5. Sumber kebencian

15.3K 2K 123
                                    

Happy reading all 😊

Menunggu kesediaan El memberinya kesempatan bertemu sama halnya seperti menunggu pelangi muncul di tengah malam.

Sampai berminggu-minggu setelahnya Marshel hanya menggelengkan kepala setiap kali ditanyai. Dan setiap harinya pula, dalam penantian itu Luna merasakan tekanan yang dirinya terima semakin besar.

Luna sepenuhnya sadar, sikap tenang dan tiadanya pergerakan dari APT adalah kepalsuan yang sengaja ditampakkan dipermukaan. Dan apapun bisa terjadi selagi dirinya memutuskan hanya menunggu bentuk pukulan mental yang akan ditujukan El padanya lewat TIV.  

Jika tidak ingin terlihat seperti pecundang saat itu terjadi maka seharusnya Luna tetap fokus mempelajari Tejan Investama secara lebih mendalam. Dan karenanya Luna memilih untuk kembali ke Kediri, ke pusat kuasa bisnis yang dibangun para leluhur Tejakusuma.

Mengikuti desakan hatinya untuk mengenal lebih dekat sekaligus menjajaki pusat peracikan tembakau sekaligus laboratorium riset dan pengembangan produk milik Tejan Investama yang dibangun sejak tahun 80-an.   

Semerbak familiar aroma tembakau kering dan rajangan cengkih menyambut kedatangannya di gedung tiga lantai yang berdiri di atas lahan seluas 4000 meter persegi itu.
Bagi para tobacco blender—ahli peracik tembakau—tempat itu adalah ruang paling sakral dari seluruh bagian lain di Tejan Investama. Jantung, dari seluruh bisnis yang perusahaan jalankan. Hingga tidak sembarang orang bisa diizinkan untuk mengaksesnya. Bahkan dari seluruh bagian di perusahaan, Luna tidak pernah masuk keruangan itu sebelumnya.

Ada semacam pantang turun temurun yang secara tidak langsung mengatakan kalau wanita dilarang masuk ke dalam ruang peracikan, kini Luna langgar semata karena keinginan untuk mencari tahu makna dari pesan tersirat yang ayahnya sampaikan sebelum menghembuskan nafas terakhir. Dan itu tentu ada hubungannya dengan ribuan sampel emas hijau yang dikumpulkan keluarganya sejak puluhan tahun lalu.

Menyimpan lebih dari tigapuluh ribu sampel dari berbagai varietas dan dikelompokkan berdasarkan lokasi dan tahun dimana tembakau tersebut di panen. Tembakau-tembakau yang sudah melalui proses pengeringan di letakkan pada deretan rak kayu jati yang menjulang hingga ke langit-langit ruangan dalam kotak-kotak jati bertutup kaca, disimpan layaknya benda pusaka agar aroma juga kelembabannya tetap terpelihara.

Haztar Yudistira, kepala divisi yang bertanggung jawab dalam proses penyediaan, kendali mutu, dan proses pengolahan bahan baku tembakau dan cengkih untuk produksi menemaninya selama kunjungan menjelaskan, jika salah satu produk kretek andalan Tejan, diproduksi dengan bahan campuran lebih dari enampuluh jenis daun tembakau berbagai varietas yang dibeli dari berbagai pelosok Indonesia. Mulai dari Deli, Temanggung, Madura, Jember, hingga Lombok.

“Tembakau kualitas terbaik bisa mencapai harga lebih dari dua juta perkilonya, Bu,” Pak Anwar menambahkan. “Didatangkan dari petani binaan kita di Temanggung.”

Luna mengerutkan dahi sekilas. Sepengetahuannya Temanggung itu berada di provinsi tetangga yang lumayan berjarak dari Kediri. Sementara beberapa perusahaan saingan lebih dekat lokasinya dengan kantung penghasil tembakau Temanggung.

“Proses pemasokan bahan bakunya lancar Pak? Setahu saya banyak perusahaan rokok lain yang jaraknya lebih dekat dengan Temanggung kan?”

“Kalau proses pemasokan sih nggak ada masalah Bu, tapi masalah yang harus kita hadapi setiap tahun itu justru perang penawaran harga dari perusahaan lain yang sering terjadi menjelang panen.”

“Dampaknya langsung ke kitanya apa?”

Yudi menggelengkan kepalanya seraya tersenyum santai, “Nggak ada sih, sebab sejak tahun delapan puluhan mendiang Bapak Handi telah membentuk unit khusus untuk mewadahi sentra petani tembakau di beberapa wilayah penghasil bahan baku. Temanggung termasuk salah satunya.

Pelangi Tengah MalamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang