melangkah memasuki ruangan khusus di sebuah gedung yang menjadi pusat hiburan dan rekreasi yang tidak akan bisa dimasuki orang biasa.

El sudah pernah mendengar selentingan tentang tentang High Society Club sebelumnya dari Marshell. Akan tetapi tidak pernah tahu dimana tempat yang sebenarnya berada, dan malam ini rasa penasaran yang diperolehnya dari cerita-cerita Marshell akhirnya terjawab sudah.

Setiap sisi bangunan bergaya renaisans itu dibangun untuk memenuhi standar kemewahan ala kaum the have Indonesia. Dari patung-patung malaikat bergaya Itali yang menghiasi pilar-pilarnya hingga mozaik penghias mezzanine berasal dari bahan-bahan mahal kualitas pilihan yang dengan briliant menghasilkan arsitektur dan interior yang mampu mengintimidasi rakyat jelata seperti El.

El menatap ke depan, pada Luna yang melangkah penuh percaya diri dengan pandangan lurus. Dalam balutan gaun Dior motif tartan tanpa lengan bergaya konvensional, Luna tidak kehilangan kesan wanita muda yang energik dan tahu dengan pasti apa yang diinginkannya.

Sehingga sekalipun setiap energi intimidasi yang terpancar dari ruangan super luas di High Society Club begitu kuat, aura gadis itu jelas bukan tandingan.

Pelangi Tengah MalamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang